Part 8

3.3K 184 0
                                    

Tangan Vincent mencengkeram lengan Donomie erat-erat seiring dengan desahannya yang semakin keras. Dia tak bisa berbuat apapun untuk mencegah dirinya mencapai klimaks.

"Aku tahu kau menikmatinya." Donomie tersenyum sambil terus menjilati bagian sensitifnya.

"Ahn... ahh... mmmh..." Napas Vincent semakin berat. Dia tersentak dan mendesah saat lidah Donomie terus menjilati area intimnya. Dia ingin pria itu berhenti, tapi tubuhnya bereaksi dengan sendirinya dan dia tak bisa menghentikannya, membuatnya hampir klimaks.

Donomie terus mengelus area sensitif Vincent dengan lidahnya, perlahan dan lembut, puas karena membuatnya merasa nikmat. Tubuh Vincent tersentak sebelum memuncratkan cairan hangat dari bagian intimnya, terengah-engah dan mendesah lebih keras. Dia kini terbaring lemas dan kewalahan untuk bergerak.

Donomie berhenti, duduk sambil menatap Vincent yang tersenggal-senggal sambil menyeringai puas. Jari-jarinya menyentuh pipinya dengan lembut.

"Anjing pintar," gumamnya. Dia tersenyum lalu menghela napas. "Now daddy's turn."

"T-tidak..." ucap Vincent panik, bisa menebak apa yang akan Donomie lakukan selanjutnya. Dia berusaha meloloskan diri, tapi Donomie mencengkeram pergelangan tangannya kuat-kuat dan menahannya ke tempat tidur.

"Ssh... tenanglah. Aku janji akan melakukannya pelan-pelan. Kau tak mau dihukum, kan?" bisiknya ke telinga Vincent. Suaranya rendah dan menenangkan, tapi juga sedikit mengancam. Dia masih memegang erat pergelangan tangan Vincent, tak melepasnya.

Vincent mengerang saat pergelangan tangannya mulai mati rasa. Dia sangat takut dengan apa yang akan dilakukan Donomie padanya, bahkan tak mau membayangkannya. Dia benci karena tak bisa menolak permintaannya, jadi dia hanya bisa pasrah. "B-baiklah... akan kuturuti kemauanmu..."

Donomie tersenyum lembut, melepaskan cengkeraman di pergelangan tangannya lalu terkekeh pelan. Dia berencana untuk melakukannya malam ini dengan Vincent, tapi melihatnya yang ketakutan seperti tikus membuatnya urung melakukan niatnya.

Bukan ini yang dia mau. Bukan wajah ketakutan Vincent yang ingin dia lihat saat mereka berhubungan badan untuk pertama kalinya. Tidak, dia tak boleh menghancurkan rencananya hanya karena tak mampu menahan hasratnya. Dia harus bersabar dengan Vincent.

"Anjing pintar. Sekarang kemarilah dan berlutut padaku," katanya saat turun dari kasur dan duduk di sofa, bersandar dan menyilangkan tangannya. Vincent pun berlutut dengan tubuh gemetar, perlahan merangkak seperti anjing ke arah Donomie dengan siku dan lutut.

Donomie tersenyum miring saat dia menatap Vincent. Tangannya perlahan bergerak risleting celananya dan membukanya. "Isap."

"T-tidak... kumohon..." pinta Vincent berusaha mundur, tapi terlambat karena kini Donomie menarik rambutnya.

"Oh, tapi kau harus menurut padaku, anjing kecil." Dia menyeringai. Matanya berkilat tak sabar saat tangannya memegang rambut Vincent, menahan kepalanya dekat alat vitalnya.

"Buka mulutmu," pintanya dengan suara rendah dan menuntut sambil menahan kepala Vincent. Jari-jarinya mencengkeram rambutnya lebih erat, memaksanya menuruti keinginannya.

Vincent lalu menarik napas dalam-dalam. Dengan enggan dia membuka mulutnya. Donomie terkekeh saat Vincent ragu-ragu meraih alat kelaminnya, perlahan menjilatinya.

"Hmm, anjing pintar," katanya sambil mencengkeram bagian belakang kepala Vincent erat-erat, menariknya lebih dekat ke tubuhnya. Suaranya terdengar lebih tegas saat berkata, "Buka mulutmu lebih lebar dan isaplah."

"Mmphh..." Vincent mengerang dan menurut, membuka mulutnya lebih lebar.

Donomie menarik rambutnya mendekat ke pinggulnya. Vincent tersentak, tak bisa berbuat apa pun saat dipaksa mengulum area intim Donomie. Wajahnya memerah penuh keringat dan matanya terpejam karena perasaan malu, tapi dia tak punya pilihan selain menurut.

"Bagus... ya... ahh... seperti itu..." gumamnya sambil mengerang saat Vincent terus mengisap alat kelaminnya. Dia bersandar ke sofa dan menikmatinya. Napasnya mulai berat, membiarkan lengan kirinya tergeletak di sofa saat tangan kanannya menggerakkan kepala Vincent maju dan mundur. Setelah beberapa saat dia menarik rambutnya menjauh darinya.

Dia masih bersandar, menghela napas pelan, dan terkekeh ketika melihat wajah Vincent setelah mengulum kemaluannya. Vincent membuka matanya. Napasnya tersenggal-senggal. Dia ingin menangis karena sangat malu, tapi dia tak mau Donomie melihatnya.

"Kau terlihat imut," ucap Donomie lalu tertawa kecil, terhibur betapa submisifnya Vincent saat ini. Dia mencondongkan tubuh ke Vincent, menyentuh pipinya dengan lembut. "Apa kau malu jadi anjing kecilku yang penurut?"

Vincent mencoba menjauh, tapi jari Donomie masih menyetuh pipinya. Dia lalu mendekat. Suaranya pelan tapi juga penuh ancaman, memaksa Vincent mematuhinya. "Jangan menjauh."

Jarinya kini mengusap bibir Vincent lalu masuk ke mulutnya untuk memainkan lidahnya, membuatnya sulit bicara. Vincent sedikit terengah-engah. Napasnya hangat saat menatap Donomie.

"Kau kelelahan, hm?" tanyanya saat jarinya menyentuh lidah Vincent. "Kemarilah dan duduk di pahaku."

Dengan ragu-ragu Vincent berdiri dan duduk di pangkuan Donomie, terlihat tak begitu nyaman dengan posisi itu. Donomie tersenyum kecil dan mengusap paha Vincent. Tangannya yang lain menahan tubuhnya supaya tak terjatuh.

"My good boy," kata Donomie. Jari-jarinya menelusuri bagian dalam paha Vincent, mengelus ke atas dan ke bawah dengan lembut. Namun kemudian dia mulai meremasnya sedikit.

Vincent meringis saat Donomie meremas pahanya, cukup untuk membuatnya kesakitan. Donomie bersandar di sofa sambil terus mengusap dan meremas pahanya. Jari-jarinya sedikit menekan pahanya.

Rasanya cukup sakit. Mata Vincent berkaca-kaca, penuh dengan rasa malu dan penghinaan. Tubuhnya sedikit gemetar saat Donomie meremas pahanya semakin kuat, cukup keras untuk menyakitinya. Suaranya pecah saat air mata membasahi pipinya.

"T-tolong jangan sakiti aku..." pintanya dengan lirih.

***

Prey to the SnakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang