PAGE 016࿙᪣࿚ ᴍᴇᴍᴏʀᴀʙɪʟɪᴀ

56 9 0
                                    

Entah bagaimana Euijoo dan Xiang Xiang membujuk Heeseung, sampai-sampai pemuda keras kepala seperti Heeseung menyetujui untuk melibatkan putra tuan Junhui dalam kepentingan mereka. Yah walau sebenarnya Heeseung menyetujui saran Euijoo setengah hati.

Lemparan bantal berbentuk kucing milik Xiang Xiang cukup membuat Heeseung mendecih, Euijoo hanya menatap malas dan lebih memilih untuk mengajak Jongseong bercengkerama. "Jadi tuan muda Park, apa kau setuju membantu kami?" dia tersenyum, nampak begitu lembut.

Jongseong menyandarkan diri pada sebuah sofa beludru kehijauan milik Xiang xiang, dia meniti Heeseung yang sama sekali tak ingin melirik. "Baiklah, aku menerima tawaranmu, asal kalian memberi imbalan padaku!" Heeseung mendecih, sungguh tak suka pada lagak yang ditunjukkan Jongseong.

"Sudah aku bilang, tak perlu melibatkan dia! Kau sudah kaya ingin meminta imbalan apa dari kami yang miskin ini" Jongseong menggeleng-geleng kecil, lucu saja akan sikap Heeseung yang mirip anak kecil.

"Kau ini sangat suka memberikan penilaian buruk pada seseorang dengan mudah ya" Jongseong nampak meremehkan, "Imbalan yang ku mau hanyalah temani aku untuk mengetahui apa yang terjadi denganku sebelum lupa ingatan, hanya itu Lee Heeseung"

Euijoo cukup frustasi melihat perdebatan tak berguna antara dua pemuda di dekatnya, bahkan Xiang xiang abai dan santai sembari menghabiskan cup es cream berukuran sedang. "Ayo kawan, lanjutkan pertikaiam ini... Seru sekali untuk dilihat!" Xiang xiang bersuara pada akhirnya.

"Sudahlah, berhenti kekanakan! Kalian ini sudah umur berapa sih? Masih saja bertengkar tanpa alasan jelas seperti anak kecil."

Heeseung merollingkan matanya setelah mendengar ujaran Euijoo, "Jadi, bagaimana kelanjutannya? Kalian berdua setuju melakukan rencana ini kan?" Xiang xiang mengambil alih pembicaraan, Euijoo terus menuntut jawaban melalui sorot matanya yang tam henti memerhatikan Heeseung dan Jongseong secara bergantian.

"Aku tak masalah, tapi entah untuknya!" Jongseong kembali menyindir, "Seung, tolong kondisikam wajahmu dan jangan egois!" dengusan terdengar kesal mewakili kedengkian hati, Heeseung mengangguk saja setelahnya malah memejamkan mata.

Jongseong sedikit berbincang-bincang akan hal yang ia ajukan sebagai imbalan, nyatanya Jongseong tak seburuk yang diceritakan oleh Heeseung, malah dua orang itu terlihat lebih akrab dengan Jongseong.

Tepukan halus terasa dipipi tirus milik Heeseung, pemuda itu mengerjap sebentar sampai meregangkan tubuh dan terduduk kembali di kursi milik Xiang Xiang. "Pulang ke rumah keluarga Park, sana! Enak saja kau menumpang di rumahku." Heeseung mendecih, dia menyambar jaket kelabu miliknya yang tersampir apik di belakang pintu masuk.

Jongseong rupanya sudah menunggu, mereka berjalan beriringan menuju jemputan yang telah lama menunggu. Sebenarnya, saat setelah pulang dari taman, Heeseung menghapus ego untuk berbincang pada Jongseong.

Sesuai permintaan Euijoo, dia membawa Jongseong untuk ikut serta pada rencana penjagaan mereka terhadap Jungwon. Dan dia memutar otak bagaimana cara bisa pergi menemui Xiang Xiang dan Euijoo tanpa menimbulkan kecurigaan pada Jungwon maupun Sunghoon, apalagi Sunghoon pasti banyak bertanya karena memang dia diamanati pamannya untuk menjaga Jongseong selama berlibur di Macau.

"Kondisikan mukamu, Heeseung! Atau Jungwon mencecarmu dengan banyak pertanyaan." Heeseung hanya menatap ke arah luar cendela mobil, sungguh banyak hal yang telah terjadi dan membuatnya sulit mengatur emosi.

Bahkan setiba keduanya di mansion, Heeseung langsung memasuki kamar tamu setelah sekedar menyapa ibu Sunghoon. Jungwon menukikkan salah satu alis pada sosok Jongseong yang malah santai mendudukkan diri sembari mengganti saluran televisi. "Kalian dari mana sih?"

Akhirnya ia memilih mengungkapkan rasa penasarannya, siapa yang percaya alasan Heeseung meminta Jongseong kembali menemaninya mencari gelangnya yang jatuh di taman? Alih-alih mengajak Sunghoon yang bisa membantunya bercakap menggunakan Cantonese. "Mencari gelangnya"

Jungwon sungguh tak percaya, dia semakin memicing menuntut jawaban jujur Jongseong. "Lihat saja mukanya, masih lesu karena gelangnya tak ketemu, sepertinya dia sekalian mengerjaiku karena kekesalannya padaku, makanya ingin menyuruh-nyuruh!" Sudahlah, Jungwon menyerah saja bertanya pada Jongseong.

Alhasil mata runcing milik Jungwon melirik pada bingkisan di atas meja, bingkisan bawaan Jongseong tentunya. "Apa kau membeli sesuatu?" hidung bangirnya teramat gatal menciup aroma gurih, air dalam mulutnya terasa membanjir. Mata runcing milik Jungwon berbinar, senyumnya mengembang melihat ke arah Jongseong yang menatapnya datar.

"Makan saja, tapi sisakan satu untukku" tangannya bergerak secepat sahutan tangan bayi. Rautnya kembali ceria menatapi setiap jajanan gurih dari balik kotak yang membungkus jajanan itu. Sungguh, Jungwon tidak akan rela jika ternyata ia harus kembali ke Enverse di masa depan.

Lidahnya sibuk mencecap indahnya perpaduan rempah dan kelembutan tekstur jajanan yang dibawa Jongseong, mengabaikan tatapan Jongseong yang tertarik melihat cara Jungwon memakan jajanan. Anak itu lebih terlihat bebas dalam menunjukkan ekspresinya, tanpa rasa basa-basi akan secara blak-blakan untuk mengungkapkan apa dia senang atau tidak.

Mungkin memang efek kekangan yang diberikan ibunya di Enverse, berbeda dengan Jongseong yang memiliki orangtua lebih pengertian. "Jay, coba yang ini, rasanya lebih enak!" Jungwon mengarahkan tangannya yang tengah memegang jajanan tersisa pada Jongseong. Dengan senang hati Jongseong melahapnya, keningnya menjadi berkerut menikmati kelezatan yang begitu kaya di dalam indra mengecapnya.

"Aku tertarik untuk membeli ini lagi, besok aku akan kembali membeli ini!" rasa senang menyelimuti keduanya, "Won" Jongseong bersuara, terjeda cukup lama padahal Jungwon sudah memerhatikan agak serius. Jongseong yang tadinya melirik televisi kini menoleh pandangan terhadap Jungwon.

Dwinetra keduanya bersitatap, menyiratkan keseriusan dan keingintahuan dari masing-masing pihak. "Berhati-hatilah saat masuk sekolah nanti, aku merasa nyawa kita di sini terancam akan suatu hal yang tidak ketahui!" Jongseong mendesau, jemarinya memijit pangkal hidung merasa dia tak akan tenang sepulanh dari liburan kali ini. "Apa maksudmu?"

Jongseong menyandar pada sandaran sofa, dwinetranya menatap langit-langit ruangan yang nampak megah akan lampu-lampu indah nan mahal milih sepupunya itu. "Aku yakin pemilik ragamu itu memiliki suatu hal berbahaya tersembunyi yang membuat nyawanya melayang dan membuatmu hadir sebagai jiwa pengganti!"

Jungwon melirik, otaknya mencoba mencerna segala ucapan Jongseong. Tapi, memang siapa Yang Jungwon ini? Hanya sebatas pemuda dari keluarga menengah dengan gaya sederhana dan tergolong pendiam, sungguh tidak bisa dibayangkan jika ada seseorang yang iri pada pemuda model begitu kan?

Kecuali jika itu adalah Jongseong, maaih banyak kemungkinan jika pemuda itu masuk ruang gawat darurat karena musuh bisnis ayahnya. "Kau bercanda? Jika itu adalah alasa kau berbaring di rumah sakit, mungkin aku percaya!" Jongseong mendengus, sangat sulit sekali berbicara dengan putra tuan Yang ini.

"Won, apapun bisa terjadi. Aku berharap kau bisa berkomunikasi padaku atau Heeseung tentang apapun yang kau lakukan di sekolah, terutama tentang pertemanan. Aku dan Heeseung tidak bisa mengawasimu ketika di ruang kelas, karena kita berbeda tingkat!"

Jungwon memutar bola matanya dengan kesal, "Ya, tuan muda Jongseong!" jawab Jungwon dengan penekanan.

September, 22-2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

September, 22-2024

WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Memorabilia [JayWon] Jay X JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang