PAGE 009࿙᪣࿚ ᴍᴇᴍᴏʀᴀʙɪʟɪᴀ

95 14 0
                                    

Dupp...

Suara tutupan pintu agak mengganggu, namun iris-iris indah itu membesar setelah mendapati dua pemuda pelaku penutupan pintu, "Oh~ Jongseong ikut?" pekikan suara senang mendendang keras di telinga, mengaburkan burung-burung hingga bertaburan di langit sore. "YOI~ Dia sedang sendirian!" nampaknya pemuda dengan surai agak kecoklatan itu tertawa, tangannya tak henti-hentinya menggeledah tas kertas yang sedari tadi ia tenteng sejak memasuki rumah.

"Benar, aku kesepian~ jadi aku akan menunpang di sini hahahaha..." rasanya ia iba pada pemuda itu, tetapi dia hanya menggeleng-geleng ringan sembari tersenyum ramah. "Kasihan!" ejeknya pada akhirnya.

Mata seruncing kucing milik pemuda di atas sofa beludru kebiruan membinar, agak terseok menahan gemetar dia menghampiri hanya sekedar ikut mengintip isi dari tas pembawaan sahabatnya. "Coklat mahal dari tuan muda Jongseong, hehehe!"

Irisnya semakin membesar, hidungnya mencium bau manis candu hingga ia menelan ludah atas sinyal dari otaknya mengirim pesan bahwa aroma manis itu mengguncangkan perut. "Wah, pasti lezat..." garis bibir tertarik indah, menguarkan rasa pikat terhadap hati pemandangnya. "Terima kasih!" Yang Jungwon merasa bahagia. Kali ini, makan adalah kegemaran baru untuknya, ia sangat menikmati hidup barunya yang menyenangkan dari pada harus menelan pil pengenyang perut.

"Seminggu lagi sekolah kita liburan, ayo cepat sembuh. Ayahku menjanjikan destinasi ke negara sebelah, dan aku boleh mengajak teman!" Heeseung sumringah, sepertinya dia harus banyak berterima kasih pada sang pencipta takdir, anak yatim piatu sepertinya tiba-tiba akrab dengan putera konglomerat. "Wohoooo~ Kau tak bohong?" perkataan ini hanya sekedar ingin mendapat kepastian saja.

Jongseong menjelajahi pajangan-pajangan klasik di rumah tuan Yang, dwinetra tajamnya liar menyusur setiap sudut ruangan minimalis dan bersih itu. "Jika kau tak ingin ikut tidak apa-apa, Seung." wajahnya berubah masam, memelas dan berlari kecil tiba-tiba merangkul pundak Jongseong. "Hei, hanya memastikan. Siapa tahu ternyata kau bercanda!"

Lucu juga pemuda bermarga Lee itu, Jongseong sampai menyipit karena bahakannya lumayan keras. "Sepupuku juga ikut katanya, dia akan jadi pemandu selama di sana karena ayah takut aku linglung karena lupa ingatan!" eh~ Heeseung agak terkejut, dia mengamati punggung Jongseong yang masih mondar-mandir tertarik pada barang-barang klasik.

"Jungwon juga lupa ingatan, sekarang dia jadi lebih bebal dan suka mengumpat!" pergerakan tangan Jungwon guna menyuap coklat-coklat mahal pemberian Jongseong pun terhenti, memerhatikan dua entitas pemuda yang sedari tadi memutari ruangan hanya untuk memandangi koleksi ayahnya, kemudian mendengus, "Tak sopan sekali membicarakan hal buruk di depan orangnya langsung, aku tersedak loh!"

Sedetik kemudian ungkapan itu mengundang gelak tawa, mau tak mau Jungwon ikutan tertawa sembari menelan coklat, lalu agak sempoyongan menghampiri Heeseung dan Jongseong diikuti berkacak pinggang. "Kau duduk saja, aku tak mau melihatmu pingsan!" Jongseong menggoda, menghadiahkan pukulan seringan kertas beberapa kali terhadap lengan keras Jongseong. "Kalian ini cocok sekali seperti anak kembar, suka sekali menggodaku sampai kesal!"

"Maaf, maaf... Tak akan ku ulangi!" tangan Heeseung memiliki magnet pada surai lembut putera tuan Yang, mengusak ringan hingga beralih mencubit gemas pipi Jungwon yang mulai tembam akibat kegemaran makannya akhir-akhir ini. Semua tak luput dari pengamatan Jongseong, apa Heeseung sesayang itu? Atau memang hanya sebagai rasa balas budi akan bantuan tuan Yang selama ini?

"Lihat, ayah dan ibu benaran lembur." Jungwon menghela nafas kesal, ia menunjuk-nunjuk pada jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam, sungguh tak terasa waktu mengalir begitu cepat. Jungwon memilih mendudukkan diri di depan televisi bersama Jongseong sekedar melihat berita ramalan cuaca yang katanya akan ada badai salju dua hari lagi.

Heeseung sendiri berkutat di dapur, mewujudkan keahliannya dalam pengolahan masakan untuk makan malamnya bersama Jungwon dan Jongseong. Mungkin membutuhkan sekitaran empat puluh lima menit, telah tersaji masakan khas Cina serta irisan-irisan semangka sebagai pembuka makan malam.

Inginnya memanggil dua pemuda lainnya untuk segera mengisi perut, namun ia di suguhkan dua entitas pemuda di mana sahabat kecilnya terlihat pulas bersandar bahu Jongseong. Senyuman tipis terulas pada bibir kemerahan Heeseung, beserta tatapan sendu dengan dwinetra bening membendung sebuah aliran air.

Heeseung mendekat, sungguh perlahan tanpa menciptakan suara layaknya kaki kucing. Dia menyisihkan beberapa anak rambut Jungwon, kembali tersenyum memberikan kecupan ringan terhadap pucuk kepala Jungwon. Heeseung kembali pada dapur, menyalakan kran wastafel guna menyegarkan muka dan kembali membuat suara seriang mungkin membangunkan Jungwon serta Jongseong. "Astaga, kenapa ada dua sapi tertidur seperti ini? Kalau tak bangun, akan ku habiskan sendiri makanan di meja makan!"

Jungwon gelisah, mendengar kalimat 'makan' membuat dirinya memaksa mata seruncing kucing miliknya untuk segera mengakhiri rasa kantuk. "Akan ku laporkan pada ayah kalau kau tak memberiku makan!" Jungwon memang bebal dan mengesalkan setelah lupa ingatan, tetapi Heeseung tak dapat mengelak jika Jungwon juga sering bertingkah lucu hingga memancingnya untuk terkekeh ataupun terbahak.

"Oh ada bayi kucing mengamuk" Jungwon mendecak, ia melempar sendal rumahan miliknya hampir mengenai Heeseung, gerakan cepat Heeseung mampu menghindari lemparan-lemparan barang ringan dari Jungwon, berakhir mereka kejar-kejaran mengabaikan Jongseong yang telah membuka matanya hanya untuk mengawasi kedua anak itu.

"Seru sekali, tak mengajakku pula!" Jongseong pura-pura kesal, dia berjalan santai mendekati Jungwon hingga tiba-tiba menggelitikinya diikuti Heeseung menciptakan ramainya suasana mengakhiri nyenyatnya rumah tuan Yang. Bahkan Jungwon sampai berlinang air mata hanya karena terbahak menahan geli, sembari beberapa kali membalas gelitikan dua kakak tingkatnya itu.

"Berhenti, berhenti... Aku jadi ingin kencing!" ia berlari kilat menuju kamarnya, mengunci pintu sebagai rasa was-was terhadap Jongseong dan Heeseung agar tak lagi menggelitikinya.

Makan malam berlangsung menyenangkan, dengan Jungwon yang begitu lahap menghabiskan hidangan di piringnya, atau sekedar mencuri-curi dimsum di piring Heeseung, sedikit bercerita ringan, lalu menonton film kungfu lawas sampai tertidur beralaskan karpet bulu lembut kesukaan Jungwon. Tuan Yang pulang pada pertengahan malam, dia nampak bahagia memandangi putranya pulas dijaga oleh Heeseung dan satu teman lainnya.

Memilih tak mengganggu, dia meninggalkan tiga pemuda itu untuk tertidur di depan televisi, dan kembali sebentar guna menyelimuti mereka. "Bahagialah terus, puteraku!" ujarnya setelah memberi kecupan sayang pada kening puteranya, berharap Jungwon akan selalu mendapatkan kebahagiaannya dan melupakan kejadian memuakkan yang melukainya hingga dalam kondisi kritis berbulan-bulan lalu.

Jungwon sedikit terusik, ia menggeliat tak terlalu nyaman namun dapat kembali pulas memeluk lengan kiri Heeseung seperti guling, membiarkan mimpi indahnya mendominasi menghantarkan lelapnya malam membalut setiap otot-otonya untuk lebih rileks.

Juni, 01-2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juni, 01-2024

WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Memorabilia [JayWon] Jay X JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang