Aku merogoh saku jasku, mengambil benda berbentuk lingkaran pipih didalamnya. Aku mengangkat benda itu sejajar dengan wajahku, sehingga aku bisa melihat pantulan diriku di benda itu.Tak ada yang aneh, bahkan terlalu tampan untuk di sebut pas-pasan. Rambut cokelat gelap dengan mata merah, serta kulit putih. Seharusnya dengan wajah setampan ini akan banyak wanita menginginkan diriku.
Sebenarnya apa yang salah dari diriku, apakah aku salah karena mencintai wanita itu. Bagiku, dia adalah satu-satunya harapan. Cahaya mentari hidupku.
Selama dua Minggu penuh aku hanya menghabiskan waktuku di kediamanku, berdiam diri sambil menghabiskan puluhan botol wine. Namun, semua botol itu tak bisa membuatku melupakan wanita itu, hatiku semakin sakit tiap harinya. Di kepalaku selalu muncul sebuah pertanyaan, apakah dia mencintaiku? apakah dia membenci diriku? apa yang salah dariku?. Pertanyaan yang terus berulang-ulang, masa liburanku memang sudah habis, akan tetapi selama dua Minggu penuh aku benar-benar bolos mengerjakan semua tugasku. Tak ada yang mengantikan diriku untuk mengerjakan semua dokumen sampah itu.
Terbengkalai, aku juga tak perduli. Aku lebih memilih berdiam diri di kamar sambil menghabiskan puluhan botol wine ini. Jauh lebih menyenangkan di bandingkan dengan bunuh diri. Aku masih sayang nyawaku, walaupun aku tak sayang dengan nyawa orang lain.
Jika aku yang dulu merasakan hal ini, mungkin aku sudah membunuh puluhan orang tak bersalah. Meluapkan rasa sakit hatiku dengan cara membunuh, sejujurnya darah segar bisa membuat diriku bahagia. Tapi tidak untuk saat ini, sebaiknya aku mabuk daripada membunuh orang-orang.
Pintu kamarku diketuk, aku membukanya dan tak menyangka orang yang seharusnya tak ada disini malah datang ke kediamanku.
"Lyon? untuk apa kau disini? bukankah kau harusnya sedang berkerja di Istana?" tanyaku.
Lyon menghela napas, tiba-tiba tubuhku terhuyung ke depan dan berhasil ditangkap olehnya, "Saya tidak mungkin meninggalkan Anda dalam kondisi seperti ini. Sudah berapa banyak botol Wine yang Anda habiskan?"
Aku mencoba berdiri, Lyon membantu menopang diriku di sampingnya. Tatapanku mulai kabur, kepalaku terasa pusing. Sepertinya aku sudah mabuk parah, "Lyon, aku tidak tahu. Apakah aku salah? Apakah dia membenci diriku? memangnya seberapa buruk wajahku, katakanlah!"
Lyon membantuku duduk di atas kasur, ia melangkah mengambil botol-botol yang berserakan, "Dame Raine tidak membenci Anda Yang Mulia, melainkan ... ah tidak, seharusnya aku tidak mengatakannya."
"Apa, katakanlah?"
"Wanita itu, maksudku Dame Raine. Ia tahu posisinya, seorang kesatria harus berkorban demi Kekaisarannya. Ia tidak akan bisa menjadi milik Anda, jika ia seorang lady mungkin itu bisa dipikirkan ulang. Wanita itu, sudah bersumpah setia pada Kekaisaran ini sejak ia di lantik sebagai seorang Swordmaster. Bukankah Anda juga tahu akan hal itu?"
Aku menundukkan kepalaku, mengacak-acak rambutku yang sudah berantakan sejak tadi, "Entahlah, berarti aku memang salah, kalau begitu aku tidak akan menjadi Kaisar. Tidak apa bukan?"
"Saya tidak akan menghalangi tujuan Anda, saya akan melakukan apa yang Anda inginkan. Tetapi, jika bersangkutan dengan Kekaisaran itu berbeda. Apakah Anda tetap ingin melihat rakyat yang menderita karena seorang tirani?"
"Tentu saja tidak," balasku.
Setelah membersihkan botol-botol itu, Lyon mendekatiku. Wajahnya tampak kesal, tapi cahaya matanya tidak. Ia mengusap kepalaku lembut, "Anda memang masih kecil ya Yang Mulia."
Lyon berhenti mengelus kepalaku, tangan kirinya merogoh saku jasnya. Sebuah botol berukuran kecil kini berada di tangannya. Ia memberikan botol itu padaku, "Minumlah, itu obat pereda mabuk yang saa buat bulan lalu,"
Aku mengambilnya, lalu membuka penutup botol itu. Menegaknya Sampai habis.
"Yang Mulia, kenapa Anda tidak menggunakan kekuatan Blessing untuk meredakan rasa mabuk?"
"Aku sengaja melakukannya, kukira jika aku mabuk aku akan melupakannya dan melupakan hari itu. Ternyata sama saja, kekuatan sihir penghapus memori hanya bertahan selama kurang dari dua hari. Sebenarnya sudah sejauh apa aku berkembang, sampai tahan dengan sihir tingkat tinggi?"
Lyon melangkah menjauh dariku, ia membereskan semua barang-barang ku yang berserakan. Beberapa diantaranya sobek dan terkoyak akibat sambaran pedangku. Aku sudah mulai pulih dari rasa mabuk, penglihatan ku mulai kembali normal.
"Seharusnya Anda lebih tahu tentang diri anda dibandingkan siapapun. Oh iya, Saya lupa akan sesuatu. Faksi kekaisaran kini sudah berpihak pada Anda, jadi apakah Anda akan melancarkan serangan? para patriark dari keluarga militer sudah siap untuk berperang." jelasnya.
"Entahlah, mungkin nanti. Jika Ran mau menjadi milikku," balasku lesu.
"Count Raizel juga berpartisipasi dalam peperangan ini, Beliau mendukung penuh kudeta atas Kaisar."
Aku membelalakkan kedua mataku, tak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya, "Benarkah? Bukankah keluarga mereka bersumpah setia pada Kaisar sejak dulu?"
Lyon tertawa kecil, menatapku sambil membereskan buku-buku yang telah koyak. Ia tersenyum kecil membuatku bertanya-tanya apa yang ada di pikirannya saat ini, "Keluarga Raizel tidak bersumpah setia pada Kaisar, melainkan bersumpah setia pada Kekaisarannya. Jika ada hal yang melenceng dan merugikan Kekaisaran maka Count Raizel tidak segan untuk menghunuskan pedangnya."
"Oh, berarti aku bisa menikahi Ran. Benarkan!?"
"Bukankah Ran mencintaiku juga? Katamu begitu bukan?"
"Terserah apa yang Anda katakan. Jika kudeta ini berhasil, mau tidak mau Anda yang harus menjadi Kaisar. Karena anggota keluarga Kekaisaran hanya Anda seorang."
"Benar, hanya aku. Tapi apakah mereka percaya dengan kepemimpinan ku?"
"Tentu, tidak ada yang menolak. Mereka sudah melihat kinerja Anda dalam mengelola Kota ini. Bukankah ibukota Kekaisaran berada di dalam kekuasaan Anda?"
"Apa maksudnya?"
"Ibukota jauh lebih baik di bandingkan dengan wilayah lain, tidak ada bangsawan yang koruptor di bawah kendali Anda. Bahkan di setiap sudut Kota dan desa di Hexa tidak ada yang kekurangan sedikitpun."
"Bukankah sudah jelas, itu karena Ibukota. Jika bukan Ibukota maka tidak akan makmur seperti ini!" sangkal ku.
"Itu semua karena kerja keras Anda Yang Mulia, mereka sudah sepakat akan hal itu. Beberapa hari lagi akan diadakan rapat untuk membahas hal tersebut. Sebaiknya Anda datang dalam pertemuan itu!"
Aku merebahkan tubuhku di atas kasur, menatap langit-langit yang gelap.
"Aku ingin kue cokelat, kumohon bawakan satu!"
"Baiklah, saya akan ke dapur sebentar." balasnya. Kemudian pergi meninggalkanku.
Hampa, sunyi, tak ada suara yang terdengar. Pikiranku kembali kalut dengan berbagai hal yang membuat diriku sakit. Apa masih ada harapan, aku tak bisa fokus berkerja karena satu orang. Aku harus berkerja, dan juga menghadiri pertemuan itu. Anggota Faksi Kekaisaran sangat melindungi anggota keluarga Kaisar, dan saat ini malah berbalik menyerang.
"Sangat aneh," batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Throne et Amore (Segera Terbit)
RomanceApa jadinya jika seorang Grand Duke dari sebuah Kekaisaran terkuat di benua jatuh cinta dengan seorang gadis bangsawan yang merupakan seorang Kesatria yang telah bersumpah setia pada Kekaisarannya dan mengabadikan hidupnya untuk Kekaisaranny tersebu...