Part 9

3.2K 181 0
                                    

"Lagi," katanya dengan tenang tapi menuntut. Napasnya semakin panas dan berat saat matanya berkilau penuh nafsu. Jemarinya masih mencengkeram paha Vincent dengan kuat hingga menimbulkan rasa sakit.

Setiap kali Vincent menarik tangan Donomie dari pahanya, dia meremasnya semakin kencang. Wajahnya memerah, terisak-isak saat tubuhnya gemetar tak terkendali. Dadanya kembang-kempis. Suaranya pecah saat kata-kata keluar dari mulutnya. "K-kumohon hentikan..."

Vincent meringis kesakitan saat terus memohon, tapi hal itu hanya membuat Donomie tertawa pelan, terdengar mengejek. "Katakan lebih keras."

"Ah, sakit! T-tolong hentikan ..." Remasan kuat di pahanya membuat Vincent terkesiap. Dia memohon dengan penuh air mata dan rasa sakit. Suaranya serak sementara tubuhnya gemetar, tak mampu menahannya lagi. Kemudian beberapa detik kemudian dia tak sadarkan diri.

Senyuman Donomie melebar saat melihat Vincent pingsan. Dia memeluk tubuh lemas Vincent. Tangannya mendekapnya erat-erat agar dia tak terjatuh. Donomie tertawa pelan saat menatap wajahnya.

Mata Vincent tertutup rapat. Napasnya masih tersengal-sengal. Jari Donomie menelusuri pipinya, lalu mengangkat wajah Vincent perlahan, mencium matanya yang terpejam dengan lembut. Dia tersenyum kecil dan bersandar ke sofa. Kepala Vincent kini terkulai di bahunya.

"Mine," bisik Donomie pelan tapi juga percaya diri.

Pelukannya semakin erat. Lengannya melingkari Vincent yang tak sadarkan diri, tak mau melepaskannya. Dia menatap Vincent dengan lembut, penuh dengan rasa posesif, lalu mencium telinganya.

"Mine, mine, and mine."

***

Vincent perlahan membuka matanya. Tubuhnya terasa hangat dan nyaman. Dia lalu menyadari seseorang memeluknya. Kepalanya bersandar pada seseorang, dan lengan orang itu melingkari pinggangnya, menjaganya supaya tetap aman.

Orang itu mencium kepalanya dengan lembut. Perlahan-lahan Vincent sadar jika orang itu adalah Donomie. Dia mendongak dan mengedipkan mata beberapa kali saat melihatnya.

"Selamat pagi." Suaranya rendah dan menggoda. Seringainya muncul saat memandangi Vincent. Jempolnya mengusap pipi Vincent saat telapak tangannya menangkup wajahnya. Dia terkekeh pelan.

Matanya menatap Vincent dengan penuh kasih sayang, seolah-olah dia tak ingat betapa kasar dirinya semalam. Sikapnya begitu kejam dan posesif, menyakiti Vincent dan membuatnya memohon untuk berhenti. Namun dia begitu lembut pagi ini.

Vincent ingin membalas tapi dia kebingungan dengan perubahan sikap Donomie yang tiba-tiba. Donomie terkekeh pelan. Ibu jarinya mengusap lembut pipi Vincent.

"Apa kau terlalu takut untuk bicara?" tanyanya dengan nada mengejek. "Atau kau terlalu lelah karena semalam?"

Vincent bingung bagaimana menyikapi perubahan sikap Donomie yang sangat tiba-tiba. Semalam dia kejam dan posesif, tapi pagi ini dia begitu lembut. Bagaimana dia bisa berubah begitu cepat? Ini bukan Donomie yang biasanya.

"Kenapa kau jadi begitu lembut padaku?" tanyanya dengan suara yang bergetar.

"Kenapa? Kau tak suka aku bersikap lembut? Kau mau aku menyakitimu lagi? Kau yang semalam memintaku berhenti." Dia tertawa kecil. Senyumnya terlihat mengejek, tapi juga perhatian dan tulus. Jarinya masih mengelus wajah Vincent dengan lembut. "Kau sangat imut."

Vincent memandang Donomie dengan penuh rasa malu. Donomie sedikit menunduk agar wajahnya lebih dekat ke Vincent, lalu menyeringai. Dia senang membuat Vincent merasa malu. "Rintihan dan jeritan manismu juga terdengar sangat seksi."

Vincent menelan ludah pelan, semakin malu dengan ucapan Donomie dan tak terbiasa dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Dia mengalihkan pandangan dari Donomie, menghindari kontak mata langsung dengannya.

Donomie berbicara dengan lembut, hampir terdengar menenangkan. "Tatap aku."

Vincent perlahan mendongak. Matanya menatap Donomie ragu-ragu. Donomie yang kejam dan sadis semalam telah lenyap, tergantikan oleh Donomie yang lembut dan tenang, seolah-olah dia adalah dua orang yang berbeda.

Donomie lalu melanjutkan, "Aku suka melihatmu seperti ini. Penurut dan tak membangkang."

Namun ucapannya justru membuat Vincent geram mengingat penderitaan yang dialaminya. Dia tak mau menuruti Donomie dan tunduk padanya. Pria itu telah merusak kepercayaannya dan menghancurkan harga dirinya. Bagaimana bisa dia masih bersikap seperti ini setelah apa yang dia lakukan?

Donomie melihat ekspresi Vincent dan menyeringai karena menikmatinya. "Kau tak suka dibilang penurut, hm?"

Vincent menggeleng pelan, teringat bagaimana Donomie memperlakukannya, bagaimana dia menyakitinya, bagaimana dia memaksanya melakukan hal-hal memalukan, bagaimana dia membuatnya memohon untuk berhenti. Vincent tak sudi dianggap sebagai anjing penurut. Jadi dia pun mulai mencoba melepaskan diri dari Donomie.

"Tenanglah." Suara Donomie jadi lebih tegas, tapi tetap terdengar sedikit lembut. Dekapannya di tubuh Vincent semakin erat untuk menahannya, tak ingin melepaskannya. "Jangan panik. Aku tak berniat menyakitimu."

"Lepaskan aku," ucap Vincent pelan, tak memedulikan perkataan Donomie. Tubuhnya mulai gemetar dan jantungnya berdebar kencang. Dia hampir kesulitan bernapas karena rasa panik. Didekap Donomie membuatnya merasa sesak napas.

Donomie menegang karena jengkel dan frustasi. Dia tak mau melepaskan Vincent. Senyumannya lenyap, dan tatapan berubah jadi kesal. "Then beg for it."

Kalimat itu seperti pisau yang menusuk dada Vincent. Dia tak ingin memohon dan tunduk padanya. Dia muak mempermalukan dirinya sendiri. Ingatan dirinya yang memohon kemarin masih segar di kepalanya, meninggalkan rasa nyeri di hatinya. "Tidak. Aku tak mau."

Donomie menaikkan alisnya saat Vincent menolaknya. Dia tersenyum tipis. Dekapannya semakin erat. "Padahal kau memohon begitu mudah semalam. Apa kau tak ingat betapa putus asanya dirimu?"

Wajah Vincent memanas ketika diingatkan kejadian kemarin. Perkataan Donomie membuatnya sangat malu. Dekapan erat Donomie di tubuhnya membuatnya sesak.

"T-tolong lepaskan aku..." Vincent berusaha mengatakannya, tercekat karena begitu malu dan terhina.

"Nah, tak sulit, kan?" Donomie menyeringai saat Vincent memohon.

Dekapannya di tubuh Vincent melemah, membiarkannya bangkit dari pangkuannya. Namun begitu Vincent berdiri, kepalanya tiba-tiba pusing. Dia terhuyung-huyung, dan kakinya gemetar.

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang