ten

7 2 0
                                    

Rion masuk ke ruang kerja dengan perasaan gelisah. Dirinya sedari tadi mondar-mandir, bingung bagaimana caranya untuk memberitahu Tuannya tentang hal yang ia lihat tadi pagi. Apakah ia harus mengatakan semuanya pada Izekiel? Atau dia lebih baik untuk diam karena hubungan Tuannya dan Eleanor hanya sebatas kertas?

Pintu berbunyi tanda terbuka, Izekiel masuk ke dalam ruangan kerjanya dengan wajah datar dan langsung duduk di kursinya tanpa memperhatikan Rion. Rion menyapanya dan Izekiel mengangguk, kemudian berkutat dengan dokumen-dokumen yang sudah disediakan Rion di mejanya.

Pikiran Rion masih kalut. Ia masih tidak tahu untuk berbuat apa. Izekiel yang mulai sadar dengan gelagat aneh Rion mulai bertanya.

"Kau ini kenapa?" Tanyanya dengan alis naik sebelah.

Rion menggigit bibir bawahnya, menarik nafas sebentar dan mulai membeberkan semua hal yang ia tahu. "Saya...tadi melihat Nyonya pulang dengan laki-laki, Tuan."

Izekiel mengangguk. "Lalu?"

"Nyonya pergi semalam--"

"Tidak. Maksutnya, hubungannya denganku apa?" Izekiel tidak bereaksi apa-apa. Kedua matanya fokus menatap kertas-kertas yang ia pegang.

Mata Rion terbuka lebar. Ia tidak menyangka bahwa Tuannya bereaksi seperti ini. "T-tapi Tuan..." Ia terdiam sebentar, membaca ekspresi Izekiel. "Baiklah. Maafkan saya yang sudah lancang."

"Tidak. Tidak masalah. Kau tahu kan hubunganku dengan Eleanor seperti apa. Biarkan saja." Kata Izekiel cuek.

Rion tidak mengerti. Terkadang, ia sangat yakin bahwa Tuannya sudah mulai tumbuh rasa suka dengan istrinya. Tetapi setelah mendengar respon Tuannya hari ini, ia memilih untuk tidak pernah membicarakan kembali mengenai lelaki yang ditemui Eleanor.



-



Sudah siangpun kepala Eleanor masih terasa sakit. Eleanor terbangun dari kasurnya dan meminum air putih yang sudah disiapkan oleh pelayan. Tak ingin terbaring lebih lama, Eleanor memanggil pelayan untuk mempersiapkan mandi serta makan siang.

Setelah semua siap dan Eleanor sudah selesai mandi, Eleanor terkejut melihat Izekiel ada di kamarnya.

"Mau apa kau ke sini?!" Tanyanya yang sibuk mengeringkan rambutnya. Ia duduk di depan cermin. Eleanor bisa melihat suaminya duduk di sofa dengan jelas dan sedang menatap matanya dalam. Ia mengalihkan pandangan.

"Aku melihat pelayan datang membawakan obat untukmu." Izekiel melipat kedua tangan dan menyilangkan kaki.

"Sudahlah, kau keluar saja!" Tegasnya yang masih mengeringkan rambut.

Izekiel berjalan mendekati Eleanor, mengambil pengering rambut itu dari tangan Eleanor dan membantu istrinya. Sebelum Eleanor marah padanya, Izekiel membungkamnya. "Kau diam saja. Biar ku bantu."

Eleanor tidak menatap cermin, ia kembali mengalihkan pandangannya.

Izekiel melihat beberapa bercak merah yang ada di leher Eleanor. "Sudah puas bertemu dengan kekasihmu?" Tanyanya datar.

"Aku tidak memiliki kekasih!" Tegas Eleanor.

Izekiel tidak membahas lebih lanjut. Eleanor pun diam seribu bahasa. Alasan dia menemui Wilhelm kemarin adalah ingin menghindar dari Izekiel. Dia benci digoda suaminya. Dan tanpa sadar, Izekiel terkadang sering berjalan-jalan di pikirannya. Eleanor mencoba untuk menghilangkan Izekiel dari pikirannya dengan menghabiskan waktu dengan Wilhelm. Eleanor pikir dengan tidur bersama Wilhelm bisa menghapus wajah suaminya dari bayang-bayangnya. Tidak peduli berapa kali dia mencium bibir Wilhelm atau menyentuhnya, ia kemudian membayangkan Wilhelm adalah Izekiel. Membayangkan apakah bibir Izekiel juga seperti bibir Wilhelm, atau mungkin Izekiel menciumnya lebih lembut? Apakah Izekiel juga akan memperlakukannya sama dengan Wilhelm?

Selesai mengeringkan rambut Eleanor, Izekiel segera pergi dari hadapannya. Eleanor melihat Izekiel sudah menutup pintu kamar dari cermin melalui sudut matanya.

"Kalaupun aku memiliki kekasih juga itu bukan urusanmu!" Ujarnya pada diri sendiri. "Aku ingin menghabiskan waktu dengan siapapun juga bukan urusanmu!" Meskipun hal yang dilakukan Eleanor dengan Wilhelm kemarin benar-benar hanya berciuman kemudian tertidur.

Ada hal yang sangat janggal di hatinya. Semenjak dia minum dan tertidur di pangkuan Izekiel, dirinya mulai tidak beres. Eleanor menatap dirinya di cermin lama. Dia mulai kesal dan keluar dari kamar mengenakan pakaian tidur satin berwarna putih tulang sepaha dan rambutnya terurai.



-



Eleanor membuka pintu ruang kerja Izekiel dengan kasar. Rion yang kaget melihat Nyonyanya yang masih mengenakan baju tidur, kemudian pamit keluar untuk memberikan mereka waktu berdua. Izekiel tidak menatapnya sama sekali, tetapi Izekiel paham betul bahwa itu Eleanor. Siapa lagi yang bisa bersikap seenaknya selain istrinya?

Eleanor mendekati Izekiel, menipiskan jarak di antara mereka. Izekiel menatap Eleanor masih sama, seperti yang dia lihat di cermin.

Sial, mata itu lagi. Batin Eleanor.

Eleanor menurunkan pandangannya ke bibir Izekiel sebentar lalu menjauhinya.

"Kau mau apa?" Tanya Izekiel.

Tanpa berpikir panjang, Eleanor meninggalkan Izekiel yang menatapnya menutup pintu dengan keras. Izekiel menggeleng dan kemudian kembali memfokuskan matanya pada dokumen.

Eleanor berjalan ke kamar sambil mengepalkan tangannya. Ia sangat kesal karena hatinya berdegup tidak karuan setelah melihat mata dan bibir Izekiel.

Apa hanya aku yang merasakan hal janggal ini? Apa semua ini benar-benar tidak memiliki efek padanya? Tidak, ini tidak mungkin. Batinnya. 

Paint It All Red (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang