15. Hadiah

517 69 5
                                    

Happy Reading 💚




"DEMI APA LO?"

Saat ini Zian tengah berkumpul dengan teman-temannya, sekalian ia memberi undangan pernikahannya. Sudah ia duga, reaksi teman-temannya pasti seperti orang kesurupan. Sementara ia duduk dengan santai memandangi ekspresi terkejut temannya.

Yohan yang telah membuka surat undangan terlebih dahulu, membaca nama mempelai wanitanya. "Freya?"

Mendengar itu Agam dan Afgan menoleh ke arahnya. "Yan, kameranya lo tarok dimana sih?" Agam yang masih tak percaya menelusuri penjuru kafe berharap menemukan kamera. Bisa saja saat ini mereka tengah di prank oleh Zian.

"Kalian pernah lihat gue bercanda?" Mendengar suara Zian barusan membuat temannya terdiam. Memang Zian ini sangat jarang bercanda bahkan dikatakan tidak pernah. Apalagi ini soal pernikahan, mana mungkin ia main-main.

"Keren ya main lo, gak pernah pacaran, sekalinya dapat cewek, langsung ke pelaminan." Ujar Afgan menatap Zian dengan bangga.

"Kenalin ke kita lah, calon bininya siapa?"

"Jangan mau Yan, dia kan tukang tikung." Kompor Agam, karena Agam pernah menjadi korban Yohan.

"Kampret, itu masalah udah lewat, ya. Lagian itu kan gue gak tau dia cewek lo, dia ngakunya gak punya pacar!" Yohan membela dirinya.

"Alah masa lalu kalian ributin, sedangkan masa lalu lo-lo pada udah punya anak dua, kalian kapan?" Ujar Afgan, alih-alih menenangkan suasana, ia malah semakin memperkeruh suasana.

"Tau darimana lo dia punya anak dua?"

"Gak tau sih, barusan gue kan ngarang." jawaban yang di beri Afgan sontak membuat Yohan dan Agam melemparinya dengan tisu.

"Tapi serius, calon bini lo orang yang kita kenal gak?" Zian menggeleng, sedetik kemudian ia mengangguk.

"Apaan dah, geleng-geleng trus ngangguk- ngangguk," ujar Yohan sembari memperagakan gerakan kepalanya.

"Dia cewek novel itu, sekaligus orang yang pernah ketemu dengan Agam,"

"SEMPIT BANGET DUNIA!" Rekasi yang di beri Agam membuat pengunjung di sebelah mereka menjadi kesal.

"Mas, suaranya bisa di kondisikan, kalau mau berisik ke hutan aja sana," tegurnya memandang Agam dengan sinis.

"Sorry mbak sorry," Agam menyatukan kedua telapak tangannya kepada perempuan yang duduk sendirian di meja sebelah mereka.

"Buset, cewek cantik tuh," bisik Afgan kepada Agam.

"Percuma cantik tapi galak, serem kalau gue punya pasangan kayak dia," Agam bergidik ngeri.

"Kualat mampus lo!"

Zian melihat jam pada pergelangan tangannya, hari sudah menunjukkan pukul 17.00. Ia meminum habis kopi yang ia pesan.

"Gue cabut duluan,"

"Bareng aja," ketiga temannya ikut berdiri lalu meninggalkan kafe. Diam-diam Agam melirik perempuan yang menegurnya tadi. Dengan cepat ia menoleh ke depan saat perempuan itu juga menatapnya.

"Mobil gue lagi di servis, gue bareng lo ya?" Yohan menatap Zian dengan matanya yang berkedip-kedip, tak lupa ia pancarkan senyum termanisnya.

"Gak!"

"Pelit amat lo!" Seketika ekspresi Yohan berubah.

"Gue mau jemput calon bini,"

"Mentang-mentang udah punya bini, sama temen sendiri jadi pelit huuuu," Yohan menyoraki Zian.

Mencari & Berharap (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang