Bab 04. Ingatan.

22 10 1
                                    

Hari ini aku tengah mengajarkan beberapa tehnik berpedang kepada Lenon. Anak itu sangat cepat menangkap apa yang aku jelaskan. Ia juga semakin lincah mengayunkan pedang dengan kedua tangannya.

Beberapa Ksatria melihat kami berdua, ada beberapa yang kebingungan dengan diriku. Mereka membicarakan tentang aku yang menjadi guru Lenon.

Aku tak menghiraukan pandangan dan perkataan mereka, tapi kedua hal itu membuat diriku canggung dan risih. Aku hanya bisa tetap fokus memberikan arahan pada Lenon.

"Kak, apa masih banyak lagi hal yang harus aku lakukan?. Aku ingin memegang pedang sungguhan!," ujar Lenon, sambil mengayunkan pedangnya.

"Jika kau sudah berhasil mengembangkan Auramu pasti aku akan mengajarkan hal itu. Untuk saat ini kau harus tetap fokus mempelajari hal dasar,"

Lenon menatapku dengan mata yang berbinar, "Baiklah, aku akan berusaha. Tapi bagaimana caraku mengembangkan Aura?. Sedangkan hal itu sangat sulit untuk dilakukan!,"

"Kakakmu pasti mau mengajarkannya. Setiap keluarga bangsawan yang merupakan seorang Ksatria memiliki Tehnik Auranya sendiri. Aku tak bisa mengajarkan Tehnik Aura milikku ... "

"Benarkah?," Lenon menghentikan ayunan pedangnya.

Aku mengangguk yakin.

"Kalau begitu, bagaimana kalau aku menjadi salah satu Kesatria Keluarga Lucius?. Apa mungkin aku bisa mempelajari Tehnik yang Kakak miliki?," ucapan Lenon membuat beberapa Ksatria terkejut termasuk diriku sendiri.

"Tuan muda, apa yang anda katakan!?" ucap Seorang Ksatria mendekati kami.

"Aku hanya bercanda! ..."

"Huh! ... " Desahku, Ksatria itu menatapku penasaran.

"Maaf apabila saya lancang. Siapa tuan sebenarnya?,"

Aku memandang Lenon lalu menatap Ksatria itu, aku menjulurkan tanganku padanya. "Aku Ethaniel ... "

Ksatria itu menatapku penuh selidik, lalu menjabat tanganku, "Aku Sieg, Wakil Komandan keluarga Raizel,"

Aku tersenyum simpul, sementara Sieg terlihat agak canggung di hadapanku.

"Apa anda seorang Bangsawan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Kemudian Komandan Ksatria kemarin datang menghampiri kami kemudian membisikkan sesuatu pada Sieg.

Setelah itu Sieg tampak terkejut tak percaya, aku tahu apa yang mereka bicarakan.

"Maaf yang mulia saya telah lancang. Maafkan saya yang tidak bisa mengenali anda," ucap Sieg tampak Canggung, lebih canggung dibandingkan saat dia berkenalan denganku.

"Jangan terlalu Formal. Panggil saja namaku. Aku tak keberatan dengan hal itu!,"

"Tapi ... tidak mungkin saya lancang hanya memanggil nama anda,"

"Aku disini bukan sebagai seorang bangsawan. Aku disini sebagai guru dari Tuan muda kalian. Santai saja,"

"Baiklah. Saya pamit ingin melanjutkan latihan,"

Kedua Ksatria itu pergi meninggalkan kami. Aku dan Lenon beristirahat sebentar sebelum melanjutkan pelajaran berikutnya.

"Kak tahun ini aku akan masuk Akademi Kekaisaran. Apa mungkin aku bisa melakukannya?. Aku tak percaya aku dapat masuk atau tidak!,"

Aku menatap Lenon kemudian mengusap kepalanya, "Aku mengenal salah satu Professor di sana. Aku akan merekomendasikan dirimu untuk itu!,"

Kedua mata Lenon berkaca-kaca tak percaya, "Benarkah?,"

Aku hanya membalasnya dengan anggukkan.

"Terimakasih tapi. Apa hal itu tidak memberatkan dirimu?,"

"Ini keinginan ku,"

Kedua bola mata anak laki-laki itu bersinar cerah, senyum terukir diwajahnya yang tampan lagi polos. Tak lama, Ran datang membawa keranjang berisi roti. Disusul pelayan lainnya yang membawa sekotak susu. Mataku dan mata Ran saling bertemu. Aku secepatnya mengalihkan pandangan ke arah lain.

Rasanya menyebalkan. Aku tak tahu perasaan apa ini. Ran Raizel seorang gadis yang memiliki gelar Swordmasterdi usianya yang masih belia. Aku tak menyangka gadis itu dapat membuat diriku seperti saat ini. oh Tuhan apa yang harus aku lakukan?.

"Kak Ran? aku ingin belajar Aura dari kakak apa kakak mau membantu diriku?," Lenon berteriak di sampingku sambil melambaikan tangannya.

aku menatap wajah Ran. Ia tersenyum penuh arti. Apa yang gadis itu pikirkan?. Aku tak kuasa di dekatnya. Tuhan apa yang ingin kau berikan kepadaku.

"Baiklah. Tapi aku tak yakin Lenon. Bukankah Tuan Ethaniel jauh lebih baik dari Kakakmu ini?," gadis itu menatapku apa yang gadis itu katakan, aku benar-benar tak mengerti.

Ran berujar lagi pada adiknya, "Sudahlah. lebih baik kita makan. Kami sudah membawakan beberapa makanan dan botol-botol susu untuk kalian!,"

Semua orang menatapnya. Tak terkecuali diriku yang sedari tadi menatap gadis berambut ikal itu. Aku hanya tersenyum lalu mengalihkan wajahku ke arah lain.

"Kak Ethan. Ayo kita istirahat dulu." ajak Lenon yang tengah menarik tanganku.

Aku mengiyakan. Lalu mengikuti langkah anak itu. Entahlah aku tak mampu menolak sesuatu darinya sejak kemarin.

"Satu untukmu Tuan Luciusz dan ini untuk Lenon," ucap Ran dengan suara lembutnya.

Aku mengambil sebotol Susu dengan Roti hangat dari tangannya. Walau sekilas tatapannya sangat indah. Aku hanya bisa berandai-andai, aku tak tahu harus apa dan bagaimana.

Aku teringat beberapa tahun yang lalu, saat aku masih berada di akademi kekaisaran. Saat itu Ran berada di tahun kedua di jurusan Swordma ship, sedangkan aku di taun ke empatnya. Siang hari yang sangat terik. Aku tengah berlatih dengan salah satu temanku. Kebetulan Ran juga berlatih di tempat yang sama dengan dua orang temannya. Aku hanya mampu menatap gadis itu dari kejauhan. Tawa riangnya menggema di telingaku, entah mengapa hari itu dia sangat cantik. Mungkin dia lupa aka hal tersebut. Mungkin.

"Tuan Lucius?. Apa anda baik-baik saja?" Ran menyadarkan diriku dari lamunan.

"Ah, aku baik-baik saja,"

"Apa anda merasa canggung saat ada saya?. Jika begitu saya akan ... "

"Tidak, tidak perlu. Aku baik-baik saja. Apa ada hal lain yang ingin Nona perlukan?,"

"Entahlah. Tapi saya merasa ada yang janggal,"

Aku menatapnya. Ia berbalik menatapku. Kemudian gadis itu tertawa, "Anda ini terlalu serius. Itu yang membuatku janggal. Apa kegiatan anda begitu membosankan?,"

"Mungkin kau benar hidupku memang sangat membosankan,"

Untuk kesekian kalinya aku mengalihkan pandanganku kearah lain. Berusaha untuk tidak di tatap olehnya. Gadis itu benar-benar membuatku kacau.

"Dua hari lagi Festival akan di adakan bukan? lebih baik anda hadir pada acara itu Tuan Lucius," ujar Ran di hadapanku, ia tersenyum begitu manis.

"Entahlah. Akan aku pikirkan lagi nanti,"

Ran menatap wajahku dengan tatapan yang membuatku tak bisa mengeluarkan kata-kata.

"Ada apa?,"

"Tidak, sepertinya aku harus segera kembali,."

"Lalu, bagaimana dengan Festival nanti?. Apakah anda akan ikut tuan?,"

Aku berdiri dari dudukku, "Aku akan meluangkan waktuku,"

"Kalau begitu, kita akan pergi berdua saja, hanya kita berdua," ucapnya membuat jantungku berdetak tak karuan.

Aku hanya bisa tersenyum lalu pergi keluar dari ruang latihan.

Mungkin hanya Ran satu-satunya gadis yang bisa membuat diriku merasakan perasaan semacam ini.

"Tuan Lucius anda sudah mau pergi?,"

Throne et Amore (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang