16. will there be a miracle?

503 75 16
                                    

Jaemin membaringkan tubuh Minjeong dengan hati-hati, lalu kembali menatap Sangheon dengan tajam.

"Sejak kapan Minjeong jadi punya lo?"

"Sebelum lo dateng, gue sama dia baik baik aja"

Jaemin tersenyum kecut disusul helaan nafas "Males gue ngomong sama orang gila kaya lo!"

Ia sesantai itu karena tau betul bahwa Sangheon tak bisa menembak, terlihat jelas dari caranya memegang pistol itu.

"Lo ngebunuh ibu gue, lo ngebunuh adik gue, dan semua bukti bukti itu lo putar balik seolah olah yang ngelakuin abang gue! Lo pikir Minjeong pantes dapet cowo kaya lo?!"

"Bodoh! Gimana kalo semua keputusan kepolisian bener, dan semua itu beneran abang lo yang ngelakuin? Sepercaya itu lo sama abang lo setelah lo liat dengan mata kepala lo sendiri gimana beringasnya dia ngehabisi mangsanya?!"

Sangheon diam membatu mendengar sarkasan Jaemin.

"Abang kenapa gak dateng dateng?! Kalo Abang Dateng lebih awal Haeun ga bakal kaya gini bang!!! Balikin semuanya kaya sebelumnya bang! Ini semua karena kelakuan abang, tapi kenapa gue yang jadi korbannya?!!"

Suara belasan tahun lalu itu masih memenuhi pikirannya, luka lebam di seluruh tubuh, mata yang bengkak, hingga alat vital yang robek membuat Haechan merasa bersalah selama bertahun tahun lamanya. Adiknya dinyatakan meninggal dunia karena depresi dan trauma berat karena kelakuannya, keluarga kecil yang berjumlah empat orang itu awalnya harmonis hingga kini hanya tinggal ia dan ibunya.

Jeno membelalak, bola matanya bergerak menoleh ke arah sumber suara. Suara tembakan itu terdengar tiba-tiba dan sangat nyaring, siapa itu? Sontak bola matanya kini bergerak menatap senapan yang masih tergeletak di tempat sebelumnya.

Jika senapan Jaemin masih disana, lalu siapa yang menembak siapa???

Langkah kakinya semakin cepat menuju suara tembakan itu mengecek apa yang terjadi, dan semoga dugaannya salah.

Benar, Jaemin berdiri layaknya sebuah patung menatap Sangheon yang telah bersimbah darah karena tembakan yang tepat mengenai paru-parunya. Di tangan kanannya masih memegang sebuah pistol dan seringainya pun muncul begitu saja.

Bola mata Jeno bergetar, ia bagai kembali pada beberapa tahun yang lalu persis saat Jaemin melakukan hal serupa. Semua benar-benar sama kecuali korban, saat itu ia hanya bisa menyaksikan apa yang terjadi dengan tatapan kosong, dimana itu adalah pembunuhan pertama yang ia saksikan di depan mata kepalanya sendiri.

"Jaem... Dia___"

"Gue muak sama keluarga brengsek ini, kenapa gue nyisain kakak beradik pembuat onar kaya mereka..."

Jeevan terus menggenggam ponselnya dengan erat berharap Jeno menghubunginya sekedar memberi kabar, perasaannya was-was karena mendengar suara tembakan ke sekian kalinya.

Sebenarnya apa yang terjadi disana?

Lalu kenapa polisi tak kunjung datang juga? Padahal ia sudah menghubunginya dari awal saat mendengar jeritan dan tembakan pertama.

"Papa ayo balik..." Hanya itu yang Jeevan lirihkan sedari tadi.

Papanya kini adalah seseorang yang paling berharga di hidupnya.

Haechan yang berjalan gontai itu makin  mendekat dan berjongkok disamping Sangheon yang telah tak bernyawa. Tawanya tercipta disusul setetes air mata.

Pria brengsek ini, dialah alasan adiknya menderita hingga menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang masih belia.

"Chan udah....!" Tegas Jeno saat Haechan mencoba menikam jasad Sangheon dengan sajam yang ada ditangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reciprocal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang