Ramalan cuaca terdengar pada sebuah televisi yang dibiarkan menyala tanpa seorangpun yang menontonnya. Padahal penghuni rumah itu mendekam di area dapur, bermain tepung untuk mengolah jajanan yang melihat pada sebuah resep tahun 1995 milik almarhum nenek.
"Besok ada badai tuh!" pemuda bernama Yang Jungwon menunjuk televisi dengan dagunya, pemuda di hadapannya hanya mengangguk sembari sibuk mencetak adonan. "Berarti kita tak jadi menjenguk teman ayah?" seseorang di hadapannya hanya mengangguk.
Jungwon menjadi bosan, dia menguarkan aura kesal pada pemuda berkaos hitam itu. "Kau ini kenapa sih? Apa kau kira aku tak tahu jika selama tiga hari ini mendiami ku?" masih tidak ada suara sahutan untuk pertanyaannya, dia mendengus, menyahut ponsel miliknya yang diletakkan di atas meja makan.
Memilih kembali ke kamarnya sembari sambat pada seseorang melalui chat. Beberapa menit kemudian layar ponselnya menunjukkan sebuah ikon panggilan dari temannya, dia tersenyum dan mengangkatnya, "Jay, aku menginap di rumahmu saja, di sini tidak menyenangkan sama sekali, aku akan menelpom ayah saat di rumahmu nanti untuk meminta ijin!"
Mungkin sekitar empat puluh lima menit mobil putra tuan Junhui terdengar di halaman depan rumah tuan Yang. Jungwon segera menyambar jaket putihnya dan berlari keluar dari rumahnya. Heeseung hanya memerhatikan Jungwon, tersirat raut sedih yang bahkan Jungwon tidak akan tahu bahwa mata Heeseung berembun.
Heeseung mengambil ponsel dari saku, lalu menelpon tuan Yang akan hal itu, "Paman, sepertinya aku tidak becus menjaganya lagi seperti saat kami kecil" lalu Heeseung kembali menyimpan ponselnya setelah mendapat beberapa kata sebagai jawaban. Heeseung menghembuskan nafas lelah, mengakhiri semua kegiatannya setelah adonannya terpanggang sempurna.
Heeseung menata penuh pada satu toples kecil, memasukkannya pada totebag dan mengaitkan resleting jaket. Dia berjalan ke luar rumah, mencegat taxi dan melesat menuju pada sebuah gerbang tinggi yang pernah ia kunjungi.
Rumah tuan Junhui, itu adalah tujuan Heeseung, dia menunjukkan wajahnya pada penjaga gerbang agar diperbolehkan memasuki kediaman megah itu. Bel rumah sudah ia tekan beberapa kali, tepat saat pintu terbuka, Jungwon menampakkan diri sembari memandangnya sengit, "Kenapa kau mengikutiku? Kembali saja sana, dan tidak perlu berbicara lagi denganku sampai kapanpun!"
Heeseung hanya diam, dia melihat tepat mata Jongseong seolah menyalurkan kalimat "Aku akan di sini mengawasinya" Jongseong hanya mengangkat kedua bahunya, sembari mengamati Jungwon yang masih bertolak pinggang memandang Heeseung tidak suka.
"Masuklah, Lee Heeseung!" pintah Jongseong, agaknya hal itu membuat Jungwon semakin tidak suka, "Kenapa kau menyuruhnya masuk?" Jongseong menghela, dia tidak ingin ribut dengan tuan Yang karena ayah Jungwon sendiri yang menelponnya bahwa Heeseung harus terus menemani Jungwon, "Itu permintaan ayahmu, Yang Jungwon!" ujar Jongseong.
Merasa di ambang pintu menjadi panas, Jongseong meninggalkan dua temannya itu sembari memberi perintah, "Tutup dan kunci pintunya, akan ku suruh pembantuku menyiapkan satu kamar lagi untuk Heeseung!"
Suasana canggung tak kunjung luntur dari dua orang itu, Jongseong yang merupakan pemilik rumah malah seperti orang asing dan merasa tak nyaman. Televisi dibiarkan menyala tanpa satupun pandangan mereka terfokus di sana. Jongseong melihat Jungwon mencoret-coret selembar kertas, sedangkan Heeseung hanya memerhatikannya dalam diam.
Jongseong berinisiatif, “Jungwon, ada coklat bubuk dari Amerika di dapur, apa kau tak ingin membuat coklat hangat?” rupanya hal itu membuat Jungwon tersenyum, pemuda dengan mata kucing itu berjalan ringan menuju dapur yang lumayan jauh dari ruang keluarga.
Heeseung masih diam, tidak ingin mengeluarkan suara untuk sekedar menyapa Jongseong, "Ku rasa, kau harus sedikit mengalah padanya, turunkan egomu Lee Heeseung! Dia hanya ingin sedikit bebas dan diperhatikan, dia memang punya banyak orang di sekitarnya, tapi jiwa dan hatinya terkurung sendirian"
Yah benar, Sangwon tidak pernah mendapatkan perhatian di Enverse, dia hanya menjadi pion ibunya hingga ia depresi. Setelah dia berpindah raga, mendapatkan keluarga yang selalu lembut untuknya namun jarang sekali menemaninya di rumah membuat Sangwon atau yang selama ini disebut sebagai Jungwon itu selalu mencari perhatian dari sekitarnya. Tetapi dia tidak suka akan perhatian yang terlalu mengekang dan mengurung dirinya seperti yang Heeseung lakukan sejak dia sadar dari komanya.
Tetapi Jungwon juga tidak suka jika Heeseung mengabaikannya seperti beberapa hari ini yang terus saja mendiami Jungwon. Heeseung hanya kesal, karena Jungwon sudah tidak mau mendengarkan nasehat dan kekhawatiran Heeseung. "Aku tidak bermaksud mengambil perhatian Jungwon darimu, tetapi kau juga harus belajar memahaminya"
Heeseung menatap lekat pada mata elang Jongseong, "Yakinlah kau tidak merebut seluruh perhatian Jungwon? Kau bahkan membuat dia tidak lagi mendengarkan nasehatku, Park Jongseong!" mendengar tuduhan itu, Jongseong mendengus. "Nasehatmu terdengar seperti mengekangnya Lee Heeseung! Cobalah sampaikan dengan cara yang halus, dengan begitu dia akan menurutimu tanpa merasa dikekang!"
Nada suara Jongseong agak tinggi di akhir, dia tahu bahwa Heeseung memalingkan wajah, malah membuat Jongseong menjadi panas akan amarah yang tiba-tiba memuncak. "Ku harap kau memikirkan ucapanku lebih dalam Lee Heeseung! Dan satu hal yang harus kau ingat, aku tidak berniat sama sekali membuat Jungwon seperti itu"
Jongseong membenarkan posisi duduknya, sembari mencoba meredam kan emosi, "Pikirkan seluruh tindakanmu, karena kau sendiri yang membuat dia terkekang!" tepat setelah Jongseong selesai berkata, Jungwon kembali sembari membawa nampan yang berisi tiga gelas coklat hangat, dia tersenyum senang, sembari menunjukkan sepiring strawberry dan blueberry yang dia jarah dari kulkas Jongseong.
"Apa kalian lapar?" Jongseong bertanya, sebenarnya dia ingin membeli pizza sejak tadi. "Aku lapar, tapi baru saja para pelayanan sudah pulang" Jungwon memberi informasi, "Aku pesankan pizza, hamburger dan chicken" Jongseong mengambil ponsel, melihat menu delivery untuk memesan jajanan dan minuman.
"Apa kita pesan jajangmyeon juga? Ku rasa akan menyenangkan untuk menonton film sambil makan banyak" ujar Jongseong yang melihat Jungwon mencari rekomendasi film dari tablet milik Jongseong. "Apa aku boleh menitip gingseng hangat?" Heeseung bersuara, Jongseong hanya mengangguk dan menuntaskan segala pesanan pada beberapa toko.
"Kita nonton horor?" Jongseong menatap tak suka pada Jungwon yang tersenyum, "Kau ingin membuatku gemetaran ketika di rumah sendirian karena terbayang hantu?" baik Heeseung maupun Jungwon tertawa.
Ah Jongseong tersenyum samar, 'Sudah mulai akur kembali, rupanya' batinnya. Makanan datang setelah hampir satu jam, setelahnya mereka memilih sebuah film fantasi dan menghabiskan seluruh jajanan sampai larut malam. Mengabaikan badai yang mulai datang untuk beberapa hari ke depan.
Jongseong menatap layar ponselnya, melihat nama sang ayah yang tengah mencoba untuk menghubunginya, "Ayah tak perlu khawatir, ada dua temanku yang menginap!" setelahnya Jongseong memilih terlelap seperti Jungwon dan Heeseung yang terlebih dahulu mengarungi alam mimpi.
July, 06-2024⛔ WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.👑 Hola~
Sorry for late post everyone, jadwal sedang padat banget soalnya, jadi gak sempet buat lanjutin story... 😞
Hope you like it~
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorabilia [JayWon] Jay X Jungwon
Novela JuvenilLee Sangwon, pemuda lugu ini begitu terkejut dengan dirinya yang tiba-tiba bangun ditempat yang asing, ia sangat ketakutan saat mendapati orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal tersenyum padanya. Mereka tak pernah memanggilnya Sangwon, justru...