twenty one

6 1 0
                                    

Dokter dan beberapa pelayan keluar dari kamar Izekiel. Dokter menyarankan Eleanor untuk mengawasi suaminya untuk sementara waktu. Eleanor melipat kedua tangannya dan wajahnya terlihat kesal. Ia duduk di dekat kasur Izekiel dan memandangi wajah Izekiel geram. "Mengaku saja. Kau berbohong, kan?"

Izekiel masih dengan mata terpejam, pura-pura tidak mendengar perkataan istrinya.

Eleanor beranjak dari duduknya, tangannya di tahan oleh Izekiel. "Maaf." Ujar Izekiel pelan. Ia terbangun dan menatap Eleanor dengan raut sedih. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksut menipumu." Izekiel masih memegang tangan Eleanor. "Aku...hanya ingin kau terus berada di sisiku."

Eleanor terdiam. Hatinya berdegup terus-menerus. Tak berani menoleh Izekiel, malu untuk menunjukkan wajah merahnya, Eleanor melengos. Izekiel sadar dengan tingkah Eleanor yang memiliki ego tinggi, ia menarik Eleanor hingga istrinya itu terduduk di pangkuannya.

"Apa yang kau--"

"El." Izekiel memeluk Eleanor dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Eleanor. "Aku sangat merindukanmu, El. Aku rela bekerja cepat dan mengurangi jadwal tidurku hanya untuk bertemu denganmu, El. Ku mohon, jangan menghindariku lagi." Izekiel memeluk Eleanor erat.

Eleanor merasakan debaran jantung Izekiel. Ia menelan ludah, menyadari bahwa bukan hanya dia yang sedang berdebar. Mungkin ini saatnya aku juga memberitahu apa yang aku rasakan selama ini. Eleanor membalas pelukan Izekiel perlahan, menghilangkan semua gengsi yang ia milik. Respon Eleanor membuat Izekiel semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku sangat merindukanmu, El." Ucap Izekiel lagi.

Eleanor berdecih. "Kau sedang sakitpun, masih menyebalkan." Ujar Eleanor dengan nada bercanda yang kemudian mencium bibir Izekiel singkat. "Berbaringlah. Kau perlu istirahat untuk segera sembuh."

Izekiel terkejut dengan ciuman yang baru saja diberikan oleh istrinya, namun ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Salah satu tangannya memegang pipi Eleanor dan satu tangannya lagi memegang pinggang Eleanor. Izekiel mencium Eleanor dengan lembut dan pelan, membuat Eleanor membelalakkan matanya. Tangan Eleanor di dada Izekiel, mendorong tubuh lelaki itu untuk segera melepaskan ciumannya, namun bibir Izekiel semakin menarik dan menggigit kecil bibir Eleanor. Izekiel melepaskan ciuman tersebut ketika dirinya sudah puas, ia melihat istrinya yang sedang mengambil napas perlahan.

"Kau...masih sakit." Ujar Eleanor sedikit tersengal. "Istirahatlah dulu."

Izekiel cemberut mendengar perkataan istrinya. "Tidak mau."

"Jangan membantah!" Eleanor mendorong kembali dada Izekiel. "Kalau kau tidak istirahat, aku tidak mau ke sini lagi!" Ancam Eleanor sembari beranjak dari duduknya.

"Baiklah, baiklah." Izekiel berbaring, menarik selimut dan menatap istrinya. "Tak bisakah kau di sini bersamaku?"

"Aku akan kembali nanti."

"Nanti?" Izekiel memegang tangan Eleanor, menahannya pergi.

"Ya, aku akan kembali nanti." Eleanor melepaskan tangan Izekiel. "Tidurlah, istirahat agar kau segera sembuh." Eleanor berjalan menuju pintu dan menutupnya pelan.

Izekiel melemparkan selimutnya ke sembarang arah. Salah satu tangannya menutup wajah dan satu tangannya lagi memegang dadanya yang masih berdebar. Kemudian ia meraba bibirnya. "Aku...ingin melakukannya lagi..."



-



Menunggu, Izekiel terus menunggu istrinya untuk datang ke kamarnya. Hari semakin larut, ia tidak bisa tertidur sejak Eleanor keluar dari kamarnya. Ketika pintu terbuka, bukan istrinya yang ia dapati, melainkan pelayan yang membawakannya makan malam dan obat.

"Apa Eleanor sudah makan?" Tanya Izekiel pada pelayan tersebut.

Pelayan tersebut menggeleng. "Nyonya masih sibuk di kamarnya, Tuan. Ia memerintahkan kepala pelayan untuk membawakan makan malamnya ke kamar."

"Ah, begitu." Izekiel menggigit bibir bawahnya.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan." Pelayan keluar dan menutup pintu kamar Izekiel.

Izekiel membawa makanan dan obatnya menuju kamar Eleanor. Ia tidak bisa menungu lebih lama lagi, ia harus segera menemui istrinya itu. Mengetuk pintu perlahan, dan masuk ke dalam kamar, melihat Eleanor sibuk membaca beberapa dokumen di meja riasnya.

Eleanor tak menoleh, sudah paham siapa yang datang. "Bukankah aku menyuruhmu untuk menunggu?"

Izekiel menaruh makanan di atas meja, kemudian memeluk istrinya dari belakang. "Kalau kau tidak bisa menemuiku, biar aku yang menemuimu."

Eleanor menaruh telapak tangannya di dahi Izekiel. "Kau...masih hangat."

Izekiel membenamkan wajahnya di bahu Eleanor, mencium aroma tubuh istrinya. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya membutuhkanmu."

Eleanor membalikkan badannya, menghadap Izekiel. "Sudah, duduklah di situ sebentar."

Izekiel menuruti suruhan istrinya. Ia setia menunggu dan memandangi punggu Eleanor. Eleanor merapikan berkasnya dan duduk di samping Izekiel. Tak lama, pelayan datang membawakan makanan untuk Eleanor. Mereka makan bersama dan Eleanor memberikan obat untuk Izekiel minum. Selesai makan, Eleanor dan Izekiel duduk di kasur, saling memeluk satu sama lain.

Izekiel mengelus rambut Eleanor perlahan, mencium puncak kepala istrinya. "Jadi, apa yang kau lakukan ketika aku tidak ada di sini?" Tanyanya memulai pembicaraan.

"Tidak ada. Tidak ada yang bisa ku lakukan. Aku...juga merindukanmu." Jujur Eleanor pelan namun Izekiel masih bisa mendengarnya. "Aku tidak menyangka kalau jadinya akan seperti ini. Ku kira, aku..." Eleanor memberhentikan ucapannya, Izekiel memeluknya erat. "Ku kira, apa yang ku lakukan sudah benar. Tetapi...aku salah. Aku membutuhkanmu, Iz." Eleanor menyenderkan kepalanya di bahu Izekiel. "Aku...mencintaimu, Iz." Eleanor mencurahkan semua isi hatinya ke pada Izekiel.

Eleanor menatap Izekiel karena suaminya itu tidak merespon perkataannya. Izekiel menyibak rambut Eleanor yang menutupi pipi dan menangkup pipi Eleanor dengan satu tangannya. Izekiel mencium bibir Eleanor lembut dan Eleanor membalas ciuman Izekiel. Kedua tangan Izekiel berada di pinggul Eleanor dan menaruh badan istrinya di pangkuannya. Ciuman yang lebut itu kemudian berubah menjadi panas. Eleanor mengalungkan kedua tangannya di leher Izekiel, sedangkan kedua tangan Izekiel mengeksplor tubuh bagian belakang Eleanor.

Sela-sela berciuman, Izekiel memberikan ruang untuk istrinya mengambil napas dan kembali melanjutkannya. Bibir bawah Eleanor ditarik, dihisap, dan digigit perlahan oleh Izekiel. Eleanor tidak ingin kalah, ia juga ingin mendominasi suaminya. Izekiel kemudian mengijinkan istrinya untuk mengambil alih.

"Kau benar-benar membuatku gila, El." Ucap Izekiel yang menatap istrinya penuh dengan nafsu dan cinta.

Eleanor memberikan kecupan di leher dan dagu Izekiel, kemudian menatap Izekiel dalam. "Apa kau...mencintaiku?" Tanyanya.

Izekiel mengelus pipi Eleanor dan kemudian tersenyum. "Tentu." Izekiel kembali mengelus pipi Eleanor. "Tentu saja aku mencintaimu, El. Kau tidak akan tahu bagaimana bahagianya hatiku ketika mendengar pengakuanmu. Aku mencintaimu, Eleanor Heimrich."

Eleanor mencium bibir Izekiel dengan kasar dan rakus ketika mendengar jawaban dari Izekiel. Ia sampai lupa kalau suaminya itu belum pulih total. Izekiel tidak menghentikan Eleanor, ia menikmati semua yang dilakukan istrinya terhadapnya. Malam itu mereka berdua habiskan untuk bercumbu mesra, mengisi kekosongan hari-hari di mana mereka tidak bertemu. 

Paint It All Red (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang