seventeen

5 1 0
                                    

Eleanor terbangun mendapati kepalanya bersandar di lengan Izekiel. Pandangannya masih belum jelas, tapi ia bisa merasakan hembusan nafas dan hangatnya badan yang sedang memeluknya saat ini. Tangannya meremas kemeja Izekiel, mendekatkan dirinya pada suaminya. Terlalu nyaman dengan posisinya, Eleanor kembali terlelap.

Sinar matahari menyinari ke kamar Eleanor tanda waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Izekiel terbangun melihat istrinya yang mengerang dan mengernyitkan dahinya. Mengelus punggung Eleanor dengan lembut dan menenangkan istrinya.

"Istriku. Tidak apa-apa, aku di sini." Ucapnya dengan suara serak yang terus menenangkan Eleanor. Matanya masih terpejam dan mengeluarkan air mata. "Ssshh...tidak apa-apa." Izekiel mendekap Eleanor erat dan mengecup puncak kepala istrinya. Usahanya berhasil, lima menit kemudian Eleanor terbangun dan Izekiel mengusap air mata yang terjatuh di pipi istrinya dengan ibu jarinya.

"Dokter berpesan kalau kau harus istirahat total. Aku akan memanggil pelayan untuk mempersiapkan sarapan dan obat untukmu." Izekiel memindahkan kepala Eleanor dari lengannya perlahan, ia beranjak dari kasur dan bersiap untuk pergi ke kamarnya.

Eleanor terbangun dari kasur dan memegang tangan Izekiel, menahan Izekiel untuk pergi. "T-tidak bisakah k-kau di sini untuk sementara waktu?" Tanya istrinya pelan dengan kepala tertunduk dan tidak menoleh padanya.

Izekiel mengangguk. Ia sangat kaget dengan respon istrinya. Tidak ada makian, ataupun pukulan ketika ia bangun. Padahal Izekiel sudah menduga bahwa istrinya akan sangat marah mengetahui bahwa dia menyentuh Eleanor tanpa sepengetahuannya.

Pelayan mengetuk pintu, Izekiel mengijinkannya masuk.

"Aku akan pergi ke kamar sebentar untuk mandi dan berganti pakaian." Izekiel mengelus puncak kepala istrinya. "Aku akan segera kembali." Kemudian Izekiel memerintahkan pelayan untuk berhati-hati ketika membantu Eleanor mengganti baju karena istrinya yang masih lemah.

Eleanor menatap punggung suaminya yang menjauh dan menghilang ketika pintu kamar tertutup. Pelayan meminta ijin untuk memandikan dan mengganti pakaiannya. Eleanor hanya mengangguk lemah dan menunggu Izekiel kembali.



-



Pelayan menyuguhkan bubur untuk Eleanor dan sarapan roti panggang untuk Izekiel. Keduanya berada di kamar Eleanor. Izekiel mengamati istrinya yang sedang menyendok buburnya.

"Apa masih lelah? Perlu ku suapi?" Tawar Izekiel.

Eleanor menggeleng. "Aku bisa sendiri." Jawabnya datar.

Izekiel kembali memakan roti panggangnya. Tak lama mereka selesai dialog, Rion datang membawakan beberapa berkas. Eleanor bingung melihat Rion datang ke kamarnya.

"Ah, Tuan menyuruh saya untuk mengambil berkas ini, Nyonya." Jelas Rion sebelum Eleanor marah.

"Aku yang menyuruhnya." Tegas Izekiel. "Aku akan bekerja di sini untuk sementara waktu."

Rion pamit dan meninggalkan keduanya ketika tugasnya selesai. Izekiel mengambil tisu dan mengelap sudut bibir Eleanor. Eleanor dengan wajah yang masih tertunduk menatap mangkok buburnya, tak berani menunjukkan pipinya yang sedikit menghangat.

"Jangan lupa meminum obatmu." Ujar Izekiel yang kemudian berpindah dari hadapan Eleanor. Ia memulai membaca berkas satu-persatu.

Setelah minum obat, pelayan datang untuk membereskan bekas makan Izekiel dan Eleanor. Eleanor berbaring di kasur, menutup tubuhnya dengan selimut hangat, sesekali mencuri pandang ke arah Izekiel. Kasurnya yang masih terasa hangat, bahkan ia masih bisa mencium harum floral segar milik Izekiel. Eleanor menarik selimutnya hinga menutupi hidung, ia kemudian mencoba untuk tertidur.

Hari semakin siang. Izekiel duduk di kasur, mengelus puncak kepala istrinya pelan. Ia kemudian keluar dari kamar membawa semua berkas yang Rion bawa tadi pagi. Rion terkejut ketika ruang kerja terbuka dan ia mendapati Tuannya berdiri di depan pintu.

"Kenapa tidak menemani Nyonya, Tuan?" Tanya Rion penasaran.

"Kalau aku seharian di sana, dia akan marah. Biarkan dia beristirahat dengan tenang." Jawab Izekiel tanpa menoleh. Ia kembali fokus kepada berkas-berkasnya. Meskipun matanya fokus pada berkas, pikirannya masih memikirkan Eleanor.

Kepala pelayan mengetuk pintu ruang kerja Izekiel. Ia memberitahukan bahwa ada barang datang atas nama Izekiel Heimrich. Kado yang ia belikan untuk Eleanor telah sampai.

"Taruh di ruang kerja saja. Istriku sedang beristirahat sekarang." Perintah Izekiel.



-



Eleanor terbangun ketika matahari hampir tenggelam. Ia memegang kepalanya yang masih sedikit pusing. Eleanor menarik tali lonceng, memanggil pelayan. Beberapa pelayan masuk ke kamar Eleanor membawakan beberapa peralatan untuk dia mandi, dan juga minuman hangat.

"Jam berapa ini?" Tanyanya dengan suara serak.

"Jam lima sore, Nyonya." Pelayan tersebut membantu Eleanor beranjak dari kasur. "Nyonya, kado dari Tuan sudah datang. Tuan menyuruh untuk menaruhnya sementara di ruang kerjanya. Apa harus saya kabari kepala pelayan untuk menaruh kado Nyonya di sini?"

"Kado?"

Pelayan mengangguk. "Tuan memberikan kado untuk Nyonya sangat besar." Ucapnya sumringah.

Kado? Apa yang dia berikan padaku?

Pelayan sudah menyiapkan air hangat dan minyak mawar di kamar mandi Eleanor. Eleanor terduduk lemah, dan memejamkan matanya. Ketika selesai berpakaian, ia memakan bubur dan juga obat yang sudah tersedia di meja. Semua pelayan sudah pergi, ia merasa hampa. Menaruh sendoknya kembali di mangkok, Eleanor pergi ke kamar Izekiel.

Kado? Aku tidak peduli apa yang dia berikan padaku, sekarang yang aku butuhkan bukan itu.

Hatinya berdegup kencang, ia pergi ke kamar Izekiel bukan untuk menemui suaminya. Melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada satupun yang melihatnya, Eleanor membuka kamar Izekiel pelan. Eleanor sengaja tidak menutup kamar Izekiel rapat, agar dia bisa segera melarikan diri.

"Untunglah dia belum selesai kerja." Ujarnya pelan.

Eleanor kemudian membuka lemari pakaian milik Izekiel. Ia mengambil kemeja Izekiel dan menciumnya. Eleanor mengambil beberapa kemeja milik Izekiel. "Dia pasti tidak akan sadar kalau aku ambil beberapa."

Sudah puas dengan apa yang ia dapatkan, ia menutup lemari tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Izekiel sudah tiba di kamar.

"E-el...apa yang kau--" Izekiel juga terkejut melihat istrinya masuk dan mengambil kemeja dari lemarinya.

Kemeja-kemeja yang ada di tangan Eleanor terjatuh ke lantai. Wajahnya memerah, ia menggigit bibir bawahnya, malu.

Sial, kenapa dia datang cepat sekali?!

Paint It All Red (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang