THE DARK WORLD - BAB 20

3 0 0
                                    

Esok harinya. Kami menemani Sabrina dan Aldo untuk melakukan ritual yang diadakan oleh kaum jania. Tidak menunggu waktu lama, kaum jania menepati janjinya untuk mengembalikan penglihatan Sabrina dan lidah Aldo. Aku sangat bersemangat melihat mereka kembali bahagia dengan kehidupan yang semestinya.

Kaum jania memakai gaun berwarna putih. Mereka juga memakai mahkota dari akar dan daun dari pohon yang mereka percaya memiliki kekuatan supranatural. Mereka menyebut pohon itu dengan sebutan pohon suci. Mereka diminta satu per satu merebahkan tubuh di bawah pohon suci. Pohon ini sangat besar, tidak seperti pohon pada umumnya. Memiliki banyak akar yang menggantung dan batang yang sangat besar. Petinggi kaum jania sudah berkumpul duduk bersila di hadapan tubuh Aldo dan Sabrina. Kaum jania mulai berpegangan tangan satu sama lain dan memejamkan matanya.

Pemandangan yang menabjubkan, aku melihat pohon ini bersinar pada setiap daun-daunnya. Akar-akar gantung mulai memanjang menutupi mata Sabrina dan mulut Aldo. Aku tidak menyangka dapat menyaksikan secara langsung penyembuhan Sabrina dan Aldo.

Setelah beberapa menit berlalu, pohon besar ini mulai meredubkan cahaya, dan lama-kelamaan cahayanya menghilang dengan sendirinya. Kaum jania langsung melepaskan tangan dan membuka matanya perlahan. Mereka langsung menghampiri tubuh Sabrina dan Aldo untuk membuka akar yang menutupi.

Sabrina dan Aldo membangkitkan diri perlahan. Sangat terlihat dari wajah Sabrina dan Aldo penuh kebahagiaan. Aldo sudah bisa berbicara kembali, kata yang keluar pertama kali adalah memanggil nama Sabrina. Sabrina langsung memeluk Aldo, terlihat dia sudah kembali penglihatannya. Mereka langsung menghampiri aku dan Jonathan yang menunggu dari luar zona. Mereka langsung memeluk kami satu per satu.

Alita menghampiri kami. "Selamat kalian sudah dapat melihat dan berbicara lagi."

"Terima kasih," ujar serentak Aldo dan Sabrina.

"Ada yang ingin bertemu dengan kalian. Apakah boleh?" tanya Alita.

"Tentu, siapa?" tanya Sabrina.

Perempuan bertopeng yang biasa memerhatikan kami berjalan mendekat. Aku penasaran mengapa dia selalu memerhatikan kami sejak awal kedatangan. Perempuan ini membuka topengnya perlahan dan menangis melihat ke arah kami semua. Wajahnya memang rusak seperti luka cakar yang membekas di bagian mata dan pipinya. Sepertinya perempuan ini sudah berumur sekitar 35 tahunan terlihat dari wajahnya.

"Mama Sabrina," ujar perempuan ini.

Aku tercengang ketika memanggil Sabrina dengan sebutan Mama. Terlihat dari wajahnya, Sabrina seperti seumuran denganku, dan wanita ini terlihat jauh lebih tua dibandingkan Sabrina. Sabrina langsung memeluk perempuan ini. "Rachel!" tangisan Sabrina pecah begitu saja dipelukan perempuan ini.

Jonathan dan Aldo langsung menghampiri perempuan ini. Aku masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Perempuan ini melepaskan pelukannya dengan Sabrina dan berlanjut memeluk Aldo.

"Papa!" sapa perempuan ini yang berada dipelukan Aldo.

Perempuan ini melepaskan dekapan dan langsung memeluk Jonathan. "Halo, Om Jo!" sapanya di dalam dekapan.

Semua ini membuat aku sangat bingung. Aku melihat Jonathan, Aldo, dan Sabrina seperti tidak jauh umurnya denganku. Perempuan ini sangat terlihat berbeda umurnya dengan mereka. Bagaimana bisa dia memanggil Sabrina dengan sebutan Mama, memanggil Aldo dengan sebutan Papa, dan memanggil Jonathan dengan sebutan Om? Aku seperti frustasi sejenak memikirkan semua ini. "Tunggu, apa yang sebenarnya terjadi? Papa? Mama? Om? Aku nggak paham!" kataku jengkel.

Jonathan terlihat mencoba menjelaskan kepadaku. "Hemm, duduk dulu yuk, Sayang," ujar Jo lembut. Akhirnya aku menuruti kemauannya dan berusaha mendengar segala penjelasannya. "Rachel anak Aldo, Sabrina ibu angkat Rachel karena menjaga Rachel dari kecil, dan aku ikut andil dalam menjaga Rachel dari kecil."

"Tunggu, wajah kalian malah lebih muda daripada perempuan ini. Aku nggak mengerti." Aku benar-benar kebingungan.

"Maaf, aku baru bisa jujur sama kamu, Valencia. Wajah dan tubuh aku, Aldo, serta Sabrina seperti terhenti di umur 20 tahun. Kami tidak menua sejak itu hingga saat ini." Jonathan penuh kesungguhan.

Aku meneteskan air mata. "Sebenarnya berapa umur kalian?" tanyaku penuh kekecewaan.

Jonathan menghela napas panjang. "Aku sudah berumur 48 tahun, Aldo 58 tahun, Sabrina 55 tahun, dan Rachel berumur 38 tahun sekarang. Aku minta maaf, Valen. Aku baru bicarakan ini, aku takut kamu nggak akan bisa menerimaku karena hal ini." Dia meneteskan air mata.

Aku langsung berdiri dalam linangan air mata. "Sepertinya aku butuh waktu untuk sendiri, permisi!" Aku berlari menuju tempat kesukaanku di wilayah jania yaitu bebatuan di pinggir tebing.

Sepertinya rasa bingung ini membuat aku sedih. Aku tidak kecewa dengan umur Jonathan dan yang lainnya, hanya saja jika dia jujur dari awal, aku yakin tidak akan sesedih ini mendengar semuanya.

Sabrina menghampiriku bersama Leon yang mengikutinya. "Sorry, Valencia, apakah aku boleh bergabung?"

Aku menghapus air mata dengan jemari dan mengangguk. "Iya, boleh."

Dia duduk di sampingku. "Kamu kecewa dengan umur Jonathan yang sangat jauh berbeda denganmu?"

Aku menunduk dan kembali meneteskan air mata. "Aku nggak tahu."

"Apakah kamu masih mencintai Jonathan setelah tahu hal ini?"

Aku mengangguk. "Aku masih mencintainya."

"Lalu?" Dia memerhatikan wajahku.

Aku memejamkan mata. "Mungkin aku hanya terkejut saja." Aku membuka mata dan tersenyum kepadanya.

Dia mengelus pundakku. "Menjadi seperti ini juga bukan keinginan kami. Aku juga sempat berpikir bagaimana dengan pasanganku yang bisa menua." Sabrina menatap langit dan meneteskan air mata. "Aku juga ingin menua bersamanya, menikmati masa tua di tempat tidur, meminum teh sambil mengulas masa lalu."

Aku mengelus pundaknya. "I'm sorry, Sabrina."

Sabrina meraih jemariku. "Sekarang seharusnya kamu bisa ambil hal positif dari ini. Kamu akan melihatnya hidup lebih lama, Valencia."

"Tetapi, aku akan menua, Sabrina. Dia pasti akan berpaling dan meninggalkanku," jelasku dalam tangisan.

Sabrina menggeleng. "Nggak akan, nggak ada sedikit pun aku memikirkan untuk meninggalkan suamiku. Suamiku sama denganmu hanya manusia biasa yang memiliki kelebihan saja. Asal kamu tahu, aku tetap mencintainya sampai detik ini."

"Apakah kamu bisa menjamin Jonathan akan merasakan hal yang sama, Sabrina?" Aku menghapus air mata dan perasaanku lebih tenang dari sebelumnya.

Sabrina mengangguk. "Aku bisa menjamin itu, percaya padaku."

Aku langsung memeluknya. "Terima kasih, Sabrina."

"Maafkan Jonathan ya, dia berbohong padamu pasti karena takut kamu nggak bisa menerimanya, dan akan meninggalkannya." Sabrina melepaskan dekapan. "Sekarang aku sepertinya akan memberikan waktu kepadamu untuk menyendiri." Dia memberikan senyuman.

Dia dan Leon berjalan meninggalkanku setelah itu. Sekarang aku menjadi punya pandangan di sisi Jonathan, dia pasti merasakan yang sama denganku, hanya saja dengan alasan yang berbeda.

***********************************************************************************************

Hemm, statistik pembaca The Dark World semakin turun ya? Aku harus semangat untuk lanjut cerita ini, aku yakin cerita ini akan ada yang membaca hingga habis hehehe.

Follow aku dulu yuk, agar kalian dapat notifikasi untuk cerita terbarunya. Jangan lupa vote dan komentar ya, agar aku semakin semangat untuk lanjut ceritanya. Tunggu kelanjutan cerita THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE, hanya di wattpad BloodyWomanStory.

Sampai berjumpa lagi, para penganut Bloody Woman!

THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang