Part 19

2.5K 140 0
                                    

Mata Donomie terbelalak mendapati Vincent yang terkapar di lantai, sendirian dan telanjang bulat. Ketika dia memeriksa wajahnya yang bengkak, air mata kering melapisi pipinya. Dengan lembut Donomie menyentuh wajahnya dengan tangan yang gemetar. "Ya Tuhan... apa yang mereka lakukan padamu?"

Dengan hati-hati Donomie membalikkan tubuh Vincent. Jantungnya berdebar kencang saat dia melihat seberapa terlukanya dia. Kondisinya tampak sangat memprihatinkan: wajah dan tubuhnya babak belur. Dahinya berdarah, dan ada banyak sekali bekas cupang serta memar yang tak berani dia lihat.

Sementara itu di punggung Vincent terlihat bekas pecutan, membuat kulitnya kasar dan banyak goresan merah. Kengerian yang dia lihat dari kondisi Vincent saat ini membuatnya mual dan gemetar. Dia terisak pilu saat melihat lebih banyak luka fisik di perut Vincent serta lusinan bekas gigitan di bagian pahanya.

Dengan lembut Donomie mengulurkan tangan dan membawa Vincent ke dalam rengkuhannya. Hatinya sakit saat dia memeluk tubuh Vincent yang kurus dan terasa dingin itu. Dia terus menangis putus asa saat kepala Vincent terkulai lemah ke bahunya. "A-aku akan membawamu keluar dari sini... tolong bertahanlah sebentar lagi..."

Donomie mendekap Vincent sambil perlahan berdiri, berhati-hati agar tak melukainya. Dia masih gemetar saat melihat tubuhnya. Tatapan matanya yang nanar kembali mengamati semua luka lebam dan memar itu. Dia lalu membaringkan Vincent dengan lembut ke sofa, membelai pipinya.

Kemudian Donomie melepas maskernya untuk mengendus leher Vincent, mencari aroma tubuh yang dia rindukan, dan mengelus rambutnya. Dia hanya ingin terus menemani Vincent dan memastikannya baik-baik saja, tapi dia harus menemui Leon untuk balas dendam.

"Aku akan segera kembali." Donomie dengan lembut mencium kening Vincent, menatapnya sejenak dengan sedih, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan. Hatinya bertekad untuk menemukan si berengsek Leon. Saat melalui rute yang berbeda, dia kebetulan melewati ruang perlengkapan.

Donomie mengintip ke dalam. Terdapat sebuah meja yang dipenuhi berbagai macam senjata, seperti pisau, brass knuckle, pentungan, dan lainnya. Jelas sekali ini ruangan khusus untuk menyimpan senjata. Namun tak ada senjata api di sana, menandakan bahwa di dalam klub dilarang membawa pistol dan semacamnya.

Donomie berencana mengambil beberapa senjata untuk melawan Leon. Tentu saja dia bisa bertarung, tapi dengan senjata akan lebih efisien. Dia melihat sekeliling dan memastikan tak ada yang mengawasi, lalu menyelinap ke dalam menggunakan pin kecil.

Donomie mengamati berbagai senjata yang tersedia. Begitu banyak pilihan, membuatnya sulit memutuskan. Dia mengambil pisau lipat setelah memeriksanya, lalu membawa sepasang brass knuckle dan mengantongi keduanya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di koridor. Sepertinyanya ada beberapa orang, mungkin Leon dan anak-anak buahnya. "Apa ada yang kemari dalam satu jam terakhir?" tanya Leon.

"Oh, ya, ada orang Jerman yang datang. Katanya dia ingin bicara denganmu soal 'flame'. Kelihatannya dia agak kesal. Dia bilang 'bisnis'-mu mungkin akan segera bubar." Anak buahnya melanjutkan, "Jangan terlalu dipikirkan, bos. Kurasa dia hanya mencoba menakutimu atau semacamnya."

Ada jeda, seolah Leon sedang memikirkan sesuatu. "Hm, mungkin. Di mana dia sekarang?"

"Dia bilang dia akan kembali setelah makan malam," jawab anak buahnya, bersamaan dengan suara langkah kaki mereka yang semakin berlalu. Setelah beberapa saat, tak terdengar apapun di luar.

Donomie perlahan membuka pintu dan menjulurkan kepalanya. Koridor itu sepi dan dengungan lagu di lantai bawah masih terdengar. Tak ada siapapun di sana selain dirinya. Dia melihat ke sekeliling sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan itu dan menutup pintu.

Donomie berdiri sejenak, memejamkan mata dan menarik napas. Ini saatnya. Dia akan menemui si bajingan Leon dan menghajarnya hingga babak belur. Kakinya pun melangkah menuju arah suara terakhir Leon terdengar. Pasti dia belum jauh dari sini.

Samar-samar terdengar percakapan di dekat ujung koridor. Donomie terdiam sejenak, berusaha menguping lagi, tapi suara mereka terlalu jauh. Dia mendekat sambil bersembunyi di balik dinding, mengintip dan bisa melihat sejumlah pria berjalan di sana.

Ada dua anggota Red Tiger serta Leon dengan vodka di tangannya. Mereka sedang bercakap-cakap dan terus berjalan menuju ruangan di sudut lorong. Donomie mengamati siluet Leon sejenak, ingin sekali meninju rambut pirang sialannya dari belakang.

Donomie menyaksikan para pria itu terus mengobrol, menunggu kesempatan untuk menyerang. Ketika perhatian mereka teralihkan, dia mendekati anak-anak buah itu dari belakang. Dengan gerakan cepat dan gesit, dia merobohkan mereka menggunakan brass knuckle hingga keduanya tak sadarkan diri.

Leon yang mendengar suara di belakangnya segera berbalik. Dia tampak sangat terkejut saat melihat Donomie dengan brass knuckle di tangannya. Matanya membelalak, tak percaya bahwa Donomie sekarang benar-benar berdiri di hadapannya.

"Bukannya seharusnya kau sudah mati sekarang?" ucap Leon dengan tenang. "Tembakanku seharusnya cukup untuk menewaskanmu. Bagaimana kau bisa bertahan hidup?"

Donomie membalas tanpa ekspresi. "Bidikanmu payah."

Dahi Leon mengerut dan dia menggertakkan gigi saat menyadari bahwa selain masih hidup, Donomie juga pandai dalam melakukan pertolongan pertama dan merawat luka berat.

"Dasar bajingan," balas Leon lalu mengepalkan tangannya, urat nadinya muncul. Dia marah karena Donomie selamat dan bahkan berani menghadapinya setelah hampir tewas karena dirinya.

Donomie berbalik ketika mendengar banyak langkah kaki yang mendekat di belakang. Rupanya itu anak-anak buah Leon. Dengan cepat dia mengambil posisi siap menyerang. Dia tahu dia kalah jumlah, tapi dia juga tak takut untuk melawan.

Leon hanya menyeringai begitu mereka datang, jelas terhibur dengan situasi saat ini. "Kau pikir kau bisa muncul dan menyerangku begitu saja? Sungguh tolol."

Dia memberi isyarat pada para anak buahnya, dan dengan cepat mereka mengelilingi Donomie, menyudutkannya ke dinding.

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang