Ingat!
Alur cerita hanya semata khayalan
Tidak berkaitan dengan sejarah!(Lanjutan bab "dua")
_____________________________________________________
_"Dimana dia?"
Abikara menelusuri jalan setapak di hutan, ia yakin kalau gagak lumayung masih ada di sekitaran sini.
"Atau dia sudah pergi?" Sekali lagi ia bertanya tanya, netranya menyapu sekitarnya berharap mendapatkan petunjuk.
"Hey, bukankah itu?" Abikara berseru kecil, dengan sedikit berlari ia menghampiri sesuatu di depannya. Itu berhasil menarik perhatiannya. Dengan hati hati ia mengambil benda itu.
Itu sebuah panah? Tapi, panah ini berbeda dengan panah biasa lainnya, panah ini memiliki corak yang rumit di seluruh bagian tubuhnya.
"Panah ini. Mengapa mirip sekali dengan panah milikku dulu?" Ia meraih panah itu.
"Aku ingat betul, dahulu aku berlatih memanah dengan raka Wistapati menggunakan panah seperti ini"Flasback on
"Pegang busur ini baik baik, arahkan pandanganmu lurus kedepan, lalu bidik panahmu tepat menuju sasaran"
Abikara kecil hanya mengganguk mendengar arahan sang raka, ia perlahan lahan menggangkat busurnya walaupun sedikit sempoyongan.
Takk
Bidikannya meleset. Panahnya menembus angin dan mendarat kembali menuju tanah.
"Ayolah rayi, itu mudah sekali"
Ia mencoba lagi, berkali-kali hingga akhirnya semangatnya surut. Abikara membanting busurnya ke tanah, emosi.
"Rayi,"
"Sudahlah raka! Setahun pun aku berlatih, itu tak akan ada gunanya" ringis Abikara. Emosinya labil, wajar saja. Dia sama seperti anak kecil lainnya, Mudah menangis.
Raden Wistapati hanya tersenyum, ia perlahan meraih kembali busur yang dilempar oleh Abikara. "Rayi, Aku tau kau bisa, namun kau tak memanfaatkan potensimu dengan baik"
Hah apaan dah. Sejak kapan raden Wistapati jadi baik? Haha. Terserah, alurnya amburacul kayak pacul ('3.
"Rayi, pegang busur ini kembali" pinta raden Wistapati. Abikara menghela napasnya pelan, diraihnya busur itu dengan kedua tangannya, sedangkan raden Wistapati berada di sisi Abikara.
Ditariknya panah melalui busur, Abikara melepaskan tarikannya.
Sett
Takk, -Pletak , pala kamu benjol.
Sukses! Tapi bukan mie sukses, bidikannya melesat sempurna pada sasaran.
"Raka!" - aku berhasil.
"Aku tau kau bisa, rayi" ujar raden Wistapati.
"Tapi. Kurasa itu keberhasilan mu raka, bukan aku"
"Tidak, itu hasilmu"
" Kau membantuku memegangi busur itu, karna jika tidak aku pasti tidak bisa"
"Aku hanya ikut memegangi busur itu, tapi kau yang mengarahkan panahnya"
"Karna aku berpikir, mungkin busur itu terlalu berat untuk kau pegang sendiri"
"Benarkah?"
"Ya, kau terlalu kecil untuk mengangkat busur itu"
"Kau benar raka, mungkin saja aku gagal karna busur itu terlalu berat"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE OF PADJAJARAN One Shot / Two Shot
Short Story" Sepenggal cerita dari raden yang membumi, ia adalah tujuh jiwa dalam satu raga, tuturnya lembut seperti kain sutra yang ditenun, bak Arunika dari ufuk timur yang tenggelam ke barat. Seorang yang kalis, seperti kidung ini yang mengalir jauh nian s...