18. Daughter of the moon goddess

119 18 29
                                    

Waktunya makan siang. Jeane sudah mengambil tempat sejak tadi dan didepannya sekarang sudah tersaji sepiring daging panggang yang asapnya masih mengepul. Di ruang makan hanya ada dirinya, Caterine dan Daniel. Dua orang itu sudah lebih dulu menyantap makanan mereka, sedangkan Jeane masih bertanya-tanya tentang makanan ini.

Daging apa yang dimasak?

“Jeane?” panggil Caterine. “Kau masih takut?”

Jeane sedikit meringis. Membayangkan jika yang di depannya ini ternyata daging manusia.

“Itu daging kelinci,” sahut Caterine menyadari keraguan Jeane.

“Benarkah?” Dia mengalihkan atensi pada wanita itu.

“Tidak ada daging manusia. Semua ini daging hasil buruan dari hutan.”

Selama masih dikurung, Jeane tidak pernah makan daging yang dibawakan oleh pelayan. Dia hanya memakan asparagusnya saja. Terus terang dia masih terbayang-bayang tentang kejadian yang lalu-lalu. Manusia dan serigala yang tercabik-cabik dan juga tangannya yang hampir putus. Itu semua membuat selera makannya turun.

“Kau tidak mau, Jeane?” Caterine masih memperhatikan gerak-gerik gadis itu.

“Entahlah, aku masih tidak napsu makan.”

“Cobalah satu gigit saja. Kalau kau tidak makan, maka kau akan sakit.”

Jeane sangat lapar, tentu saja. Namun semua bayang-bayang itu masih membuatnya mual. Tak lama kemudian Damian datang dengan penampilan yang sudah lebih rapi. Sesaat Jeane memperhatikan pria itu yang mengambil tempat di sampingnya. Tak menyapa bahkan melirik, Damian langsung memotong daging panggang miliknya.

Jeane kembali memperhatikan makanannya sendiri, berusaha mengembalikan napsu makan sebelum dia benar-benar lemas karena kehabisan tenaga. Tiba-tiba orang di sampingnya ini malah menyodorkan sepotong daging yang sudah ditusuk garpu tepat di depan bibir. Jeane pun menoleh.

“Makan.”

Ketahuilah bahwa Jeane kian takut dengan Damian yang tadi hampir saja membunuh Dave secara ganas. Pria ini benar-benar menyeramkan seperti monster ketika sudah dibuat sangat marah. Dia seharusnya menjauh atau berpindah duduk di dekat Caterine. Namun sisi lain Damian yang jauh dari kata menyeramkan, membuatnya cukup terpukau hingga tak percaya jika yang mengamuk tadi adalah pria ini.

Jeane memperhatikan sebentar makanan yang ada di depan bibirnya kemudian menurut untuk menerima suapan itu. Di dalam mulut, makanan itu seolah pecah dan menyebarkan rasa lezat di lidah. Dia terhenyak sesaat. Enak. Ketagihan, gadis itu segera memotong dagingnya sendiri lantas melahapnya. Hm, enak sekali.

Caterine yang belum melepas pengawas dari Jeane akhirnya bisa tersenyum. Sementara Damian tak begitu menunjukkan reaksi, tapi tetap tersenyum di dalam wajahnya yang sedang menunduk ke arah makanan.

“Damian.” Kali ini Daniel yang bersuara. “Kau ... belum menandainya?”

“Sudah, tapi di bibir. Sampai berdarah,” jawab Damian sambil memotong makanannya.

“Hanya bibir? Pantas saja ingin direbut,” cibir Daniel yang langsung mendapatkan tusukan dari kilatan tajam manik Damian.

“Jangan dibahas atau aku lempar kau dengan gelas.”

Ketahuilah bahwa kalimat itu bukan hanya gertakan saja. Damian benar-benar akan melempar Daniel gelas jika melanjutkan pembahasan yang bagi Damian tidak perlu dibicarakan lagi.

“Eh, ehehe, aku hanya bercanda.” Daniel menciut. Kakaknya itu memang sangat menyeramkan.

Orang yang mereka bicarakan tidak menyadari dan terus menikmati hidangan daging yang kini sudah hampir habis. Agaknya Jeane sudah mendapatkan napsu makannya lagi.

Eternal Mate : Tricolor DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang