PAGE 007࿙᪣࿚ ᴍᴇᴍᴏʀᴀʙɪʟɪᴀ

99 15 1
                                    

Tempat-tempat kosong pada meja kantin mulai penuh, segerombolan siswa berteriak melengking hanya untuk mendapatkan makan siang yang mulai menipis. Kali ini Jongseong menatapi dua sosok pemuda yang sedari tadi berdebat hanya karena makanan.

Lee Heeseung, siswa berkaca mata tebal itu sungguh terlihat mengesalkan, dia mengungkapkan rasa khawatir berlebih pada siswa kelas sepuluh yang katanya sahabat kecilnya. Jongseong sendiri kenal si Lee Heeseung karena berada dalam satu kelas yang sama, sebelas sains tujuh. "Bibi akan marah Yang Jungwon, kau tak boleh memakan kacang!"

Jungwon sendiri bersikeras ingin memakan kacang, sedari tadi tangannya mencoba menggapai piring berisi bubur kacang manis yang menggiurkan. "Berikan padaku, Lee Heeseung!" suaranya penuh penekanan, namun bukan Heeseung namanya jika tak kekeuh menjaga Jungwon.

"Kau hampir mati sesak nafas setelah makan kacang ketika umur tujuh tahun, Yang Jungwon!" dasarnya ia hanya jiwa pengganti yang penuh penasaran akan berbagai macam rasa makanan di dunia barunya itu, jelas Jungwon akan memaksa si Heeseung untuk tak menghentikannya. "Aku tak akan mati Lee Heeseung!"

Cakupan tangan Jungwon cukup cepat, Heeseung kuwalahan sampai terjatuh dari duduknya, bahkan mulut Jungwon berhasil mengecap tiga sendok bubur kacang itu. "Lihat, tidak terjadi apapun padaku!" Jungwon menyombongkan diri. Heeseung agak terkejut, apa alergi bisa sembuh total? Dia membisu, sembari terus mengawasi Jungwon takut-takut efeknya datang belakangan.

Nyatanya tak ada gejala, mereka lanjut berbincang, dan Heeseung pun juga harus pergi menuju pendaftaran ekstrakurikuler basket menyisakan Jungwon dan Jongseong. "Apa dia sepupumu?" Jungwon mengamati punggung Heeseung yang mulai menjauh. "Sahabat masa kecil katanya!" ujar Jungwon, yah dia mengatakan sesuai dari informasi yang ia gali dari Heeseung sejak awal kesadarannya.

Jungwon mengamati sekitarannya, jujur ia agak tak nyaman, banyak pasang mata yang sedari tadi mencuri pandang pada bangku mereka, apa Jungwon terlalu percaya diri mengenai orang-orang yang memandang bangkunya dan Jongseong? "Menurutmu, apa mereka sedang mengamati kita?" Jungwon berbicara cukup pelan, seolah tak mau orang lain mendengarnya kecuali Jongseong.

Jongseong menatap Jungwon yang sedari tadi menundukkan pandangan memerhatikan bubur kacang yang sudah tinggal setengah porsi. "Kurasa iya, mungkin saja ada yang menarik dari kita!" Jungwon menggeleng, memang apa yang menarik dari dua pemuda yang sedang memakan bubur kacang dan semangkuk ramyeon kuah gingseng?

"Mau jalan-jalan ke taman belakang sekolah?" Jongseong menawari, ternyata mendapat persetujuan dari Jungwon. Menyusuri beberapa koridor kelas sembari bersiul ringan, kedua anak adam itu sungguh menikmati waktu mereka di dunia asing ini.

Keduanya duduk bersandingan sembari menyandarkan punggung, melepas letih selama pembelajaran pertama yang agak memuakkan, "Apa kau merindukan Enverse?" rupanya Jongseong penasaran, dia menarik satu permen lalu memakannya. "Tidak, kehidupanku di sana terlalu pelik dan memuakkan, aku lebih suka di sini"

Jongseong tak habis pikir, apa anak ini tak merindukan orangtuanya, "Lalu orangtuamu? Kau tak rindu?" ia hanya menggeleng ribut, "Ayah sudah tidur dengan baik di pemakamannya, dan ibu sudah bahagia dengan keluarga barunya, jika aku tetap di sana, beban ibu semakin bertambah!"

Agak seram, Jungwon berkata demikian sembari pamer senyuman berdimpel, anak ini tak hidup dalam keluarga harmonis, Jongseong dapat menangkapnya, maka ia tak akan bertanya lebih takut-takut menyinggung Jungwon. "Apa rencanamu untuk hidup di sini? Aku mati rindu dengan pelukan ibuku di Enverse!" agak berlebihan memang, tapi Jongseong sedang berkata jujur.

"Jika jiwa asli Yang Jungwon dan Park Jongseong sudah tiada, jelas kita tak akan pernah bisa kembali ke Enverse, Jaan Park!" kikiknya, kenapa Jongseong ini bersikeras kembali ke Enverse, apa bagusnya Enverse? Hanya dunia dengan hawa panas, kapsul pengenyang perut, dan oksigen yang berat.

Tak menarik, Jungwon akan berdoa lebih tajam untuk tak kembali ke Enverse. "Jika jiwa mereka mati, apa raga kita di Enverse juga mati?" mata elang itu membola, Jongseong mendesau serasa tak terima jika raganya harus melayang padahal ia ingin kembali menyapa kedua orangtuanya.

"Bisa jadi raga kita telah mati, apa yang kau harapkan dari kecelakaan mengerikan itu? Tubuhku memang tak terjepit gerbong yang penyok, tapi gerbong kita jatuh dari rel gantung, apa kau yakin gerbong itu tak hancur lebur? Mengingat ketinggian rel gantung sekitar empat meter dari permukaan tanah!"

Fakta sialan, Jongseong menjadi tak semangat mendengarkan ujaran Jungwon, "Jika ditilik, sepertinya kau ini terkenal, Jongseong!" Jungwon mengatakannya sembari melihat banyak siswa-siswi yang memantau mereka dari jauh. "Ahahaha, mana mungkin?" tidak, tidak!  Sebenarnya Jongseong pun ragu, orangtua pemilik raga asli ini tak sedikitpun memberikan pencerahan mengenai kehidupan seorang Park Jongseong selama sebelum kecelakaan mobil katanya.

"Siapa tahu orangtuamu di sini adalah orang kaya!"

"Mungkin juga, mereka tinggal di rumah yang terlalu besar untuk di huni tiga orang saja, hawa di rumah menjadi mencekam ketika mereka bekerja hingga larut malam menyisakan aku sendirian di rumah!" kasihan juga anak ini.

Seorang Jaan Park pasti mendapatkan kasih sayang berlebih di Enverse, dengan keluarga yang selalu hadir menemani harinya, dan sekarang... Dia terlempar menjadi anak pebisnis gila kerja yang jarang pulang ke rumah.

Baru saja Jungwon ingin berkata, tubuhnya tiba-tiba menggigil sampai bulir-bulir keringat membasahi seragamnya, nafasnya semakin memberat, dengan tenggorokan merasa gatal di susul dada yang mulai sesak.

"Hei, kau kenapa Yang Jungwon!" Jongseong panik, mendapati Jungwon yang terus merintih kesakitan sembari memukuli dadanya, "Sial, apa alergi yang Heeseung katakan benar adanya?" Jongseong sigap langsung menggendong Jungwon, berlarian menyusuri koridor untuk menemukan UKS.

"TOLONG MINGGIR!" kenapa sih, siswa-siwi itu malah berkerumun? Menghalangi langkah Jongseong yang sedang terburu-buru. "APA KAU BODOH? MINGGIRLAH SIALAN!" geram sekali melihat siswi-siswi yang tak mengindahkan permintaan Jongseong untuk menyingkir dari jalan.

Sungguh terpaksa Jongseong menerabas dan menyenggol mayoritas dari mereka sampai terpelanting. Sesak Jungwon terlalu parah, pihak penjaga UKS dengan terpaksa memanggil ambulans untuk membawa anak itu ke rumah sakit. Heeseung yang mendengar kabar itu langsung lari terbirit meninggalkan sesi tes untuk ekstrakurikulernya, menyusul masuk ke ambulan bersama Jongseong.

"Dasar Yang bebal Jungwon!" Heeseung memijit pangkal hidung karena pusing mendadak, ia takut membuat orangtua Jungwon kecewa karena tak dapat mengawasinya dengan baik.

"Bibi, kami sedang perjalanan ke rumah sakit, aku akan mengabari kembali saat sudah diruangan rawat nanti!" ujarnya menyesal, terdapat gurat kecewa pada wajah lelah itu.

Jongseong mengamatinya, "Sepertinya kau sangat perhatian pada Jungwon" Heeseung melirik tak berminat mata elang Jongseong yang terkesan tajam. "Tentu saja, aku bahkan mengawasi dan menjaganya sejak kecil, apapun tindakannya jelas aku khawatir akan berbahaya untuknya!"

 "Tentu saja, aku bahkan mengawasi dan menjaganya sejak kecil, apapun tindakannya jelas aku khawatir akan berbahaya untuknya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mei, 28-2024

WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Memorabilia [JayWon] Jay X JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang