Hexa basah oleh air yang turun dengan derasnya. Suara sambaran petir membuat telingaku sakit, sangat kencang dan dahsyat tak seperti biasanya yang tak bising seperti itu.
Jubahku basah, aku sama sekali tak bisa melakukan hal lain selain pasrah dengan keadaan. Di sekeliling hanya ada pepohonan, dan jalan setapak didepan. Lyon dan para Kesatria menunggangi kuda di belakangku.
Kami akan pergi menuju tempat pertemuan yang diadakan siang ini. Sialnya di tengah jalan, hujan turun begitu deras. Untungnya ada pepohonan yang membuat kami tetap kering—setidaknya hanya jubah kami yang basah.
Aku menghentikan kudaku, menoleh kebelakang. Lyon mendekatkan kudanya dengan kudaku.
"Yang Mulia, apa Anda ingin beristirahat sejenak?" tanyanya.
Aku melepas tudung jubahku, "Apa ada kedai di dekat sini?"
"Di perempatan jalan sana terdapat kedai kecil," Lyon menunjuk ke sebuah jalan yang ia maksudkan.
"Kita akan ke sana, lebih baik kita beristirahat selagi menunggu hujan reda!" balasku.
Akhirnya aku Lyon dan keempat Kesatriaku pergi menuju kedai itu. Sejujurnya aku tidak terlalu suka hujan, walaupun disisi lain aku menyukainya.
𖥸𖥸𖥸
Sebuah kedai kecil beratap kayu berada di pinggir Padang rumput yang begitu luas. Terdapat tanaman hias yang menjalar di atapnya. Kami berenam masuk kedalamnya, di dalam cukup sepi, hanya dua orang pengunjung, dua orang pelayan, dan sang pemilik kedai.
Kami (Aku dan Lyon) duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan, sementara lainnya duduk di meja di sisi lain.
Aku memandangi Lyon di hadapanku, "Kau sering ketempat ini ...?"
"Tentu, tapi dulu. Saat Lilian masih hidup." balasnya.
Aku mengedarkan pandanganku, mengamati seisi bangunan ini; Lampu kecil menggantung di langit-langit, cahayanya tak begitu terang, di tengah ruangan, terdapat meja panjang, tempat pelayanan, enam buah meja dengan empat pasang kursi memenuhi kedai ini. Berbagai lukisan terpampang di dinding ruangan.
Seorang pelayan pria yang masih belia datang menghampiri kami. Di tangannya terdapat buku yang tipis, sepertinya itu buku menu.
"Sir Lyonite, sudah lama kita tidak berjumpa. Apa kabar Anda?" ujar pelayan itu.
Lyon tersenyum, "Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan kabarmu? Apa kau sudah menyelesaikan sekolahmu di Akademi?"
"Aku baik-baik saja, dan tahun depan aku akan lulus. Liana selalu bertanya mengenai Anda pada saya, saya tak tahu harus jawab apa?"
"Aku akan berkunjung kerumahnya pada akhir pekan. Beberapa bulan ini aku sangat sibuk bekerja, sehingga tak ada waktu untuk beristirahat."
Percakapan pun terus mengalir tanpa diriku. Sebenarnya siapa itu Liana? apa dia wanita pengganti nyonya Lilian?
Aku berdehem, menatap Lyon yang kian asik dengan percakapannya. Aku merasa tak di anggap oleh mereka.
"Ah maaf, saya terlalu larut dalam percakapan ini." ujar pelayan itu padaku. Aku hanya menatap tajam kearah Lyon, pria itu hanya diam berpura-pura tak bersalah.
"Jadi, apa yang ingin Anda pesan?" tanya pelayan itu, sambil menyerahkan buku tipis di genggamannya.
"Apa ada coklat panas?" tanyaku. Aku malas membaca untuk saat ini.
"Baiklah, segelas coklat panas. Lalu Sir Lyon, anda mau pesan apa?"
"Seperti biasanya,"
"Baiklah," ujarnya. Pelayan itu pergi menuju bagian belakang, lalu berbicara pada sang pemilik kedai.
"Siapa itu Liana?" tanyaku penasaran pada Lyon.
"Adik Lilian, memangnya kenapa?"
"Aku kira kekasihmu!"
"Bukankah sudah aku katakan, aku tak ingin mencari pengganti Lilian,"
"Jadi, bagaimana dengan adiknya?"
Lyon memijat pelipisnya, "Adiknya masih berusia sepuluh tahun. Apa kau gila!?"
Aku tertawa mendengarnya, Lyon hanya merespon dengan tangannya. Ia mengibaskan tangannya agar aku berhenti tertawa.
"Sudahlah, kau ini selalu saja kaku seperti itu."
Lyon menghela nafasnya, kemudian menatap sekitar. Kedua matanya tampak menerawang sesuatu, "Dulu, saat masih menjadi profesor Akademi. Aku bertemu Lilian pertama kali saat ia masih menjadi seorang murid tahun terakhir yang sangat cerdas.
"Selain Krena kecerdasannya, aku mencintai Lilian karena sikapnya yang begitu baik dan lembut. Dia wanita yang sangat sempurna bagiku. Setahun setelahnya dia menjadi Professor akademi, kami mulai menjalin hubungan sebagai teman karir.
"Beberapa bulan lamanya, barulah aku melamarnya. Tapi Lilian menolak bertunangan denganku, ia lebih memilih untuk menjadi Professor. Akhirnya hubungan kami berakhir menjadi sepasang kekasih. Aku memaklumi keinginannya. Bagiku apa yang membuat dirinya bahagia akan aku lakukan."
"Lalu, kenapa kau tak menceritakannya padaku? dan mengapa hubungan kalian tak tersebar di antara murid-murid akademi?" tanyaku penasaran.
"Kami merahasiakannya, jika waktunya sudah tiba di mana hari kami bertunangan kami berencana untuk memberitahu seisi akademi. Namun, empat tahun setelahnya, Lilian menderita Ice Blood. Darahnya menjadi sedingin es, kulitnya memucat, rambutnya yang kuning berubah menjadi putih. Pada awalnya aku mengira itu penyakit yang sudah lama ia derita. Tapi, setelah aku mendengar penuturan dari Liana, ternyata ada orang misterius datang ke rumah mereka. Menyuntikkan cairan kebiruan pada Lilian." jelasnya.
"Apa itu hal yang di sengaja? Ice blood bukanlah penyakit sembarangan. Apa mungkin ini ada kaitannya dengan Dark Society?"
"Mungkin, seharusnya aku jauh lebih berhati-hati dalam menjaga gadis itu. Ia mati terlalu muda."
Aku menepuk pundaknya, "Maafkan aku, ternyata masalahmu jauh lebih berat soal percintaan, dibandingkan dengan diriku,"
"Apa yang sudah terjadi biarlah berlalu, aku yakin di kehidupanku selanjutnya aku dan Lilian bisa bersatu."
"Kau sangat mencintai wanita itu?"
"Menurutmu?"
Pelayan tadi datang membawa nampan yang di atasnya terdapat dua gelas, dan sepiring salad. Kemudian ia meletakkannya satu per satu di atas meja.
Percakapan kami usai, aku lebih memilih menghabiskan segelas cokelat panasku di banding mendengarkan Lyon menceritakan tentang wanita tercintanya.
Setelah menghabiskan cokelat panasku, aku beranjak pergi meninggalkan Lyon. Hujan sudah mulai reda, samar-samar aku melihat sesosok bayangan di antara rimbunnya pepohonan. Siluet bayangan itu seakan tengah mengawasi pergerakan ku. Entah aku salah lihat atau tidak, yang pasti di depan sana terlihat jelas oleh kedua mataku.
Dibelakangku suara langkah kaki terdengar, aku menoleh dan mendapati Lyon yang tengah bersandar di bingkai pintu kedai.
"Apa yang kau lakukan Ethan?" tanyanya.
"Tadi aku melihat seseorang di sebrang sana. Ia tampak tengah mengawasi pergerakan kita."
"Siapa? mungkin itu hanya fatamorgana yang di akibatkan oleh hujan."
Aku duduk di atas kursi, "Aku jelas-jelas melihat seseorang di sana. Tapi setelah kau datang orang itu pergi. Mungkin dia takut dengan dirimu, atau orang itu tahu kekuatanmu yang sebenarnya. Sehingga ia tak berani berkutik."
"Jaga ucapanmu, orang terkuat di kekaisaran ini dirimu, itu yang orang-orang ketahui. Jika sampai mereka tahu kebenarannya itu berbahaya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Throne et Amore (Segera Terbit)
RomanceApa jadinya jika seorang Grand Duke dari sebuah Kekaisaran terkuat di benua jatuh cinta dengan seorang gadis bangsawan yang merupakan seorang Kesatria yang telah bersumpah setia pada Kekaisarannya dan mengabadikan hidupnya untuk Kekaisaranny tersebu...