Sebuah gramophone terlihat antik, memutar piringan hitam yang terus mendendangkan nada candu membius tiap-tiap pendengar. Alunan Beethoven Silence begitu memanja, menghantarkan setiap pesan penuh kesunyian dan kerinduan dalam sebuah kehidupan bising penuh sandiwara.
Park Jongseong, pemuda berkaos hitam itu menenggelamkan diri dalam balutan selimut, tubuhnya terbujur pada sofa panjang nan empuk pada ruang keluarga, membiarkan gendang telinga menikmati setiap musik yang berputar meramaikan keheningan ruangan.
Setidaknya kedamaian itu terjadi cukup lama, sebelum Sunghoon membuat kebisingan dengan lengkingan suara yang tengah mencecar kedatangan seseorang lainnya tanpa sopan santun ditunjukkan. "Menyingkirlah alis ulat bulu, aku ada pekerjaan penting dengan manusia batu itu!" sahutan tak kalah sengit membuat Jongseong berdecak.
Berdiri malas hanya untuk mematikan Gramophone dan menuruni setiap anak tangga menuju lantai dasar. "Kalian sangat berisik!" cetus Jongseong, memandang tajam dua pemuda dihadapannya secara bergantian. "Oh, lama tak bertemu, Kak!" sapaan keluar dari mulut pemuda bongsor yang kini malah menapaki ruangan tanpa meminta ijin.
Jongseong tak melarang, dia memilih mendudukkan diri sembari mengambil kue kering yang sedari tadi menjadi cemilan untuk Sunghoon marathon acara televisi. "Sudah ku kirim foto orang itu, ku harap kau mencari tahu tentang dia" Sunghoon baru saja mendudukkan diri di dekat Jongseong, tapi bukan berarti dia tak mendengar percakapan dari kedua sepupunya itu.
"Siapa?" Jongseong hanya menggeleng, seolah tak ingin Sunghoon tahu lebih dalam. "Hanya orang aneh yang terus saja membuatku risih di sekolah." Sunghoon mengangguk-angguk, lalu menatap sepupu blasteran Jepang-Cina itu meremeh, "Kau ajak dia bersekolah di sekolah umum?" kelereng mata Sunghoon beralih melirik Jongseong.
"Iya" jawabnya sembari sedikit memberi anggukan sebelum mencecap pahitnya kopi. "Tapi Riki sejak awal hanya home schooling, apa dia bisa beradaptasi?" rupa-rupanya pemuda bernama Riki itu agak tak suka akan ungkapan Sunghoon. "Bukankah aku baik padanya, ku tarik dia agar bersekolah di tempat yang sama denganku agar dia tak hanya berkutat dengan sandi-sandi mengerikan itu, atau menghabiskan waktu dengan terus mengejar jabatan Sniper Siaga Utama"
Selama hampir tiga hari penuh Jongseong mencari-cari informasi mengenai semua sepupu maupun saudara jauh keluarkan Park. Karena Jongseong yakin, para pemuda-pemudi keluarga Park ini tak hanya unggul akademik, tapi juga atletis. Jongseong mencari-cari kandidat yang cocok untuk dia gunakan menjadi mata-mata mengenai pemuda aneh di kelasnya itu, sampai dia menemukan profil Riki yang berada di laci tuan Junhui mengenai sertifikat pelatihan penembakan dan militer muda Milik Riki yang lupa untuk di berikan.
"Kau sudah meletakkan berapa pion di sana?" Jongseong meletakkan toples berisikan kue kering milik Sunghoon, beralih menatap Riki yang terlihat seperti pemuda urakan karena gaya duduknya seperti para preman. "Tak ada, tapi temanku sudah meletakkan beberapa pionnya, menurutku pion miliknya kurang kuat, makanya aku ingin mengajakmu"
Riki tak memperpanjang pertanyaan, anak usia SMP itu sudah mengutak-atik ponsel menelusuri segala sosial media sekolah milik Jongseong. Kemampuan Riki dalam akademik cukup pesat, anak itu menempuh kelas akselerasi sejak SD hinngga SMP, dan sebenarnya sudah memasuki sekolah SMA di Jepang, maka tak heran jika dia bisa bergabung di SMA Jongseong padahal usianya adalah usia normal anak SMP.
Jemarinya telah lihai menyelusuri setiap web sekolah, mengakses seluruh informasi peserta didik dan mencari setiap informasi latar belakang keluarga dari peserta didik di sekolah Jongseong. Hanya dalam sehari saja Riki sudah mengantongi informasi penting target yang diberikan oleh Jongseong, dia hanya butuh melakukan aksinya saja untuk mengetahui motif kelakuan aneh atau tak wajarnya terhadap sepupunya dan teman sepupunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorabilia [JayWon] Jay X Jungwon
Dla nastolatkówLee Sangwon, pemuda lugu ini begitu terkejut dengan dirinya yang tiba-tiba bangun ditempat yang asing, ia sangat ketakutan saat mendapati orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal tersenyum padanya. Mereka tak pernah memanggilnya Sangwon, justru...