Part 1

7.7K 340 0
                                    

Suatu malam Vincent sedang berjalan sendirian. Tiba-tiba dia merasakan seseorang menancapkan jarum bius di lehernya, dan seketika semuanya menggelap. Setelah beberapa saat, dia terbangun dengan keadaan terikat.

Di hadapannya Donomie berdiri, menatapnya dan menyeringai. "Halo, Vincent."

"Apa yang kau inginkan?!" sembur Vincent sambil melihat sekitar. Mereka berada di ruangan gelap, dan Donomie memainkan pistol di tangannya.

"Mengobrol denganmu. Apa kabar, bos? Atau mantan bos?" Dia lalu tertawa mengejek.

Vincent hanya diam dan menatapnya marah, membuat Donomie berdecak lalu menendang perutnya dan membuatnya mengerang saat terjatuh.

Donomie mendengus keras, jelas-jelas benci dengan sikap Vincent yang enggan untuk tunduk padanya. "Apa aku perlu mengingatkanmu kalau sekarang akulah bosnya?"

Alih-alih segan, Vincent meludah ke Donomie sambil menatapnya marah. "Dasar pengkhianat!"

Donomie balas menatap dan tertawa, sebelum menginjak kaki Vincent dan memutar tumitnya. "Kurasa mantan bos mafia yang menyedihkan ini perlu diberi sedikit pelajaran."

Vincent menggertak, dan amarahnya kini memuncak. Namun Donomie mengabaikannya dan malah mengangkat kakinya untuk menghantam kaki Vincent, hampir mematahkannya. Vincent pun memekik kesakitan.

"Kau masih sombong seperti biasanya, ya?" tanyanya mencemooh. Dia menodongkan pistolnya ke arah Vincent. "Kutembak saja bagaimana, hm?"

Mendengar hal itu Vincent membeku. Napasnya tercekat saat Donomie kini mengarahkan pistol tepat di wajahnya. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku? Sekarang aku jauh lebih berkuasa darimu, Vincent. Jadi menyerah sajalah."

Karena Vincent masih menolak untuk bicara, Donomie menyentuh dagunya dan membuatnya mengadah untuk menatapnya. Dengan suara rendah, dia berkata, "Bukankah lebih baik kau bergabung denganku?"

"Aku takkan sudi bergabung denganmu, keparat!" kata Vincent akhirnya, berteriak marah dan tak memedulikan todongan pistol tepat di wajahnya. Donomie menghela napas pelan dan menurunkan pistolnya.

"Kalau kau menolak, bukankah lebih baik kau kusiksa?" katanya, lalu pergi untuk mengambil pisau. Vincent menelan ludah saat Donomie mendekat dengan pisau di tangannya.

"Ada kata-kata terakhir, Vincent?" tanya Donomie sambil menyeringai saat mendekat padanya. Samar-samar Vincent bisa merasakan deru napas Donomie saat menggeleng. Meski dia tetap diam dan tak membalas ucapan Donomie, pria itu tertawa. "Bagaimana kalau kau meminta ampunanku?"

Dengan geram Vincent meludahinya lagi, tak takut membuatnya marah. Donomie tersentak pelan, lalu terkekeh. Dengan kasar dia segera menjambak rambut Vincent dan menariknya ke belakang, lalu menempelkan pisau ke lehernya. "Beg to me."

Vincent memicingkan mata saat meringis kesakitan. Dalam posisi seperti ini dia jelas-jelas tak mampu membela diri. Dia menatap pisau yang menyentuh lehernya, dan dengan harga diri yang tersisa, dia berbisik, "T-tolong jangan bunuh aku, Donomie..."

Donomie tertawa, tapi dia terlihat belum cukup puas. "Suaramu terlalu kecil. Ulang."

Vincent menelan ludah, marah karena pria itu sengaja mempermalukannya. Dia lebih memilih mati daripada membiarkan harga dirinya terluka, tapi Donomie takkan membiarkannya semudah itu. Dengan lebih keras dia berkata, "Tolong jangan bunuh aku!"

Vincent benci dirinya sendiri karena memohon padanya. Hilang sudah martabatnya sebagai mantan ketua organisasi North Vipers. Namun akhirnya Donomie melepaskan cengkeraman di rambutnya dan menarik pisaunya. Meski begitu, suaranya terdengar mengejek saat berkata, "Semudah itu? Membosankan."

Vincent memelototinya dengan marah. Apa yang pria gila ini inginkan? Dia tak sudi bersikap tunduk lebih lama lagi, dan muak terlihat seperti pecundang. Dengan gesit dia menendang Donomie, membuatnya mengerang dan tersungkur. Pisaunya jatuh membentur lantai. Vincent bergegas meraihnya dan memotong tali yang mengikatnya hingga berhasil melepaskan diri.

Donomie terkejut, tapi dengan cepat dia mengambil alih situasi. Dia meninju wajah Vincent dan menendang perutnya, lalu menjepit tubuhnya dengan kedua kakinya. Sementara itu dia juga menahan tangan Vincent. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, hm?"

"Lepaskan aku!" kata Vincent sambil berusaha melawan Donomie. Namun pria itu mengencangkan cengkeraman di pergelangan tangannya.

Hal ini membuat Vincent sangat marah. Untuk yang ketiga kalinya dia meludahi Donomie. Pria itu tampak terkejut sesaat, sebelum cengkeramannya semakin erat hingga Vincent meringis. Dengan geram dia mengumpat, "Dasar bajingan sialan..."

Donomie menatap Vincent sejenak, lalu meninju dadanya hingga membuatnya mengerang kesakitan. Tangannya kini menelusuri leher Vincent dan mencekiknya perlahan.

"Aku akan menghukummu supaya tak macam-macam denganku," katanya. Suaranya terdengar mengancam.

Vincent menatap mata dingin Donomie dengan sedikit ketakutan. Cengkeramannya semakin erat di lehernya hingga membuatnya kesulitan bernapas. Sesekali dia terbatuk dan terengah-engah begitu cekikan itu semakin kuat.

"Minta maaf. Sekarang," perintah Donomie, masih menyiksa Vincent. Dia menatap mantan bosnya dengan berapi-api. Sementara itu Vincent mencoba bicara, tapi tak sanggup karena tersenggal-senggal. Akhirnya Donomie sedikit melonggarkan cengkeramannya. "Cepat katakan."

Vincent akhirnya bisa bernapas lagi walau masih terengah-engah. Sambil mengatur napas, dia berkata, "A-aku... minta maaf..."

Anak tetapi Donomie masih menahan Vincent dengan tubuhnya yang kekar. "Bagus, tapi urusan kita belum selesai."

Vincent membelalak, mulai sedikit kelelahan karena bobot tubuh Donomie. "A-apa...?"

Namun Donomie tak menjawab. Alih-alih pria itu malah mencium lehernya, menggigit dan meninggalkan bekas di mana-mana. Dia terus menghisap kulitnya sambil menyeringai, seolah-olah sangat menikmatinya dan memang ingin melakukannya sejak lama.

Vincent mencoba untuk menghentikan Donomie dengan mendorongnya sekuat tenaga, tapi dengan segera pria itu memegang tangannya erat-erat. Donomie mencium tulang selangkanya dan meninggalkan lebih banyak bercak kemerahan.

Wajah Vincent memerah karena marah sekaligus malu, tapi Donomie jelas-jelas tak peduli. Pria itu masih menundukkan kepalanya untuk mencium seluruh bercak merah yang dia ciptakan di leher Vincent. Dia lalu mengangkat kepalanya, menatap Vincent sambil menyeringai.

"Milikku."

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang