Sebenarnya ini terhitung masih pagi, jarum jam dinding menunjukkan pukul delapan tepat. Asap hangat mengepul dari sebuah gelas berisi cairan coklat bening atas rendaman Rosella dan Chrysantemum kering bermanis gula batu. Menyegarkan suasana pagi dari lelaki paruh baya yang mencecap ringan teh dalam gelasnya ditemani kegaduhan lantai atas dari tiga orang pemuda yang sepertinya bermain kejar-kejaran.
"Mereka benar-benar terlihat seperti balita!" kekehan manis terdengar lembut dari seorang wanita paruh baya yang berkutat dengan bahan-bahan dapur menciptakan sebuah sajian lezat untuk keluarganya. "Sudah berapa lama Jungwon tak tertawa selepas itu? Aku jadi bahagia melihatnya lebih cerah!"
Suara hentakan kaki terdengar menuruni anak tangga, diiringi gelak tawa saling bersahutan dari tiga pemuda. "Bibi, lihatlah Jungwon salah memakai deodoran untuk muka, hahaha!" Heeseung membuntuti Jungwon sampai-sampai membalas dengan berusaha menggelitik perut Heeseung. "Dia menggangguku terus. Ibu, hukum dia!"
Keduanya terus bertengkar, diikuti tangan Jungwon yang menjambak Heeseung secara brutal. "Bibi, anakmu menyiksaku!" sungguh pemandangan itu begitu menyenangkan, tuan Yang tersenyum melihat puteranya begitu bahagia, ia sangat berterima kasih pada Heeseung yang selalu menemani dan menjaga Jungwon.
Mereka diinterupsi oleh sang wanita paruh baya itu, ketika hidangan mengepul panas dan menguarkan aroma menggoda memancing perut untuk bergoyang. "Maaf, keluarga kami selalu memakan hidangan sederhana!" kata itu ditujukan untuk Jongseong, pemuda putera tunggal pebisnis Park Junhui yang tak mungkin memakan hidangan berbahan murah.
"Itu tak masalah tuan Yang. Aku bukan pemilih!" ujar Jongseong sopan. "Di sini terlalu ramai, kan? Dua bocah ini tidak akan diam jika tidak sedang tidur!" kemudian kembali terkekeh sebelum menenggak kopi. "Ini lebih baik paman. Rumahku sepi seperti tidak memiliki penghuni!" rautnya kecewa, ditutupi dengan senyuman manis.
Sang kepala keluarga menguarkan kehangatan untuk tiga pemuda itu, sang istri juga begitu ramah, jujur Jongseong merasakan kembali suasana kehangatan keluarganya di Enverse. Matanya berkaca-kaca, membendung air mata yang mendobrak ingin keluar, keluarga tuan Yang mengira anak itu menginginkan rasa kehangatan keluarga karena Park Junhui beserta istrinya terkenal gila kerja.
"Kau pasti benar-benar kesepian, seringlah main di sini bersama Jungwon dan Heeseung, kami senang sekali rumah ini semakin ramai!" dia mengangguk, Heeseung mencoba mengakrabkan diri dengan menepuk halus pundak Jongseong secara berulang.
Jungwon sedikit menggeser kursi mendekati kursi Jongseong, berbisik-bisik pada dua lainnya, "Ayo jalan-jalan, ku dengar anak-anak di kelas waktu itu berbicara mengenai pameran seni terbuka dan bazar makanan di distrik sebelah!" Heeseung menatapnya sengit, mencubit pipi Jungwon gemas akan ucapan anak itu. "Kau ini masih sakit Jungwon!"
"Tidak-tidak, jika aku mendapatkan banyak makanan di sana aku akan sembuh total, percayalah padaku!" Heeseung mendecih, menggeleng-geleng lembut sembari melipat tangannya di depan dada, "Aku tidak percaya padamu, aku hanya percaya pada Tuhan!"
Mimik muka Jungwon menjadi kusut, Heeseung selalu saja seperti itu, "Sudahlah, setujui saja kemauan dia, Heeseung!" Jongseong menyarankan, apa salahnya, toh ada mobilnya yang menganggur di halaman rumah Jungwon. Mendengar pembelaan dari Jongseong, Jungwon menggeser diri lebih dekat ke putera tuan Junhui, menimbulkan mimik kesal yang terlihat jelas di wajah Heeseung. "Nanti kamu pingsan lagi, Jungwon!"
"Seung, kita bisa ke sana pakai mobilku, itu juga bisa disiasati buat beberapa kali istirahat nanti!" Jongseong kembali memberi pembelaan terhadap kemauan Jungwon. Heeseung terlihat mendengus, sifat overprotective nya membuat Jungwon semakin risih pada Heeseung, ingat dia bukan Jungwon asli yang akan menurut begitu saja dengan sifat lemah lembutnya. "Paman pasti tidak menyet..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorabilia [JayWon] Jay X Jungwon
Novela JuvenilLee Sangwon, pemuda lugu ini begitu terkejut dengan dirinya yang tiba-tiba bangun ditempat yang asing, ia sangat ketakutan saat mendapati orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal tersenyum padanya. Mereka tak pernah memanggilnya Sangwon, justru...