INGAT!
Alur cerita hanya sekadar khayalan semata
Jangan disangkut pautkan dengan sejarah.######################################
Zingggggg..
Bugh bugh
Dua sosok remaja dengan pakaian khas bangsawan terlihat sedang bertarung sengit
Satu menggunakan mahkota emas di kepalanya dan satu lagi menggunakan imamah putih
Mereka bertarung hingga salah satunya tersudut
Tak bisa diartikan,
Sosok itu menatap sendu pada kedua iris mata yang tengah menatapnya nyalangIa bersusah payah menahan pedang nan tajam dengan kedua tangannya, Ingin mundur pun tak bisa,Jurang menganga lebar dibelakangnya.
Ibaratnya, Mundur selangkah,nyawa melayang.
"Rayi,kumohon hentikan ini semua"ucapnya pelan dengan keringat yang terus bercucuran
"Jangan harap! Setelah ini kau akan mati mengenaskan! Dan barulah setelah itu aku akan hidup tenang bersama singgasanaku" ucapnya keras kepala
"Rayi,"
"Banyak bicara kau!" ucapnya mendorong sosok itu ke jurang tampa mendengar lagi perkataannya. Namun beruntungnya sosok itu masih berpegangan pada akar pohon yang melintang sampai bibir jurang
Ia bertumpu pada akar pohon rapuh. Ia memandang sosok diatas, yang sering ia sebut dengan sebutan "rayi"
Tak lagi ia perhatikan seluruh rasa sakit di seluruh tubuhnya yang sudah mati rasa. Rasa sakit dihatinya lebih mendominasi.
"Rayi kumohon, demi persaudaraan kita"ucapnya lirih dengan tangan yang terus berpegang teguh dengan akar pohon.
" Persaudaraan? tidak ada kata bersaudara di antara kita! Kau tetap akan menjadi musuhku dan untuk selamanya rasa benciku akan tetap ada padamu!"
Ia tidak akan berteriak lebih keras lagi, ia tak ingin mengambil resiko. Bisa bisa saja akan ada orang yang mencari mereka karna mereka pergi cukup lama. "Ingat itu, Kian santang"
Sosok itu, maksudnya raden Kian santang sekali lagi menatap jauh pada rayinya itu.
Sorot matanya menunjukan kesedihan yang mendalam. "Rayi,walaupun begitu pendapatmu namun untuk selamanya juga aku akan tetap menyayangimu dan kau akan tetap menjadi rayiku prabu Surawisesa" tangannya mulai tidak kuat untuk bertumpu pada akar.
Rayinya, Raden Surawisesa menatap tajam pada raden kian santang. Ia terlihat gusar pada situasi ini, tak bisa dipungkiri rasa gelisah dihatinya, bilamana akan ada orang yang melihat situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE OF PADJAJARAN One Shot / Two Shot
Conto" Sepenggal cerita dari raden yang membumi, ia adalah tujuh jiwa dalam satu raga, tuturnya lembut seperti kain sutra yang ditenun, bak Arunika dari ufuk timur yang tenggelam ke barat. Seorang yang kalis, seperti kidung ini yang mengalir jauh nian s...