twelve

6 1 0
                                    

Eleanor terbangun dari tidur lelapnya. Ia mendapati dirinya terbalut selimut bulu berwarna merah dongker, dan bau Izekiel. Eleanor tersentak ketika sadar bahwa dirinya sedang berada di kamar suaminya. Memegang kepalanya perlahan karena rasa pusing menghampiri, ia mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin saat ia meminum alkohol.

Sial. Aku tidak ingat apa-apa. Eleanor mengutuk dirinya dalam hati.

Jari-jarinya masih sibuk memijit pelipisnya, Eleanor menyerah dan kembali mencoba untuk berbaring. Ia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, melihat suaminya keluar dari sana. Eleanor buru-buru menutup wajahnya dengan selimut yang sedari tadi membalut tubuhnya. Menggenggam selimut dengan sangat erat, Eleanor berharap suaminya segera keluar dari kamar.

Aku tidak ingin menemuinya sekarang.

"Aku tahu kau sudah bangun." Ucap Izekiel dan langkah kakinya semakin mendekat.

Sialan!

Izekiel mencoba menarik selimut perlahan dan memberikan Eleanor segelas air. "Minumlah dulu. Tenggorokanmu pasti kering."

Eleanor dengan angkuhnya mengambil gelas dari tangan Izekiel dan meninumnya.

Izekiel kemudian mengambil handuk dan mulai mengeringkan rambutnya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah istrinya. "Apa kau merasa pusing?" Tanyanya penuh perhatian.

Eleanor menggeleng. Ia bohong. Kepalanya serasa mau meledak, tetapi dia tidak suka terlihat lemah di depan Izekiel. "Tidak." Ucapnya acuh yang lalu meringis perlahan. Eleanor menggigit bibir bawahnya, menahan bibirnya agar tidak mengeluarkan suara.

Izekiel berjalan ke kamar mandi, menaruh handuknya di sana. Ia lalu mendekati istrinya dan memanggil pelayan untuk membawakan sup hangat serta obat untuk Eleanor. Izekiel duduk di sudut kasur, memegang puncak kepala Eleanor lembut dan mengelusnya. "Berbaringlah lagi, makanan dan obatmu sedang diantar."

Eleanor menepis tangan Izekiel dari kepalanya. "Aku bisa melakukannya sendiri!" Eleanor menatap Izekiel sinis. "Sana pergi. Aku tidak ingin melihatmu!"

Mata Izekiel terbelalak. "Apa?" Tanyanya pelan.

"Pergi sana ke ruang kerjamu! Aku ingin sendiri!"

Raut wajah Izekiel menampilkan rasa kecewa dan bingung. Ia sampai kurang tidur karena rengekan Eleanor yang terus-menerus muncul di pikirannya. Sekarang istrinya itu mengusirnya?

Setelah apa yang kau lakukan padaku semalam, kau...tidak ingin melihatku? Aku bahkan memberitahu Rion pagi-pagi buta untuk membatalkan perjalanan kerjaku karena kau memintaku.

Izekiel mengambil baju kerjanya dan mengenakannya di kamar mandi. Setelah siap, ia pergi meninggalkan Eleanor sendirian di kamar tanpa memperdulikannya.

Harusnya memang aku tidak mendengarkan dia, mengingat egonya lebih besar dibandingkan mansion ini.



-



Eleanor berpikir keras di kamarnya. Apa sebenarnya yang terjadi semalam? Dia benar-benar tidak mengingat apapun. Merasa sangat menyesal mengetahui bahwa dia sudah melakukan hal bodoh, Eleanor berjanji bahwa ini terakhir kalinya dia minum sendirian di rumahnya. Raut wajah Izekiel tadi pagi muncul tiba-tiba di benaknya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia begitu marah?" Eleanor melipat kedua tangannya di dada. "Harusnya aku yang marah. Kenapa aku tiba-tiba ada di kamarnya?!" Eleanor menggeleng tidak percaya. "Tidak...tidak mungkin." Menggeleng kembali, ia melanjutkan. "Tidak mungkin aku yang pergi ke sana, kan?" Eleanor kembali berpikir. "Untuk apa aku ke sana?!"

Paint It All Red (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang