PAGE 005࿙᪣࿚ ᴍᴇᴍᴏʀᴀʙɪʟɪᴀ

131 14 1
                                    

Selama sebulan ini Jungwon cukup bahagia, ia tak lagi merasakan tekanan pada hidupnya dari orangtua, Heeseung juga banyak membantu, bahkan siswa kelas sebelas itu rutin mengajaknya ke kantin sekolah padahal kelasnya cukup jauh dari kelas Jungwon.

Contohnya hari ini, Heeseung celingukan di jendela kelas Jungwon hanya untuk memastikan sang guru sudah keluar, pemuda itu terlihat seperti orang gila, menunggu di ambang pintu sembari tersenyum menyapa gadis-gadis kelas sepuluh di kelas Jungwon.

"Menggelikan!" protes Jungwon, dia meninggalkan Heeseung yang masih saja melambai-lambai pada para gadis. "Eh, kenapa kau meninggalkanku?" dia menyusul, berjalan agak heboh di belakang Jungwon.

Lagaknya Heeseung sok akrab, beberapa kali menyapa gadis yang melewati bangku kantin tempat dia dan Jungwon menikmati sepiring pasta bolognese. "Apa kau juga seperti ini di sekolah lamamu?" Heeseung menoleh, dia mendapati raut kesal Jungwon yang terlihat lucu. "Tentu saja, aku ini populer karena terlalu tampan!" Jungwon mendecak kesal, bisa-bisanya Heeseung sepercaya diri itu.

Dia hari ini jujur agak malas, beberapa orang mulai merecokinya ketika di kelas, entah kenapa mereka sok sekali, itulah kenapa mood Jungwon agak turun. Mata runcing mirip kucing itu mengedarkan pandangan pada sekitar kantin, lagaknya bosan mendapati Heeseung yang tak berhenti genit dengan menoleh pada gadis yang duduk di belakangnya sembari merayu meminta nomor telepon.

Hingga tak sengaja mata Jungwon meniti pada sebuah objek yang cukup membuatnya terdiam. Tiba-tiba saja dia berdiri, berlari kecil meninggalkan Heeseung yang masih belum menyadari bahwa Jungwon telah pergi. "Hey tunggu!" suara melengking itu berulang kali terdengar hingga seorang pemuda dengan balutan celana jeans dan jaket kulit hitam itu terhenti, ada headphone yang bertengger apik di lehernya, dia menatap Jungwon dengan salah satu alisnya yang menukik.

Jungwon berhenti dari larinya, dia terenggah-enggah menatap pemuda itu seraya berkata, "Kita pernah bertemu kan?" Pemuda itu nampak kebingungan, dua pasang paruh baya yang berjalan bersama pemuda itu juga nampak bingung, akhirnya dia menyuruh dua orang paruh baya itu untuk mendahului, "Ayah dan ibu pergi ke ruang kepala sekolah dahulu saja, aku akan menyusul!"

Seperginya dua orang tadi membuat si pemuda kembali meniti Jungwon dari bawah hingga ke atas, "Aku tak merasa pernah bertemu denganmu!" dia berbalik, berniat meninggalkan Jungwon untuk menyusul orangtuanya.

"Kau anak SMA InGen kan?" langkah pemuda itu terhenti, ia kembali berbalik menatap Jungwon, "Siapa kau sebenarnya? Apa kau juga dari Enverse?" pemuda itu cukup terkejut, sedangkan Jungwon tersenyum dan semua yang ia coba anggap sebagai mimpi itu memanglah bukan mimpi. Jiwanya memang tertukar dengan sosok bernama Jungwon, pemilik raga asli yang kini ia tempati.

Jungwon mendekat, dia menatap lekat pemuda di hadapannya bahkan tangannya dengan kurang ajar meraba pipi si pemuda hingga mendapat tepisan. "Bagaimana bisa wajahmu tidak berubah? Aku ingat betul wajahmu juga sama seperti ini di Enverse!" pemuda itu dibuat mati penasaran dengan sosok Jungwon, ia sungguh yakin tidak mengenal sosok kurang ajar yang tiba-tiba membelai pipinya.

"Kau ini siapa sih? Aku yakin tak pernah bertemu denganmu di Enverse!" dia ngotot, mata elangnya menyorot tajam menguarkan hawa yang tak ramah, Jungwon merasakannya, "Oh wow, sabar!" Jungwon mengangkat kedua tangannya berlagak seolah ia akan ditembak dengan pistol kaliber 22, "Seingatku, kau ini perhatian sekali di Enverse, bahkan pada orang asing"

Jungwon terkikik, raut pemuda di hadapannya cukup lucu seperti menahan ingin buang air besar, "Jaan Park, benar" Jungwoon ingin memastikan, pemuda itu melebarkan matanya, ketika Jungwon mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah sapu tangan, dengan sulaman kupu-kupu yang salah satu sudutnya tertulis nama 'Jaan Park'

Inilah alasan Jungwon atau Sangwon tetap tidak bisa menganggap apa yang ia alami selama di Enverse hanyalah mimpi dari komanya seperti kata Heeseung maupun dokter yang menanganinya. Karena nyatanya, sapu tangan pemberian dari sosok bernama 'Jaan Park' itu terselip pada saku celana pasien yang ia kenakan.

"K.. Kau!" Jungwon mengangguk, pemuda itu kini ingat mengenai kecelakaan kereta gantung yang mengerikan di Enverse 2816. Ia mengusap wajahnya agak kasar, lalu kembali terdiam lekat menatap Jungwon. "Ya, apa kau ingat memberiku sapu tangan ini ketika aku menangis di gerbong kereta!" Jungwon memamerkan gigi ratanya.

"Mau berteman?" Jungwon mengulurkan tangannya, pemuda pemilik sapu tangan dengan nama Jaan Park itu, hanya melirik tangan Jungwon, namun kemudian membalas uluran tangan itu walau agak ragu. "Yang Jungwon!"

"Park Jongseong" ujarnya buru-buru melepaskan tangan Jungwon, "Oh apa itu namamu dari raga barumu?" Jongseong mengangguk, tangannya melepaskan lilitan Headphone pada lehernya dan memasukkan benda itu ke dalam tas selempang miring kehitaman miliknya. "Siapa namamu di Enverse?" Jungwon mengikuti Jongseong berjalan santai untuk menyusul kedua orangtuanya yang tengah memindahkan Jongseong ke sekolah tempat di mana Jungwon berada.

"Lee Sangwon" Jongseong mengangguk-anggukkan kepalanya, "Cukup mirip, hanya wajahmu saja yang agak berbeda" Jungwon tak mendebat, memang hal itu nyata apa adanya.

Jungwon benaran mengantar Jongseong hingga ke depan ruang kepala sekolah, kemudian ia pergi karena jam istirahat mulai habis. Baru saja ia hampir sampai di pintu kelasnya, ia menabrak Heeseung yang keluar dari kelas Jungwon, "Astaga, kau dari mana? Aku mencarimu, ku kira kau kabur ke kelas mendahuluiku!"

Jungwon hanya terkikik, "Hanya bertemu teman lama, sudahlah kakak kembali ke kelas saja. Sebentar lagi bel masuk akan terdengar!" Heeseung membolakan mata, dia menatap Jungwon tak percaya, "Hei Yang Jungwon, kau tak kesurupan, kan?" apa-apaan Heeseung ini, Jungwon menepis tangan Heeseung yang bertengger di kedua pundaknya.

"Ada apa denganmu sih?" Jungwon agak kesal, kali ini Heeseung semakin membulatkan mulutnya, "Kau kesurupan apa hingga memanggilku kakak? Wahhh Yang Jungwon sudah bisa marah dan berteriak!"

Jungwon sebelum koma adalah pribadi yang lembut, rapuh, dan pendiam. Dia juga tidak memanggil Heeseung dengan sebutan kakak karena ingin merasakan memiliki teman sebaya tanpa embel-embel usia. Jungwon merotasikan matanya malas, dia bersedekap sembari mengamati keterkejutan Heeseung yang menurutnya terlalu aneh, "Sudahlah, kenapa kau selalu membesarkan hal kecil? Bukankah itu wajar aku memanggilmu kakak, dan juga aku masih ingat tadi pagi kau mengatakan akan ada ulangan setelah jam istirahat pertama"

Heeseung kembali sadar, dia langsung pergi dan tak lupa pula mengacak-acak rambut Jungwon. "Dia benar-benar aneh!" keluh Jungwon, ia hanya mendesau dan kembali mendudukkan dirinya di kursi paling belakang.  Jungwon mengabaikan tatapan teman-temannya yang selalu memandang dan berbisik-bisik entah apa itu, dia sungguh ingin menutup telinganya rapat-rapat dan mendapatkan ketenangan dalam belajarnya.

Mei, 24-2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mei, 24-2024

WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Memorabilia [JayWon] Jay X JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang