Malam tiba dan kegelapan mulai menyelimuti bumi. Bersyukur sekali hari ini tidak ada tugas yang diberikan, aku bisa beristirahat cukup panjang malam ini. Aku merebahkan tubuh di atas kasur untuk beristirahat.
Ting!
Handphone-ku berbunyi yang menandakan ada pesan masuk.
Tidak lain dan tidak bukan, siapa lagi yang mengirim pesan selain Bagas. Entah bagaimana dia mendapatkan nomorku, setelah sekian lama hanya dia orang lain yang bukan keluarga memiliki nomor teleponku.
[Nikmat ya, nggak ada tugas malam ini] isi pesannya.
Aku langsung membalas pesannya. [Benar banget, Gas. Rasanya nikmat banget!]
[Gue ganggu nggak, nih?] isi pesan yang membuat aku tercengang karena Bagas terbiasa dengan menyebut dirinya dengan kata "Aku."
[What?!! Gue?!! Tumben banget lo ngomong pakai 'gue']
[Hahaha, nggak apa-apa lah, biar ngikutin lo]
[Terus, lo di sekolah bakal gini juga?]
[Dih, itu mah Bagas] balasan yang membuat aku semakin pusing memikirkannya.
[Lho, ini siapa kalau bukan, Bagas?]
[Nawa, hahaha]
[Lho, apa bedanya memang? Ini gue nggak salah orang, kan?] tanyaku memastikan.
[Sama kok, nggak salah orang juga kok, hehehe]
Aku bangkit dari tidurku dan bergumam sendiri. "Apa sih, nggak jelas deh, ini orang!" Aku langsung membalas pesannya. [Aneh deh]
[Ya sudah, Len, gue ngantuk, selamat tidur, Valencia!] balasan terakhirnya.
[Okay, see you!] balasku terakhir.
Aku sempat bingung dengan panggilan Bagas kepadaku lewat pesan dan secara langsung berbeda. Ketika secara langsung dia memanggilku "Val," tetapi ketika via pesan entah bagaimana bisa dia memanggilku "Len." Dia juga dari awal pesan selalu menyebut bahwa dia Nawa, bukan Bagas. Aku mencoba tidak mempedulikan hal kecil seperti itu.
Aku membuka laci setelah membalas pesan dari Bagas untuk mencari novel. Saat membuka laci, aku baru tersadar memiliki kalung peninggalan ibu. Kalung ini bertali warna hitam dan berhiaskan liontin berbentuk runcing di bagian atas, oval dibagian bawah yang membentuk seperti tetesan air, dan berwarna merah darah. Modelnya memang sesuai dengan seleraku. Aku mencoba memakainya di depan kaca yang berada di dalam kamar. Saat sudah terpasang, pandanganku langsung berubah seperti sedang pemutaran film. Aku melihat penglihatan ibu yang pernah tinggal di sini kala itu. Dia beranjak dewasa dan melanjutkan pendidikannya di pusat kota. Kejadian selanjutnya ketika ibu bertemu dengan ayah, mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Melihat ibu dan ayah sangat bahagia, aku menjadi ingin memiliki kehidupan pernikahan seperti mereka. Penglihatan selanjutnya ketika ibu melahirkanku. Aku meneteskan air mata melihat perjuangannya. Aku juga melihat ayah menangis haru saat aku lahir ke dunia ini. Penglihatan ini berakhir di mana ibu melihat seorang pria yang memiliki tattoo di lengannya, lalu padangan ibu hilang begitu saja setelah itu.
Aku melepaskan kalung ini setelah itu. Aku mencoba terlelap karena mengingat aktivitasku di hari esok. Aku menggenggam kalung ini tepat di samping bantal. Rasanya rindu sekali dengan mendiang ibu. Walaupun aku tidak pernah satu pemikiran dan prinsip selama dia hidup di dunia, tetapi jika sudah terbiasa bersama rasa kehilangan pasti menyertai ketika dia sudah tiada. Ditambah lagi, aku baru saja merasakan berada di posisinya saat ini. Aku tidak terlalu dekat dengan ayah, dia memiliki kepribadian yang sangat tertutup, jadi rasanya sulit untuk bercanda gurau dengannya. Aku merindukan kehadiran sosok ibu ada saat melihat pemutaran memori tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE
FantasyTHE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE STORY BY BLOODY WOMAN Follow aku dulu sebelum membaca ya, agar kalian tidak ketinggalan untuk update ceritanya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca karena support kalian sangat berharga. BLURB ...