Part 11

2.8K 169 1
                                    

"Tidak, dasar gila!" seru Donomie, jelas-jelas menolak permintaan sinting Leon.

Oleh karena itu komplotan Leon pun mulai menyerang Donomie dan anak buahnya. Sekelompok besar pria berjas lalu muncul dari luar, masing-masing memegang senjata api. Mereka segera menyerang Donomie dan anak buahnya. Keadaan di tempat itu segera kacau, penuh dengan suara hantaman dan tembakan.

Donomie berkelahi dan melawan dengan bengis. Tinjunya mengepal saat menyerang bawahan Leon. Dia menghindari peluru dan melakukan serangan balik. Suara pukulannya terdengar cukup keras.

Saat pertarungan berlanjut, komplotan Leon semakin banyak yang memasuki ruangan dan menambah kekacauan. Seruan, peluru, dan jotosan bergema di ruangan itu sehubung dengan banyaknya tubuh yang mulai ambruk ke lantai. Anak buah Donomie terus bertarung dengan sengit melawan musuh.

Donomie beberapa kali menerima hantaman serta satu peluru di bahunya. Tangannya dan tubuhnya berlumuran darah, menunjukkan tanda kalau dia terluka dan kelelahan, sama halnya seperti para bawahan Donomie yang mengalami beberapa luka.

Saat pertarungan berlanjut, anak buah Donomie mulai tewas satu per satu, kewalahan dengan jumlah komplotan Leon. Meskipun mereka telah bertarung sebaik mungkin, mereka kalah jumlah dan kurangnya persiapan.

Kemarahan dan frustrasi Donomie memuncak begitu melihat para anak buahnya gugur dalam pertempuran. Dia mengumpat pelan saat menghabisi beberapa pria berjas itu lagi. Buku-buku jarinya memar dan berdarah.

Tak lama kemudian, Donomie mendapati dirinya berdiri sendirian di ruangan yang berlumuran darah itu, dikelilingi tubuh-tubuh anak buahnya. Dia berdiri dan terengah-engah, masih tegang dan posisi siap bertarung.

Tiba-tiba Leon dengan santai menghampirinya. Seringai puas muncul di wajahnya saat melihat mayat-mayat di sekitar Donomie.

"Kerja bagus, Salvatore. Sekarang, ayo lawan aku," tantangnya. Mata hijaunya yang dingin berkilau penuh kebencian. Donomie menggertakkan gigi dan berancang-ancang untuk menghajar Leon.

Kedua pria itu berdiri dan saling berhadapan. Ketegangan di antara mereka terasa pekat. Sesaat kemudian, Leon menerjang ke depan, rangkaian tinjunya menyerbu Donomie. Dengan cepat Donomie menangkis dan membalas Leon dengan pukulan kerasnya.

Kedua pria itu bertarung dengan bengis, masing-masing dari mereka menolak untuk menyerah. Tinju mereka terayun ke udara, menimbulkan suara hantaman yang menubruk otot serta tulang. Darah berceceran di lantai dam tubuh memar mereka berlumuran keringat dan darah.

Saat pertarungan brutal itu terus berlangsung, Donomie mulai kehabisan tenaga. Dia kelelahan, pukulannya melemah dan melambat. Namun Leon tak henti-hentinya menyerang Donomie, tak mengendurkan serangan.

Leon memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang. Dia menghabisi Donomie dengan kepalan tangannya yang keras, membuat Donomie terjatuh dan kesakitan. Tubuhnya berlumuran darah karena dipukuli hingga babak belur. Leon menatapnya, ekspresi puas muncul di wajahnya saat dia berdiri di hadapannya.

"Hanya ini kemampuanmu?" ejek Leon saat menatap Donomie yang babak belur dan penuh luka. Dia menyeringai angkuh, lalu senyumnya memudar, diganti dengan eskpresi tak sabaran. "Cepat katakan di mana Vincent."

"Aku takkan membiarkanmu membawanya pergi," balas Donomie dingin dan ketus. Matanya berkilat karena amarah dan kebencian. "Akan kubunuh kau kalau berani membawanya."

Leon mengeluarkan pistol dari sakunya. Seringainya melebar saat mengarahkannya tepat di hadapan Donomie. Senyuman datarnya muncul saat jarinya memainkan pelatuk pistolnya. "Kau terlalu meremehkanku."

Wajah Donomie memerah karena emosi saat merasakan ancaman pada todongan pistol Leon. Dia mencoba untuk mengabaikan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya dan memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini.

"Beritahu aku di mana Vincent atau peluru ini akan menembus tubuhmu," kata Leon dengan kejam.

Jantung Donomie berpacu saat memikirkan cara untuk meloloskan diri, tapi nihil. Tak ada jalan keluar karena dia dikelilingi anak buah Leon. "Memangnya apa yang kau inginkan darinya?" tanya Donomie, terdengar mengalah saat menatap Leon.

Leon terkekeh pelan. "Aku butuh tubuhnya untuk proyek baruku."

Mata Donomie membelalak, terkejut mendengar jawaban ambigu Leon. Luapan emosi menyerbu dirinya. "Apa maksudmu?!" serunya penuh dengan kemarahan.

"Kau lihat saja nanti," Leon berkata dengan lembut, senyum dingin dan menyeramkan di wajahnya saat dia perlahan mengangkat pistolnya. "Sekarang, beri tahu aku di mana dia."

"Dia... ada di ruangan pribadiku," jawab Donomie enggan.

"Bagus," ucap Leon, seringai sinis terpampang di wajahnya saat mendengar jawaban Donomie. Dia perlahan-lahan menurunkan senjatanya, menunjukkan kilatan dingin di matanya saat menoleh ke anak buahnya. "Cari dan bawa Vincent," perintah Leon lantang, tanpa emosi.

Salah satu anak buahnya mengangguk dan segera pergi untuk membawa Vincent bersamanya. Beberapa saat kemudian, pria itu kembali sambil menggendong Vincent yang masih belum sadar. Tubuhnya yang hangat dan memerah penuh dengan keringat, pertanda kalau dia sedang demam.

Mata Leon sedikit melebar karena terkejut melihat Vincent yang pucat serta tak sadarkan diri. "Dia kenapa?"

"Dia demam," jawab Donomie lirih, terdengar khawatir dan cemas saat memandangi tubuh Vincent dalam dekapan anak buah Leon.

Seringai kecil kemudian terlihat di wajah Leon. "Well, akan kuatasi masalah itu."

Sebelum Donomie bisa mengatakan apapun lagi, Leon memberi isyarat pada anak buahnya untuk segera ke mobil dan membawa Vincent pergi.

"T-tunggu... berhenti!" Donomie berseru panik. Dia berusaha untuk berdiri tapi kembali terjatuh. Tubuhnya terlalu letih dan terluka untuk bangkit.

"Jangan khawatir, aku akan menjaganya baik-baik," kata Leon dengan lembut. Senyuman kecilnya cukup mengerikan saat memandangi Donomie. "Dan kau, Salvatore sialan... selamat tinggal."

Letusan senjata api melesat ke dada Donomie.

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang