Part 17

2.5K 142 1
                                    

Donomie tersentak dan terbatuk saat terbangun. Dia membuka mata dan mengerang, merasakan sakit yang menusuk dadanya. Dia bisa merasakan peluru Leon yang menancap di rompi anti pelurunya.

Donomie berguling ke samping dan meringis ketika menyentuh dadanya. Dia mengerang dan mencoba untuk bangkit, tapi rasa sakit membuatnya hanya bisa berbaring dan bernapas dengan berat.

Dia menggertakkan gigi ketika mencoba untuk berdiri lagi dengan sempoyongan, meringis kesakitan saat dada dan bahunya berdenyut nyeri. Udara dingin yang memenuhi paru-parunya membuatnya terbatuk, tapi dia tak peduli dan terus berjalan terhuyung-huyung menuju jalan raya.

Donomie memaksakan diri untuk melangkah sambil menahan sakit. Tiba-tiba kemarahan yang mendalam memenuhi dirinya. Bayangan Leon yang membawa Vincent muncul di benaknya. Dia akan menyelamatkan Vincent. Itulah tujuannya sekarang.

Dia berhasil mencapai jalan utama dan melihat taksi yang melaju. Donomie melambaikan tangan, lalu taksi itu berhenti di sebelahnya. Sopir taksi turun dan melihatnya. Matanya terbelalak kaget. Dia bergegas menghampiri Donomie, melihat kondisinya dan darah yang merembes di bajunya.

"Ya Tuhan. Apa kau baik-baik saja?" tanya sopir itu sambil memapahnya.

"Tolong bawa aku ke rumah sakit terdekat," balas Donomie kepayahan.

Sopir itu mengangguk dan membantunya naik ke kursi penumpang. Donomie menyandarkan dirinya ke kursi dan menggertakkan gigi menahan rasa sakit. Begitu taksi itu berjalan, Donomie berkata, "Bisakah kau memberiku kotak P3K?"

Sang sopir mengangguk dan mengeluarkan kotak P3K, lalu menyerahkannya pada Donomie, yang mengambil medical tape lalu merobeknya. Dia melepas kemeja dan rompi anti peluru, memperlihatkan dada dan bahunya yang berdarah dan tertancap peluru.

Sang sopir tersentak kaget, tapi Donomie mengabaikannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menggunakan medical tape untuk mengeluarkan peluru-peluru di tubuhnya, lalu melemparkannya ke bawah.

Donomie lalu mengambil beberapa perban dan membalut dadanya erat-erat untuk menutup luka dan menghentikan pendarahan. Dia menarik napas dalam-dalam dan menenangkan diri, lalu bersandar dan memejamkan mata, mengabaikan reaksi sang sopir yang panik karena melihat darah di mana-mana.

"Aku baik-baik saja..." katanya setelah beberapa saat dengan suara pelan dan lelah. Sopir itu mengangguk, tapi sesekali melirik ke kaca spion untuk memeriksa Donomie yang terpejam dipenuhi bayangan wajah Vincent.

Taksi itu pun berhenti di rumah sakit. Sang sopir lalu keluar dan membuka pintu untuk membantu Donomie turun. Dengan terhuyung-huyung dia keluar, bersandar sejenak pada taksi, dan menarik napas dalam-dalam beberapa kali sebelum memaksakan kakinya melangkah.

Sopir itu meletakkan tangan di bahunya untuk memberi bantuan, tapi dia mengabaikannya dan terus berjalan sambil menahan sakit. Begitu Donomie memasuki rumah sakit, beberapa orang menghampirinya untuk menanyakan keadaannya, tapi dia hanya membalas dengan lambaian tangan dan mendekati meja resepsionis.

"Panggil dokter..." kata Donomie pelan. Mata sang perawat melebar begitu melihatnya. Beberapa saat setelahnya seorang dokter bergegas menghampirinya, disusul beberapa perawat. Dengan cepat dia dibaringkan ke tempat tidur. Dokter dan para perawat lalu mulai melepas perban untuk memeriksa lukanya.

Mereka memasang infus di lengan Donomie dan mengajukan beberapa pertanyaan. Dia menjawabnya dengan singkat, berusaha untuk tetap terrsadar. Namun rasa pusing membuatnya lelah dan memaksanya memejamkan mata.

Donomie memikirkan rencana selanjutnya. Dia akan mencari tahu keberadaan Vincent, lalu menyelamatkannya dan menghabisi Leon. Saat mencoba menyusun rencana, pikirannya terus-menerus kabur dan tak fokus karena kelelahan.

Salah satu dokter mendekati Donomie dan memandangi dadanya yang kini sudah dibalut kembali. Mereka mengatakan bahwa dia kehilangan banyak darah dan mengalami patah tulang.

“Kami harus segera melakukan operasi karena Anda terluka cukup parah,” kata dokter memberitahunya sambil menyesuaikan infusnya. Donomie hanya bisa mengangguk dan menghela napas.

"Aku akan... menemukan... Vincent..." gumamnya pelan. Suaranya semakin menghilang, lalu kepalanya berguling ke samping dan napasnya melambat saat obat bius mulai bekerja.

***

Donomie perlahan terbangun. Hal pertama yang disadarinya adalah bunyi bip yang terus-menerus dari monitor jantung, lalu suara obrolan dan langkah kaki di koridor. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh dadanya, merasakan perban yang membalutnya.

Donomie teringat kejadian semalam dan duduk dengan cepat. Rasa sakit pun segera menjalar di tubuhnya. Dia mengerang tapi tak menghiraukannya. Dia harus segera mencari Vincent.

Dia turun dari tempat tidur dan perlahan berdiri, masih sedikit pusing karena obat bius. Dia mengambil beberapa langkah menuju pintu. Namun seorang perawat tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Apa yang Anda lakukan?" tanya perawat itu agak kesal. Dia melangkah ke depan Donomie, mencoba membawanya kembali ke tempat tidur. "Anda tak diperbolehkan turun dari tempat tidur."

"Minggir," kata Donomie sambil menepis tangan perawat itu. Ekspresi dingin Donomie membuat sang perawat mundur ketakutan. Dia kini memperhatikan Donomie yang keluar dari ruang operasi.

Donomie masih lemah, tapi tekadnya sudah bulat. Dia akan mencari Vincent, entah dokter dan perawat menyetujuinya atau tidak. Dia berjalan ke depan sambil memegang dinding sebagai penyangga. Kakinya gemetar saat mencoba untuk melangkah.

Saat itu juga dia jatuh ke lantai, terengah-engah sambil menggertakkan gigi dan mencoba berdiri. Namun kini beberapa dokter dan perawat bergegas menghampirinya dan menahannya.

"Anda perlu istirahat, Mr. Salvatore! Luka Anda bisa terbuka lagi!" seru dokter itu sambil terus memegangi lengannya, menghentikannya untuk bangkit.

Donomie akhirnya membiarkan para dokter dan perawat menanganinya. Dia terlalu lelah untuk melawan dan tak ada yang bisa dilakukannya sekarang. Dia harus istirahat setelah operasi, kalau tidak bekas lukanya akan terbuka.

Para dokter dan perawat memeriksa luka pasca operasinya. Namun di satu sisi bayangan Vincent yang dibawa pergi Leon terus melintas di benaknya, dan fakta bahwa Leon bisa melakukan apa saja padanya membuatnya ketakutan.

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang