Bab 30

463 126 9
                                    

"Cinta memang dapat membuat hidup lebih berwarna, tetapi sakit dalam mencintai layaknya tertusuk pedang tanpa kematian."

(Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz)

♡♡♡

SELAMAT MEMBACA

♡♡♡



   Seorang wanita cantik dengan surai pirang keemasan duduk anggun di sebuah sofa, netranya yang baru terus melihat foto seorang perempuan di tangannya.

   "Apa anda bisa menjadi istri kedua suamiku, Amiirah Reem?" gumamnya.

   Suara dering ponsel di atas meja, membuat sang Wanita mengalihkan pandangannya.

   Sheikha Aisha mengambil iphone miliknya, dahinya mengerut heran melihat nomor tidak terdaftar.

   "Aku angkat atau tidak?" Sheikha Aisha ragu untuk menerima panggilan dari nomor asing.

   Panggilan itu telah mati, tetapi tidak lama iphone Sheikha Aisha kembali berdering, masih dari nomor yang sama.

   "Aku angkat saja, siapa tahu penting." Sheikha Aisha menerima panggilan, menyalakan spiker menaruhnya di atas meja.

   "Assalamu'alaikum, Nak," salam dua orang lembut dari sebrang yang tidak asing.

   Gerakan Sheikha Aisha yang sedang memakai pashimana terhenti, ia menatap kerah iphonenya.

   "Wa'alaikumsalam. Mama, Baba," jawab Sheikha Aisha tersenyum, meskipun kedua orang di sebrang tidak dapat melihatnya.

   "Bagaimana kabarmu, sayang?"

   "Alhamdulillah baik." Setelah memasang niqob, Sheikha Aisha berjalan kearah balkon.

   "Kabar dari Mama dan Baba, bagaimana?"

   "Alhamdulillah kami baik juga, Nak."

   Sheikha Aisha tersenyum, meskipun setitik air mata mulai mengalir di pipi. Ia sangat merindukan kedua orang tuanya.

   "Kalian, tidak rindukanku, ya?" tanya Sheikha Aisha dengan suara bergetar menahan tangis.

   "Sangat, Nak. Kami merindukanmu dan abangmu," jawab Sheikha Asiyah dengan lirih di akhir.

   Mendengar sang Ibu menyebut 'abangmu', Sheikha Aisha terdiam. Pikiran melayang entah kemana, memikirkan sang Abang yang selama ini tidak pernah lagi saling berhubungan.

   "Baba hanya merindukan abangmu, Nak. Soalnya kamu sudah menjadi istri orang, Baba tidak merindukanmu, nanti Sheikh Ahmad bisa cemburu," kata Ibrahim di sebrang yang terkekeh.

   Sheikha Aisha juga ikut terkekeh dengan perkataan sang Ayah, cinta pertamanya yang telat ia dapatkan.

   "Nak, kamu dan abangmu masih sering berhubungan, kan? Apa abangmu sering datang ke Istana Mutiara?" tanya Sheikha Asiyah.

   Pertanyaan sang Ibu tidak bisa Sheikha Aisha jawab. "Tidak, Ma. Kami tidak pernah berhubungan lagi, aku tidak tahu keadaan abang, beliau tidak pernah menelpon apalagi datang kesini," batin Sheikha Aisha tidak berani mengatakannya.

   "Iya," jawab Sheikha Aisha berbohong kepada kedua orang tuanya.

   "Maafkan hamba ya Rabb, hamba terpaksa berbohong," batin Sheikha Aisha memejamkan mata.

MAHABBAH Putra Mahkota Al Hafidz (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang