08. Perempatan Jalan Dhoho

16 1 0
                                    

Kami sampai di tempat percetakan. Kami turun dari motor. Mikhael sempat menarikku dan aku sedikit terkejut dengan perlakuan Mikhael kala itu. Hampir aku salah paham, namun akhirnya tersadar ketika Mikhael bilang, "Agak minggir, bapaknya mau lewat."

Aku mengatai diriku sendiri yang terlalu berpikir jauh. "Kamu masuk sendiri aja ya?" kataku.

"Kenapa? di dalem dingin loh, enak."

Aku berpikir sebentar. Iya juga, belum lagi kalau nanti ternyata Mikhael lama di dalam. Aku akan menunggunya di luar sambil kepanasan. Lalu, aku memutuskan untuk ikut Mikhael masuk ke dalam.

Benar kata Mikhael, ruangan itu terasa sejuk. Sambil menunggu banner Mikhael datang, aku melihat ke sekeliling ruangan. "Kamu pesen banner dari kapan, El?" tanyaku.

"Kemarin sore," jawabnya.

"Oh, banner buat apa sih?"

"Buat.." Mikhael belum sempat menjawab pertanyaanku, sebab karyawan dari percetakan tersebut baru saja membawa pesanan banner milik Mikhael.

Jujur saja, aku sedikit melongo melihat ukuran banner yang dipesan Mikhael waktu itu. Ayolah, apakah Mikhael sungguh memintaku untuk menemaninya? Menemaninya untuk mengambil gulungan banner yang panjangnya hanya sebatas lengan bawah manusia.

"Makasih, Mas. Yuk, Di, selesai!" kata Mikhael mengajakku keluar.

Aku menatapnya tak habis pikir. Sedangkan Mikhael menaikkan alisnya seolah mengatakan 'apa?'. Selanjutnya, aku mengikuti Mikhael yang keluar dari ruangan yang sejuk itu. Mikhael memasukkan gulungan bannernya ke dalam box motor. Sungguh di luar dugaanku yang membayangkan bahwa aku akan dibonceng Mikhael sambil membawa gulungan banner yang besar-besar.

"El, sumpah? kamu cuma pesen banner sekecil itu?"

"Ya iya, kamu pengennya aku pesen banner caleg? Nggak muat lah kalau dipasang di kamarku," jelasnya.

"Hah? emang itu banner apaan?"

"Em, gambarnya ada wajahku, Putra dan Max. Kita mau bikin circle terkenal." Mikhael berucap dengan santai.

"Dih, najis, circle apaan?" Aku bergidik mendengarnya.

"Adi, mana boleh kayak gitu? ini circle bakal terkenal beneran loh. Circle pengusaha risol mayo," ucapnya.

Aku menatapnya penuh heran. "Kalian jualan risol?"

"Iya."

"Buatan kalian sendiri?"

"Enggak sih, mamanya Putra yang buat, kita mah bagian distribusinya. Ibaratnya, kita brand ambassadornya lah," ucap Mikhael penuh percaya diri.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "Haha," aku tertawa hambar. "El, orang kayak kamu cuma ada satu 'kan di bumi?"

"Iya lah, kenapa, Di? Saking jeniusnya kamu berharap aku ada banyak, ya?"

"Hah?"

"Sayang banget, cuma aku doang di bumi. Tapi kamu bisa kok-"

"Bisa apa? Ha?!" aku menyela.

Mikhael sedikit terkesiap atas kalimatku saat itu. Kemudian dia meringis. "Hehe, enggak. Hayuk pergi hayuk, udah panas banget ini." Dia mengalihkan topik. Aku mendengus malas.

...

"Di, udah pernah nyobain siomay paling enak di Kediri belum?"

"Yang mana? di Jalan Veteran itu?"

"Bukan, yang dekat-dekat sini."

Seperti Tulang | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang