Bab 33

388 111 2
                                    

"Aku iri dengan istriku, dia telah lama dari usia muda menjadi wali Allah. Tidak heran, mengapa aku butuh perjuangan untuk mendapatkannya."

(Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz)

♡♡♡

SELAMAT MEMBACA

♡♡♡




   Telpon milik laki-laki itu tiba-tiba berbunyi, ia mengambilnya. Bibirnya kembali tersenyum melihat nama yang tertera sebagai panggilan masuk.

   "PUAS, ABANG!" teriak wanita dari sebrang begitu panggilan terhubung.

   "Sangat, adekku," jawabnya terkekeh.

   Tut~ tut~

   Panggilan langsung dimatikan sepihak dari sebrang, laki-laki terdengar tidak marah. Ia malah ketawa dengan kencang.

   Ekspresi wajahnya langsung berubah datar, melihat foto dalam bingkai yang menampilkan 3 orang. "Cinta dapat membuat seseorang lemah, sekaligus juga bisa membuatnya kuat."

   "Abang berjanji, Dek. Akan menyingkirkan semua wanita-wanita di dunia ini, yang menginginkan berada posisimu." Ia menyeringai menatap foto tersebut.

   Foto pernikahan adiknya, Aisha The Adams dengan Sheikh Ahmad Al Hafidz. Dalam foto itu ada mereka bertiga yaitu, Alexander The Adams, Aisha The Adams dan Sheikh Ahmad Al Hafidz.

   Alexander membuka laci meja kerjanya, mengambil satu buah pistol. Lalu, mengarahkan kepada foto di depan sana tepat pada foto Sheikh Ahmad. "Kalau kamu berani menyakiti adekku, aku akan menjadi malaikat maut untukmu."

♡♡♡

   Jeddah, KSA.

   "Semuanya aman terkendali, Alkahfi?" Sheikh Ahmad masuk tiba-tiba dalam ruang Ceo, yang ditempati oleh Sheikh Alkahfi.

   Sheikh Alkahfi yang fokus pada pekerjaan, mengangkat kepala menatap terkejut Abangnya. "Sejak kapan, Abanna tidak sopan seperti ini?"

   "Entahlah." Sheikh Ahmad berdiri di depan meja kerja adiknya. "Mungkin sejak aku yang telah menjadi pemilik, dari seluruh perusahaan keluarga besar Al Hafidz.

   Saat ini yang menjadi kepala keluarga besar Al Hafidz adalah, Sheikh Alkahfi. Tapi, posisi di perusahaan yang paling tinggi dipegang oleh Sheikh Ahmad. Sedangkan Sheikh Alkahfi naik menjadi Ceo, yang awalnya merupakan wakil.

   Sheikh Ahmad berjalan duduk pada sofa panjang, kedua tangannya ia rentangkan, dengan kaki kanan di atas kaki kiri. "Bagaimana ruangan ini, nyaman untukmu?"

   "Nyaman," jawab Sheikh Alkahfi singkat yang kembali fokus dengan pekerjaan.

   "Baiklah, aku akan pulang." Sheikh Ahmad berdiri, melangkah menuju pintu.

   Sebelum membuka pintu Sheikh Ahmad kembali berucap, "kerja yang rajin, jangan malas kalau tidak mau gaji aku potong."

   Barulah Sheikh Ahmad keluar ruangan, berjalan dengan gagah memasang wajah datar seperti tembok.

   "Zauji, tidak pantas memasang wajah datar," kata Sheikha Aisha yang terkekeh.

   "Kenapa?" tanya Sheikh Ahmad bingung.

MAHABBAH Putra Mahkota Al Hafidz (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang