Aku suka berbincang dengan Jonathan, terasa sangat nyaman. Pikiran kita seperti terkoneksi satu sama lain. Dia juga tipe pendengar dan sangat asyik untuk diajak bergurau. Ternyata pindah dari pusat kota, membuat aku merasa diterima, dan bisa mendapatkan teman baru yang sama uniknya denganku.
Aku sangat penasaran tentang percintaan dan juga pertemanan Jonathan selama ini. Aku lihat dia sangat ramah kepada siapa pun, wajahnya juga karismatik, postur tubuhnya juga bagus bagaikan atlet, sepertinya jika mendengar kisahnya pasti akan lebih beruntung dia dibandingkan aku.
"Boleh nanya sesuatu nggak, Jo?" tanyaku ragu.
Dia mengangguk. "Tanya saja, Valen."
"Lo selama ini punya hubungan spesial nggak, sih? Orang seperti lo kalau di kota, akan menjadi playboy cap jempol deh, hahaha." Aku tertawa kecil.
Dia tertawa mendengar perkataanku. "Kok bisa jadi playboy cap jempol?"
"Iya, wajah dan tubuh lo, pasti diidam-idamkan perempuan-perempuan jaman sekarang. Memangnya lo nggak merasa tampan, Jo?" gurauku.
"Okay, jadi menurut Valencia si anak kota, seorang Jonathan tampan, nih?" tanyanya dengan nada bergurau.
Aku tertawa. "Bisa saja lo, kalau boleh jujur, memang lo tampan kok."
"Terima kasih, Valen, atas pujiannya. Gue jawab pertanyaan lo ya, selama gue hidup, gue nggak pernah menjalin apa pun sama lawan jenis, sih!" Dia diam sejenak dengan menatap lurus ke depan. "Mungkin kalau lo mau coba hubungan sama gue, boleh kok, hahaha," guraunya.
Aku menepuk pundaknya didampingi tawa. "Gila, ya! Gue ketawa mulu dari tadi sama lo."
"Hidup nggak usah terlalu dibawa serius, Valen. By the way, lo sendiri gimana? Ada juga, menjalin hubungan sama lawan jenis?"
Aku menggeleng. "Nggak ada sih, mungkin belum menemukan yang sama anehnya kali, ya?"
"Okay, gue harus seaneh lo ya, kalau mau jadi pasangan lo? Hahaha," guraunya.
"Tenang, lo udah cukup aneh kok di mata gue, hahaha," gurauku.
"Ini sepertinya pujian, tapi ada rasa nggak terima ya, hahaha," guraunya.
Aku tidak bisa berhenti tertawa ketika bersamanya. Dia mengajakku duduk di atas bukit dan menyandar di bebatuan. Aku menyandarkan kepalaku di pundaknya, terasa sangat lelah berjalan-jalan bersamanya malam ini. "Lo punya teman selain gue, Jo? Apa lo diasingkan sama kaum bellator, jadi lo mau temenan sama gue?" Aku menatap langit penuh dengan bintang.
"Punya, hanya saja mereka sedang pergi jauh, terkadang gue menjenguk mereka untuk memastikan keadaan mereka baik-baik saja," jelasnya dengan nada merendah dari sebelumnya. Tampaknya, dia merasa kesepian ditinggal oleh teman-temannya.
"Menurut lo, arti pertemanan itu, apa?" Aku memerhatikan wajahnya.
"Teman gue hanya sedikit, bisa kehitung dengan jari, tapi mereka benar-benar peduli satu sama lain. Mereka gue anggap bagaikan keluarga."
Aku mengangkat kepala dan menatapnya lurus. "Lo pasti kehilangan mereka banget, ya?"
Dia mengelus pundakku dengan senyuman penuh makna. "Selagi lo masih bisa lihat orang itu hidup, berarti itu bukan kehilangan. Mereka pergi ada tujuan yang pasti kok. Gue bangga sama mereka bisa melewati banyak hal sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE
FantasyTHE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE STORY BY BLOODY WOMAN Follow aku dulu sebelum membaca ya, agar kalian tidak ketinggalan untuk update ceritanya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca karena support kalian sangat berharga. BLURB ...