15. Bunga rindu

42 23 30
                                    

"Nih! Minum!"

Mark melemparkan botol minum membuat Binar yang tadinya akan duduk jadi urung. Apa yang dilakukan Mark membuatnya mendengus sebal. Bagaimana tidak, botol minum itu hampir saja mengenai wajahnya. Ah, lelaki itu memang selalu menyebalkan.

Dengan perasaan dongkolnya Binar pun mendudukkan diri di dekat matras. Ia bersandar nyaman seraya menenggak air minum pemberian dari Mark. Dahaga yang luar biasa yang ia rasakan setelah berlatih bela diri bersama lelaki itu. Ya. Hari ini Mark menjadi pelatihnya menggantikan Karl yang tengah pergi ke luar kota.

Dilatih bela diri oleh Mark dirasa amat sangat melelahkan menurutnya. Bukan hanya fisiknya saja yang lelah, tetapi batinnya pun ikut lelah. Pasalnya Mark tak hentinya membuat perasaannya dongkol dengan cibiran-cibiran yang dilontarkannya. Menghina dirinya yang masih belum menguasai trik-trik yang diajarkan. Ah, intinya mulut lelaki itu tak hentinya mengoceh.

"Kamu memang aneh Sur. Latihan bela diri tapi baju kamu kayak mau pergi muncak." Lihat! Lelaki itu sudah kembali mengejeknya. Mark menyeringai, menatap jaket yang membalut tubuh Binar.

"Terserah saya mau pake baju apa." Balas Binar sebal. Botol minum yang ia simpan di matras lalu setelahnya ia bangkit berdiri mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Gerak-geriknya yang tak luput dari tatapan Mark. Lelaki itu kemudian tertawa sinis melihat Binar yang berkali-kali menyeka keringat di dahinya.

"Kalo gerah lepasin aja jaketnya." Ucap Mark masih dengan senyum miringnya. Ia tahu apa yang menyebabkan gadis itu mengenakan pakaian yang begitu tertutup. Gadis itu pasti tidak mau jika lekuk tubuhnya terlihat olehnya ketika berlatih bela diri.

' Cih! Padahal saya sudah tahu kalo kamu perempuan, Surya ' batinnya.

Binar hanya berdehem kikuk tak mempedulikan lelaki itu. Kembali dirinya sibuk dengan ponselnya, mengetikan sesuatu di sana. Ia tengah membalas pesan Darren.

Sama halnya yang dilakukan oleh Mark. Ia juga sibuk degan ponselnya. Memeriksa beberapa email yang belum sempat ia baca. Hingga tiba sebuah panggilan telepon masuk dan ia pun segera mengangkatnya.

"Baik, tuan."

Panggilan yang berakhir dan Mark segera meraih kemejanya. Dengan terburu-buru ia memakai kemejanya itu kemudian melangkah menuju pintu keluar. Binar yang ia tinggalkan tanpa sepatah kata pun. Karenanya Binar pun menatapnya bingung. Apa yang membuat lelaki itu begitu panik?

Sepeninggal lelaki itu dan Binar kembali mendudukkan diri. Bersandar nyaman seraya memejamkan matanya. Keheningan yang ia nikmati mengusir rasa lelahnya ini. Hari-hari tanpa sang tuan yang jarang sekali ia dapatkan. Hari dimana dirinya bisa menghirup udara dengan begitu tenang. Perasaan yang begitu damai yang amat sangat ia rindukan.

Terhanyut dengan kesendiriannya dan ia baru sadar bahwa jarum jam sudah menunjukkan pukul 4. Dengan buru-buru ia pun bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan ruangan. Handuk kecil yang tersampir di bahunya ia gunakan untuk menyeka keringat di lehernya.

Tiba di teras rumah utama ia disuguhkan dengan pemandangan yang membingungkan. Yakni orang-orang yang tengah berkerumun di dekat Shanna yang sedang menangis. Entah apa yang terjadi hingga dokter itu menangis tersedu-sedu seperti itu. Karena penasaran Binar pun semakin mendekat.

"A-ada apa ini?" Tanyanya membuat orang-orang di sana menoleh. Termasuk Shanna sendiri.

"Anaknya Dokter Shanna hilang." Jawab Tomi, salah satu pengawal juga.

"Apa? Hi-hilang." Keterkejutan itu hanya Tomi balas dengan anggukan. Rautnya yang begitu sendu kembali memandangi wanita itu.

Binar mengatupkan mulutnya, bertanya-tanya dalam diam kenapa anak itu bisa sampai hilang. Padahal dia bukan sedang berada di tempat umum melainkan berada di rumah ini yang mana ditinggali banyak penjaga.

Be your priority | Obsession; Love and hate (New story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang