Baru seminggu setelah Sang Ibu keluar dari rumah sakit, tiba-tiba Rangga mendapatkan kabar kalau ayahnya juga sedang di rawat di sebuah rumah sakit di Singapore. Beliau mengalami serangan jantung dan tekanan darah yang sangat tinggi. Untungnya hal itu tidak sampai berakibat pada stroke, tapi karena kondisi ini, beliau harus menjalani istirahat total di rumah sakit.
Serangan jantung mendadak ini terjadi karena beliau sangat shock saat mengetahui kabar bahwa istrinya melakukan percobaan bunuh diri. Saat itu beliau sedang mengadakan rapat bersama koleganya dari Jepang, di salah satu meeting room di Singapura. Beliau mengetahui info itu dari orang kepercayaan beliau. Awalnya semua berita mengejutkan tentang Nyonya Dona Sasongko dirahasiakan oleh semua orang yang ada di rumah keluarga Sasongko, hal itu atas perintah dari Rangga sendiri. Dia sudah berjanji pada Mami nya untuk tidak mengatakan semua yang terjadi pada sang siapapun, termasuk Papinya. Tapi hampir tidak ada yang mungkin luput dari seorang Adrian Sasongko. Telinga dan mata nya ada di mana-mana. Ada saja orang kepercayaan beliau yang akhirnya membocorkan berita itu dan berakibat fatal pada kesehatan orang kaya nomor satu di Indonesia itu.
Kini Rangga terpaksa harus meninggalkan sang Mami setelah selama seminggu ini full dia selalu menemani beliau di rumah. Keadaan yang seperti ini, membuat Rangga berandai-andai, kalau saja dia punya saudara kandung, pasti beban yang dia tanggung sekarang tidak akan seberat ini. Setidaknya mereka bisa membagi tugas untuk bergantian menjaga Papi dan Mami.
Berita tentang kolapsnya Papi, tentu saja harus disembunyikan dari Mami. Karena hal sekecil apapun akan berakibat fatal pada keadaan mental beliau yang belum stabil.
Rangga duduk dengan lemas di samping tempat tidur Papinya. Beliau masih tertidur dengan alat bantu oksigen dan juga selang infus di lengannya. Hati dan pikiran Rangga sangat kalut. Perasaan sedih, takut, marah dan tentunya rasa bersalah bergelayut di kepalanya seolah mengajak otaknya berputar tanpa istirahat. Wajah tampannya tampak layu, dia sudah tidak tidur berhari-hari, sekalinya dia tertidur itu pun karena tubuhnya kelelahan. Rasanya sekarang dia yang butuh untuk ke psikolog dan psikiater dan meminta obat penenang.
"Son.." Panggilan lemah itu membuyarkan lamunan Rangga.
"Papi? Papi udah bangun?" Rangga sebenarnya sangat marah pada Papi nya, tapi kalau keadaannya sudah seperti ini, bagaimana dia bisa marah? Papinya adalah orang yang sangat bersemangat, percaya diri dan bertubuh bugar. Beliau masih sangat tampan dan segar di usianya yang sudah hampir 60 tahun. Suaranya persis dengan Rangga, berat tapi merdu. Semua rasa amarah dan kecewa Rangga dengan sangat terpaksa tidak bisa dia luapkan sekarang di depan Papinya yang tengah tergolek lemah di atas ranjang rumah sakit. Dia harus menelan semua kemarahan dan kekecewaannya sendiri. Apalagi tadi dokter dan asistennya papi berpesan untuk menjaga kestabilan emosi Papi, karena bila Papi mendapatkan shock lagi, nyawa bisa jadi taruhannya.
"Son.. Gimana kabar Mami?" Papi terlihat sangat khawatir. Matanya memerah, seperti berkaca-kaca.
"Baik Pi, Mami baik-baik aja kok." Sekuat tenaga Rangga mencoba tersenyum di depan Papinya, padahal saat itu dia ingin sekali menangis dan menyalahkan Papi atas semua yang terjadi pada Mami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leonids
RomanceLeonids, peristiwa hujan meteor yang sangat indah ini menggambarkan bagaimana magisnya daya tarik bumi bagi para asteroid. Mereka rela meluncur menuju bumi, menembus lapisan atmosfer padahal seluruh Tata Surya sudah memperingati mereka bahwa mereka...