THE DARK WORLD - BAB 1

76 30 13
                                    

Hidup terbiasa di sebuah kota yang penuh dengan sinar matahari, tetapi alam mempunyai kehendaknya sendiri untuk memindahkanku ke kota yang selalu diselimuti hujan setiap harinya dan udara dingin di setiap malamnya.

Namaku Etana Valencia, orang-orang bebas memanggilku apa pun. Ada yang memanggil Ana atau Valen, bahkan ada juga yang memanggilku kuper yang bisa diartikan kurang pergaulan. Sebenarnya aku tidak kurang pergaulan, hanya saja jarang ada yang satu pemikiran denganku untuk dijadikan sebagai teman. Lagi pula, aku sama sekali tidak peduli dengan sebuah kiasan nama karena tidak akan merubah apa pun dalam hidup kecuali diri sendiri.

Aku sudah tidak memiliki orang tua, mereka sudah tiada sejak umurku 15 tahun karena sebuah kecelakaan mobil. Tadinya aku tinggal bersama adik dari ibu, tetapi sepertinya dia sudah menyerah dengan sikap anehku yang setiap hari selalu berbicara seperti bukan dijamannya dan melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat oleh mata pada umumnya. Bahkan aku juga bisa berbicara dengan hewan, tentu saja manusia biasa tidak dapat melakukan hal ini. Sebenarnya ini adalah sebuah pertanyaan besar juga mengapa aku bisa melakukan semua ini. Akhirnya, dia mengirimku untuk tinggal bersama nenek yang berada sangat jauh dari pusat kota. Sepertinya kelebihanku memang sudah dianggap sebagai malapetaka untuk kehidupan orang-orang sekitar.

Aku mencoba beradaptasi kembali dengan lingkungan baru. Sejak kecil, aku tidak memiliki teman, yang benar-benar disebut teman. Aku tidak berharap banyak dengan lingkungan baru ini, jika memang aku bisa mendapatkan teman sesungguhnya, aku sangat bersyukur akan hal itu.

Malam tiba. Hari ini adalah malam pertamaku di tempat baru. Nenek sudah terlelap setelah makan malam tadi. Pukul 23:00 saja, aku masih anggap sore karena sudah terbiasa dengan kehidupan di pusat kota. Aku mencoba membaca novel Twilight karya Stephenie Meyer untuk menunggu rasa kantuk datang.

Sek, sek, sek!

Terdengar suara seseorang sedang berjalan melewati rerumputan.

Aku melihat jam, ternyata sudah menujukkan pukul 23:30. Terasa asing sekali di wilayah seperti ini ada orang yang masih beraktivitas di luar rumah. Aku menaruh novel di atas tempat tidur. Aku melepas selimut dan beranjak ke arah jendela untuk segera melihat siapa orang tersebut.

Aku membuka gorden perlahan untuk mengintip. Aku tercengang, ada dua orang pria dengan berpakaian serba hitam (gothic) dan satu orang wanita berambut sangat indah memakai pakaian yang hampir sama modelnya. Rasanya di wilayah seperti ini sangat tidak mungkin ada yang memiliki model pakaian seperti itu.

Salah satu pria diantara mereka menoleh ke arahku. Aku langsung menutup gorden dengan segera dan bersembunyi di sudut dinding kamar. Napas mulai tidak beraturan karena takut mereka tahu bahwa aku sedang memerhatikan. Aku mencoba beranikan diri untuk mengintip kembali melalui jendela, aku memastikan bahwa orang tersebut sudah beranjak pergi.

"Hhhhh!" Aku melepas napas.

Aku bersyukur sekali mereka tidak sadar akan keberadaaku. Mereka terlihat melanjutkan perjalanan. Aku rasa mereka bukanlah orang biasa dan warga dari sekitar sini. Aku mencoba tertidur setelah itu karena esok harinya harus berangkat ke sekolah baru. Aku tidak ingin mengacaukan hari esok dengan bersikap tidak peduli dengan diri sendiri.

****

Hari pertama di sekolah baru.

Pukul 06:00, aku sudah berangkat dari rumah. Aku berjalan kaki untuk transportasi ke sekolah. Perjalanan memakan waktu 15 menit untuk sampai di SMA Kencana. Aku menghela napas saat baru saja masuk melewati gerbang sekolah. Aku berharap perjalananku kali ini lebih baik dari sebelumnya.

Aku memasuki kelas 12 IPA 1 yang sudah diberitahu sebelumnya bahwa ini akan menjadi kelasku. Ada bangku kosong di belakang kelas, aku duduk bersama seorang siswa yang terlihat sekali dia dijauhi teman-teman sekelasnya, kemungkinan karena cara berpakaian yang terlalu rapih dan model rambut yang sangat kuno serta kaca mata yang cukup besar. Dia menjulurkan tangannya kepadaku untuk berjabat tangan dan memperkenalkan diri dengan senyuman ragu.

"Eee, aku Bagaspati, bisa dipanggil Bagas. Kamu siapa, namanya?" Dia membuka pembicaraan.

Aku membalas jabatan tangannya. "Valencia. Panggil saja, Valen."

Dia melepaskan jabatan tangannya. "Kok kamu mau duduk sama aku, Valen? Soalnya murid-murid di sini saja, nggak ada yang mau dari awal aku masuk ke sekolah ini." Dia tersenyum ragu.

Sudah tertebak dari awal, dia dijauhkan. "Sama saja kok, duduk dengan siapa dan di mana."

"Terima kasih, Valen." Dia tersenyum semringah. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya.

Jam pelajaran sudah dimulai, kelas ini diawali dengan pelajaran Fisika. Bagas sejak tadi tidak henti mengacungkan jemarinya saat ada sesi tanya jawab bersama guru di kelas. Dia sangat terlihat pintar dalam pelajaran ini. Kalau dia tinggal di pusat kota, rasanya orang sepertinya, akan dimanfaatkan oleh orang-orang sekitarnya untuk mengerjakan PR. Apalagi Bagas adalah tipe orang yang butuh teman, kemungkinan hal itu bisa saja terjadi pada dirinya.

Aku berpikir hanya di satu pelajaran saja Bagas sangat menguasai materi, ternyata di semua pelajaran dia tidak henti menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dia benar-benar orang yang sangat pintar, aku tidak menyangka akan hal ini. Cukup memiliki kesan kagum untuk pertemuan pertama dengannya.

Kriiing, kriiing, kriiing!

Bel istrahat berbunyi.

Aku tidak beranjak keluar untuk membeli makan di kantin. Nenek sudah menyiapkan bekal makanan dan minuman untuk aku makan di sekolah. Bagas sepertinya bernasip sama denganku, dia juga membawa bekal dari rumah untuk dimakan pada saat jam istirahat tiba.

"Kamu bawa bekal juga, Valen?"

Aku mengangguk. "Iya, lo juga?" Dia hanya mengangguk dan tersenyum kepadaku.

Aku melihat dia hanya membawa bekal nasi dengan lauk hanya tempe dan tahu saja. Aku menjadi kasihan melihatnya, kebetulan aku membawa lauk cukup banyak hari ini. Aku mencoba menawarkan laukku kepadanya. Rasanya membantu sesama tidak ada salahnya juga.

"Eh, gue bawa ayam sama anaknya nih, telor. Lo mau, nggak?" Aku dengan nada bergurau.

"Hah? Nggak, Valen. Nanti takut kamu kurang." Dia tersenyum ragu.

"Nggak kok, lo pilih saja mau ayam atau anaknya. Gue nggak makan banyak kok." Aku meyakinkannya.

"Hemm, telor saja deh, Valen." Dia tersenyum ragu kembali.

Aku langsung menaruh telur yang aku bawa ke kotak makannya. Dia tidak berhenti berucap terima kasih kepadaku sejak tadi hanya karena telur yang aku berikan.

Saat makan, dia melepaskan kaca matanya yang cukup besar dan tebal itu, ternyata dia memiliki wajah yang cukup tampan jika tidak memakainya. "Lo ganteng juga ya, kalau nggak pakai kaca mata," ucapku spontan di hadapannya.

"Hahaha, nggak mungkin, Valen. Kamu salah lihat. Sepertinya kamu terlalu banyak begadang jadi halusinasi berlebih," jelasnya didampingi tawa.

"Yeee, nggak percaya, gue lagi jujur ini lho, hahaha." Dia hanya tertawa dan tersipu malu mendengar penjelasanku.

Hari pertama aku berada di sekolah ini, tidak seburuk yang aku pikirkan. Sangat bersyukur mendapat teman seperti Bagas. Aku berharap pertemananku bisa bertahan lama dengannya.

***********************************************************************************************

Terima kasih yang sudah membaca cerita THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE. Cerita akan update setiap hari Sabtu, pukul 15:00 WIB ya.

Follow aku dulu yuk, agar kalian dapat notifikasi untuk cerita barunya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca ya, karena support kalian sangat berharga. 

Tunggu kelanjutan cerita THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE.

See you and thank you, Penganut Bloody Woman!


Warm Regards,

BLOODY WOMAN

THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang