Bab. 21. Keluarga.

5 3 1
                                    

"Lyon, apakah kau tidak kembali ke Istana?" tanyaku pada Lyon yang tengah berdiri menatap pemandangan dibalik jendela.

"Saya sudah mengundurkan diri dari pekerjaan saya. Untuk saat ini saya tidak bisa meninggalkan Anda begitu saja, bukankah Anda perlu bimbingan saat ini?"

"Mungkin,"

Aku kembali di hadapkan dengan tumpukan kertas yang sangat memuakan, kembali dalam rutinitas harianku. Sepuluh tumpukan kertas berada di atas meja, bersama satu kotak penuh amplop berisi surat. Aku harus menyelesaikan semua ini dalam waktu satu minggu, belum lagi kertas lainnya yang akan segera datang beberapa hari kedepannya.

"Apa Anda mau teh dan kue cokelat?" tanya Lyon mendekati mejaku.

"Mungkin,"

Aku memandangi wajah Lyon di hadapanku, kedua alisnya terangkat ke atas. Ia menghela napas seperti biasanya, "Anda mau atau tidak, agar lebih jelas?"

"Menurutmu?"

Lyon mengedarkan pandangannya ke segala arah, "Sepertinya saat ini Anda menginginkan Omelan dari saya."

"Mungkin,"

Aku menghela napas, bangkit dari dudukku. Berjalan menuju pintu keluar, "Aku ingin pergi ke taman. Aku sudah muak membaca semua hal itu!"

Aku tahu, pasti Lyon marah dengan perbuatanku. Dia benar-benar seperti keluargaku sendiri, dan aku sangat menyayanginya. Akan tetapi tetap saja, aku tidak perduli dengan ocehan panjangnya. Aku lelah berkerja, dan besok aku harus menghadiri acara pertemuan itu.

Pembahasannya pasti tentang strategi penyerbuan, persiapan perang, dan hal lainnya mengenai pemberontakan. Mungkin aku harus fokus pada satu hal terlebih dahulu, mengusut keberadaan organisasi itu. Dan juga menangkap Elliot, aku tak akan membunuhnya, karena dia temanku satu-satunya.

𖥸𖥸𖥸

Taman belakang kediamanku di penuhi bunga mawar, bunga yang sangat disukai ibuku. Ayahku yang menanamnya sendiri. Beberapa tahun lalu bunga-bunga itu terkena cipratan darah, Ayahku terbunuh di tempat ini. Sementara aku hanya menatapnya dari kejauhan. Ayahku mati di tangan seseorang yang sangat aku hormati. Aku tak akan bisa melupakan hari itu, segalanya berubah, hidupku hancur, dan hampa.

Aku duduk di salah satu kursi yang ada di taman, mengenang masa lalu yang membuat diriku menjadi seperti ini. Aku sangat menyesali dan membenci keluguanku, karena hal itu aku bisa di peralat. Aku menyesal, seandainya aku tahu kebenarannya, seandainya aku memakai otakku dengan benar. Pasti tidak akan menjadi seperti ini, semua ini pasti tak akan pernah terjadi.

Angin musim semi berhembus menerpa wajahku, meniup dedaunan yang berserakan. Seakan membawa diriku kembali pada saat itu, saat-saat dimana aku menjadi pembunuh berdarah dingin yang haus akan darah. Seorang anak kecil bodoh yang menuruti perkataan orang lain. Membunuh ratusan orang, dan kenyataannya aku terpaksa melakukannya.

"Yang Mulia, sebaiknya Anda kembali ke ruang kerja. Masih banyak dokumen yang harus Anda selesaikan hari ini juga!"

Aku berbalik, mencari arah suara dan mendapati Lyon yang tengah berdiri di atas balkon. Pria itu menatapku tajam, tangan kanannya di sembunyikan di belakang. Aku tak menghiraukannya, hanya melihat dan kembali hanyut dalam pikiranku.

Tak lama terdengar suara keras menghantam tanah. Aku berbalik, di sana Lyon yang baru saja melompat dari lantai tiga rumahku. Di setiap sela jarinya terdapat pisau kecil, kedua tangannya dia rentangan kebawah. Bersiap melempar semua pisau-pisau itu ke arahku.

Aku tak akan mengatakan akhirnya bagaimana karena sudah jelas. Sesungguhnya pria itu jauh lebih kuat di bandingkan dengan diriku. Tiga buah pisau tertancap di punggungku, salah satunya tertancap tepat di luka yang belum lama sembuh, rasa sakitnya terasa tiga kali lipat.

Aku meringis kesakitan, sementara Lyon hanya menatapku dengan tatapan tajam yang sangat mencerminkan dirinya.

"Sebaiknya Anda menurut jika tak ingin terluka!" ujarnya penuh kemenangan.

"Ayolah, kau terlalu kaku. Kau tahu, aku jadi tertular sikapmu itu!"

Lyon menarik pisau di punggungku, aku berteriak kesakitan. Jangan membayangkan teriakannya seperti apa.

"Lyon apa kau sudah selesai, bukankah besok aku harus menghadiri pertemuan itu, tapi mengapa kau malah menyakiti diriku?"

"Sebagai pelajaran untuk Anda, agar Anda tidak bermalas-malasan dan menuruti perintah saya!"

"Tapi aku majikanmu,"

"Tidak untuk saat ini, Ethan. Sepertinya aku memang harus mengajarimu banyak hal. Kau selalu saja bersikap kekanak-kanakan. Bersikaplah lebih dewasa, ingat umurmu!"

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu! Aku membenci dirimu Lyonite Gregory!"

Ia menghela napasnya lagi dan lagi, matanya tampak lelah. Ia menatapku lekat-lekat, "Aku, saat ini tidak berbicara sebagai bawahanmu. Tetapi sebagai seseorang yang lebih tua darimu. Apa sesulit itu mendengarkan ucapan orang lain?"

Aku mengangkat kepalaku, menatap langit-langit, "Terakhir kali aku mendengarkan ucapan seseorang membuatku menjadi seorang pembunuh berdarah dingin."

Aku menghela napas, menundukkan kepala dalam-dalam. "Aku sudah menyerah dengan kehidupan ini Lyon. Kakak Lyon, sudah lama aku tidak memanggilmu seperti itu bukan?"

Aku memalingkan wajahku kearahnya, pria itu tersenyum manis, kemudian tertawa kecil.

"Entahlah, sudah berapa puluh tahun?" tanyanya.

"Delapan belas, mungkin ..."

𖥸𖥸𖥸

Lyon mulai mengobati luka di punggungku dengan menempelkan kapas yang sudah di tetesi cairan antiseptik. Sesekali ia menekan keras lukaku, membuat aku meringis kesakitan.

"Jika saatnya tiba, apa yang akan terjadi padaku?" tanyaku.

Lyon berdehem, kemudian membalut tubuhku dengan perban.

"Entahlah, bagaimana menurutmu? Sebaiknya kau bersiap dengan kemungkinan terburuknya."

"Apa? Apakah aku akan mati atau orang lain yang akan mati demi diriku?"

"Mungkin keduanya bisa saja terjadi."

Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam, "Apa kau akan meninggalkan diriku? Seperti keluargaku yang lainnya?"

" ... "

"Lyon ...?"

"Aku tak tahu, jika itu harus aku lakukan demi kebaikanmu, mungkin aku akan melakukannya."

Aku berdiri dari dudukku, menghampiri kabinet besar yang terdapat di antara kasurku. Kemudian mengambil sebuah kotak kecil.

"Ayah, Ibu, bahkan Kakak. Mereka pergi begitu saja, pergi meninggalkan diriku. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa mereka. Sungguh!" aku meraba kotak kecil di tanganku, membawanya menuju kasur.

Lyon tertunduk lesu, tatapannya berubah sayu. "Aku tahu, semua ini sangat berat bagimu. Tak seharusnya hal ini terjadi padamu,"

"Ini takdir. Ran pernah mengatakan hal itu, aku tak boleh menyalahkan takdir. Aku harus menjalaninya,"

Lyon tersenyum pahit. Aku menghampirinya dan menyerahkan kotak kecil itu padanya, "Jika terjadi sesuatu padaku, aku mohon jaga benda ini."

Lyon menatapku, tangannya terjulur mengambil kotak kecil dari genggaman tanganku. Alis kirinya terangkat, "Untuk apa?"

"Simpan saja, katamu akan ada kemungkinan terburuknya bukan?"

"Apa isinya?" tanya Lyon sambil menimang kotak kecil ditangannya.

"Sesuatu yang bisa menghancurkan Kekaisaran ini. Aku tak bisa memberikan hal penting seperti itu pada siapapun, Aku sangat mempercayai dirimu, kau keluargaku satu-satunya."

Throne et Amore (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang