Di toko kue.
Aku dan Bagas terengah karena berlari menuju ke sini. Kami beristirahat sejenak di kursi yang tersedia dengan napas tidak beraturan.
"Maaf ya, aku nggak bisa bantu apa pun tadi." Bagas membuka pembicaraan.
"Udah santai." Aku melerai suasana.
"Buat permintaan maaf, aku belikan kue untuk nenek ya."
"Ih, nggak usah, nggak apa-apa, gue saja," cegahku.
"Nggak apa-apa, Valen, hanya ini yang bisa aku lakukan agar berguna di kehidupan," lirihnya.
"Hemm, ya sudah, kalau begitu, terima kasih ya."
Bagas masuk ke dalam toko kue untuk membeli kue ulang tahun untuk nenek. Aku menunggu di depan sambil beristirahat sejenak. Tidak lama, Bagas keluar dari toko kue dengan membawa kue ulang tahun yang cukup besar ukurannya. Aku tercengang dengan kue yang dia belikan untuk nenek.
"Lo serius sebesar ini kuenya?" Aku dengan wajah tercengang.
"Iya, kenapa memangnya, Valen?" tanyanya heran.
"Yaa, nggak apa-apa sih, nanti lo bawa pulang juga ya, buat keluarga lo makan juga."
"Gampang, Valen, nanti kita makan bareng-bareng saja." Kami berjalan bersama menuju rumahku setelah itu.
Di rumahku.
Nenek terlihat senang atas pemberian Bagas kepadanya. Kami memakan bersama kue yang dibelikan Bagas setelah itu. Aku mengajak Bagas untuk berbincang di kursi teras rumah ini. Jujur aku sangat menikmati ketika bertukar pikiran dengan Bagas.
"Gas, rumah lo di mana, sih?" Aku membuka pembicaraan.
"Di Desa Melati, nggak jauh dari Desa sini, Val," jawabnya, lalu memakan kue.
"Oh, lumayan dekat ya." Aku mengangguk. "Lo berapa bersaudara?"
"Aku anak semata wayang, Val." Dia kembali menyuap kue. "Kamu sendiri berapa bersaudara? Apa masih ada keluarga selain di sini?"
"Sama kok, gue anak semata wayang juga."
"Aku lihat di sini hanya ada nenek, orang tua kamu di mana, Val?"
Aku menggeleng dan tersenyum. "Dua-duanya sudah meninggal, Gas."
Dia batuk saat menyantap kue. "Maaf, Val, aku nggak tahu."
Aku memberikan minum untuknya. "Minum dulu." Dia menerima air yang aku berikan. "Nggak apa-apa kali, Gas, aman kok gue, lagi pula orang tua gue udah lama juga meninggalnya."
Dia menaruh gelas minuman yang aku berikan di atas meja. "Iya, Val. Maaf sekali lagi. Lalu, bagaimana menurut kamu tentang, Nawa?"
"Sangat berbeda jauh sama lo. Dia sangat arogan, penuh emosi, dan penuh ambisi. Kalau lo, lugu, dan baik hati."
"Kamu sendiri lebih nyaman sama yang mana, Val?"
"Bagas, tapi kalau berantem-berantem seperti tadi, yaa nggak bisa dipungkiri, terkadang butuh juga sosok Nawa buat bantu gue, hahaha," gurauku. Aku memerhatikan luka yang ada di wajahnya, lukanya terlihat tidak kunjung sembuh. "Gas, mau gue obatin nggak, luka di wajah lo?"
"Ngerepotin kamu nggak, Val?" Dia memastikan.
"Nggak sama sekali. Sebentar ya, gue ambil P3K dulu di kamar." Aku berjalan meninggalkannya sejenak untuk ke kamar. Tidak menunggu waktu lama, aku kembali untuk menemuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE
FantasyTHE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE STORY BY BLOODY WOMAN Follow aku dulu sebelum membaca ya, agar kalian tidak ketinggalan untuk update ceritanya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca karena support kalian sangat berharga. BLURB ...