Seseorang yang berada di atas tempat tidur perlahan membuka kelopak matanya setelah beberapa waktu yang lalu dia tidak sadarkan diri dan tiba-tiba saja sudah terbaring di sebuah ruangan yang luas dan dipenuhi dengan benda mewah. Setelah mata sudah membiasakan diri dengan cahaya yang masuk, manik violetnya beredar mengelilingi seluruh sudut ruangan yang tampak asing sehingga membuatnya bergegas mendudukkan diri.
"Di mana ini?" gumamnya.
Jeane mengingat bahwa terakhir kali sebelum tidak sadarkan diri, seseorang yang dia lihat adalah Damuan. Pria itu datang tiba-tiba dengan mengucapkan berbagai kata yang tidak dia paham dan entah kenapa bisa membuat kesadarannya hilang.
Kecemasan melanda sehingga membuat kedua tangannya meremas sprei tempat tidur yang dia duduki sekarang. Keringat dingin mengucur dari pelipis dan ludah pun terasa susah sekali untuk ditelan. Tidak ada yang dia pikirkan kecuali hal negatif, terlebih sekarang dia melihat sebuah kemeja dan juga celana yang tergeletak begitu saja di sisi lain tempat tidur ini.
Apa pria itu sudah macam-macam kepadanya? Oh, tidak! Sontak Jeane melihat dirinya sendiri dan meraba tubuhnya untuk memastikan bahwa tidak ada baju yang terlepas. Beruntunglah pakaian masih lengkap dan tidak merasakan keanehan sedikit pun pada bagian tubuhnya.
"Pria gila. Apa yang sebenarnya dia mau?" Kemudian Jeane memilih untuk turun dari atas tempat tidur.
Sejenak berhenti saat sudah mengambil beberapa langkah menuju pintu. Dia ingat bahwa kakinya masih terkilir dan sangat sakit ketika berjalan. Tapi sekarang kakinya ini terasa baik-baik saja seolah tidak pernah terluka. Otaknya pun seketika heran.
"Damian yang mengobatinya?"
Tiba-tiba pintu terbuka—mengejutkannya. Jeane sontak menoleh dan kelopak seketika melebar untuk melayangkan tatapan tajam begitu pria itu yang rupanya masuk.
"Kau?"
Dengan santai, Damian mendekat. Di balik tidak ada guratan apapun di dalam wajah, tatapannya terlihat mencurigakan. Jeane pun menyiagakan diri dengan mengepalkan kedua tangan.
"Apa maumu?" bentak si gadis.
Tidak ada gumam, tidak ada ucap, bibir juga tidak mengukir senyum atau seringai aneh, pria itu terus mengikis jarak sambil melepas tiga kancing teratas kemeja putihnya. Jeane pun seketika memundurkan langkah karena tatapan si pria yang benar-benar tidak bisa terbaca. Takut-takut akan melakukan pelecehan.
"Jangan mendekat!"
Terlambat. Dengan cepat, sebelah tangan Damian meraih pinggang Jeane lalu ditariknya agar tubuh si gadis saling berdekatan dengannya sedangkan tangan yang lain bergerak menyampirkan anak rambut ke belakang telinga.
"Kau milikku, Jeane Nuella." Akhirnya Damian bersuara dengan nada yang begitu membelai telinga.
Sial, sial, sial. Jeane sangat lemah. Jantung sontak berdegup tidak normal bersama manik terpaku pada biru milik Damian. Bibir terkatup sebab benak tiba-tiba terlena dengan pemandangan indah di depannya. Jeane seolah sedang dihipnotis tapi secara sadar oleh pancaran yang aneh. Ada keinginan untuk melawan namun tidak ada kekuatan. Aura pria ini benar-benar mematikannya.
"Bertahun-tahun aku sudah mencari keberadaanmu, Sayang."
Gadis itu semakin tidak berkutik begitu kembali mendengar suara Damian yang sengaja dibuat rendah. Napas tidak beraturan akibat jantung yang tidak bisa tenang. Wajah Damian semakin dekat hingga bisa merasakan hembusan napasnya.
"Why is it so hard to find you?" Pria itu menurunkan maniknya menatap bibir Jeane dan semakin mendekatkan wajah.
Jeane menelan ludah dengan susah payah. Wajah Damian kian dekat dan mulai memiringkan kepala. Sungguh, dia sedang memberontak dalam hati sekarang karena ketakutannya pada pria ini. Namun sekali lagi, tubuhnya seolah dikekang. Saat wajah si pria kian tak berjarak dan akhirnya sesuatu yang lembut pun dia rasakan menempel di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Mate : Tricolor Destiny
Werewolf[Rewrite] "True love doesn't consider sincerity as sacrifice, but happiness." ~°°~ Demi menyelamatkan dunia malam yang terancam, Dewi Bulan harus menuliskan takdir dua insan yang seharusnya sudah tidak lagi berpijak di atas dunia ini untuk bersatu...