Seperti aliran sungai bening yang deras, manik itu dapat menghanyutkan bahkan membuat kewarasan hampir tenggelam. Pemandangan tepat di depan matanya kini sungguh menakjubkan seperti surga dunia.
"Nona?"
Suaranya pun turut memabukkan. Kombinasi serak yang diucapkan dengan nada rendah, terdengar lembut di telinga hingga membuat jantung berdegup tidak normal. Benar-benar suara laki-laki idaman para wanita untuk menyambut pagi di atas ranjang.
"Hey, Nona?"
Dengan cepat, Jeane mengedipkan matanya dan menghentikan khayalan yang cukup menenggelamkan benak. "Oh?"
"You okay?"
"Yeah."
Namun meski sudah tersadar, Jeane masih saja terpaku dengan manik biru di depannya. Dia pun berdiri bersamaan dengan pria tersebut tanpa memutus netra dari wajah serta sorotan si pria. Gadis itu belum menyadari jika ada sesuatu yang aneh. Kelopaknya menolak untuk berkedip dan atensi tak berniat untuk berpaling.
"Bisakah kau menutup matamu? Atau berbalik badan saja," pinta si pria.
"Kenapa?" Seperti orang mabuk, Jeane sama sekali tidak merasa heran. Dia layaknya orang yang sedang dihipnotis.
"Tolong, tutuplah matamu sebentar saja."
Gadis itu tidak ingin menyia-nyiakan satu detik pun untuk mengalihkan netra dari manik si pria. Kebetulan dia suka warna biru dan biru di depannya ini sangat menyita pandangan.
"Kenapa aku harus menutup mataku?"
Pria itu menghela napas kecil. Memberi jeda sesaat untuk gadis ini merasa puas menatapnya. Tanpa sadar, dia sendiri pun juga ikut terpesona dengan manik violet milik Jeane sehingga kedua orang itu saling bertatapan satu sama lain.
"Aku menyukai warna matamu, Tuan," celetuk Jeane tanpa sadar.
Hal itu pun membuat si pria mengedipkan matanya untuk mengembalikan kesadaran dari sang violet. Tanpa mengakui, sebenarnya dia juga menyukai warna tersebut.
"Apa kau sudah cukup puas menatap mataku?"
"Hm." Jeane tersenyum seperti orang mabuk.
Pria itu seketika membuang napas lelah seraya berdecak. "Nona, tolong. Aku harus berpakaian dulu."
Tunggu, apa? Berpakaian? Seolah ditampar kesadarannya, senyum Jeane seketika menghilang. Tatapan masih bertaut, tapi kali ini seketika kelopak mata melebar ditambah dengan kerutan di dahi yang baru menunjukkan keheranan.
"What?"
"Kau tidak ingin melihat tubuh telanjangku, kan?" Tanpa ada ragu dan malu, pria itu bahkan menyilangkan kedua lengannya di depan dada.
Detik itu juga Jeane sepenuhnya sadar. Dengan reflek bodohnya, bukannya memejamkan mata tapi malah menurunkan manik ke bawah. Untuk beberapa detik yang singkat saja, dia melihat badan yang terekspos itu dan sontak membuatnya berteriak sambil menutup mata rapat-rapat.
"Apa-apaan kau ini? Berani-beraninya kau tidak berpakaian sama sekali di depan seorang gadis!"
Jeane menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Panas menjalar hingga ke daun telinga karena sangat malu.
"Tadi sudah kubilang tutuplah matamu, tapi kau malah seperti orang terhipnotis," ucap si pria yang terdengar begitu santai.
"Cepat tutupi badanmu! Atau aku akan teriak memanggil serigala-serigala itu lagi untuk datang memakanmu!"
Orang gila dari mana yang bertelanjang bulat dan berkeliaran di dalam hutan gelap selain pria ini? Jeane tak pernah menemuinya, bahkan di Amerika orang gila pun masih memakai pakaian keren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Mate : Tricolor Destiny
Hombres Lobo[Rewrite] "True love doesn't consider sincerity as sacrifice, but happiness." ~°°~ Demi menyelamatkan dunia malam yang terancam, Dewi Bulan harus menuliskan takdir dua insan yang seharusnya sudah tidak lagi berpijak di atas dunia ini untuk bersatu...