13. Can't time go on longer?

1.8K 120 39
                                    

Tawa ayah dan anak itu cukup keras, mereka berdua bermain game bersama setelah sekian lama. Jeno berhasil membangun kembali keluarga hangatnya meskipun tidak ada peran Karina kali ini.

"Papa curang kalo gini nih, apaan coba!!"

Jeno tertawa terbahak-bahak melihat wajah Jeevan yang berubah menjadi kesal karena ia curang bermain game di komputernya.

"Ah males ah main sama papa, gak asik!!"

Jeevan melepas headphone nya, dahinya berkerut karena kesal. Dan Jeno masih menertawai Jeevan sampai matanya hilang.

"Jeevan main basket aja deh!"

"Dih gitu aja ngambek Jeev..."

"Kaya papa engga aja!"

Sahut Jeevan seraya masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil jaket dan topi baseball favoritnya.

Jeno mematikan komputernya, lalu duduk di sofa menunggu Jeevan yang berganti pakaian.

"Papa ngapain?"

Jeevan mengernyitkan dahinya menatap Jeno yang telah menggunakan topi berwarna hitam.

"Papa ikut... Gak boleh?"

"Ah ngapain sih?!!"

Raut wajah Jeno kini berubah murung mendengar ucapan putranya.

"Cuma gara-gara game tadi kamu jadi kaya gini Jeev ke papa? Sakit hati papa dengernya, kan bisa ngomongnya gak pake ngegas gitu"

Ia melepaskan topi yang telah ia kenakan seraya berdiri dari tempatnya tanpa menatap Jeevan lagi.

Bocah lelaki itu menghela nafas menatap punggung sang ayah yang berjalan menuju kamar.

"Papa ngosongin jadwal beberapa Minggu, kita bisa spend time together Jeev... Kita bisa main game terus tanpa takut diomelin mama"

Ia kembali memasuki kamarnya, dan memilih mewurungkan niat bermain basket bersama teman-temannya. Ia ingin menghargai sang ayah yang memilih meluangkan waktu untuknya.

Tenang saja, Jeno tak marah pada Jeevan. Ia hanya iseng pada putranya.

Jeno membaringkan tubuhnya di atas ranjang, mengecek ponselnya sebentar, lalu meraih bantal untuk menutupi wajahnya. Bantal itu rutin ia semprot menggunakan parfum yang sering digunakan Karina, ini agak memalukan karena sampai detik ini ia masih belum bisa melupakannya.

Kenapa? Tolong jangan tanyakan kenapa padanya, karena ia pun tak tau pada dirinya sendiri.

Tok, tok, tok!!!!

"Hmmm?" Ia berdehem kecil seraya mengernyitkan dahinya menatap pintu kamarnya yang telah ia tutup.

"Pa? Boleh masuk ga?"

"Masuk aja"

Pintu itu pun terbuka, dan muncullah putra semata wayangnya dari balik pintu. Jeno menaikkan sebelah alisnya menatap wajah Jeevan yang datar.

"Belum berangkat?"

Dia menggeleng kecil seraya duduk di sebelah Jeno "Beli game yuk pa"

"Kenapa? Kok game? Gak main basket?"

"Dibatalin pa, Coach baru ngabarin tadi di grup"

Jeno mengangguk paham lalu kembali menatap wajah putranya yang cemberut. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya seraya mengatupkan bibirnya.

"Oke, ayo pergi..."

"Beneran??"

Jeno mengangguk cepat seraya berdiri dari tempatnya "Beneran, sekalian belanja bulanan sama keperluan peringatan kematian mama kamu..."

Reciprocal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang