Pagi ini, aku berangkat ke sekolah sendiri dan lebih pagi dari sebelumnya. Aku sangat ingin menyelidiki lebih dalam jati diri Bagas. Aku ingin memeriksa, apakah dia memiliki luka pada pipinya pagi ini akibat cakaran Alita semalam. Jika benar adanya, berarti sudah 100% bahwa yang tadi malam adalah benar Bagas dan aku tidak sedang berhalusinasi saja.
Bagas memasuki kelas dengan mengenakan hoodie yang terdapat tudung di kepalanya. Dia terlihat berusaha menutupi sesuatu yang ada di wajahnya. Aku mencoba membuka pembicaraan saat dia sudah mendekat. "Kenapa ditutupin, Gas?"
Dia membuka tudung hoodie yang dikenakan. "Aku bingung kenapa bisa ada luka di pipi aku pagi ini, Valen. Pas aku bangun tiba-tiba terasa perih. Pas aku lihat ke kaca, aku kaget, kenapa ada goresan di pipi." Dia terlihat kebingungan.
Aku berpura-pura tidak mengetahui yang sebenarnya. "Kok bisa? Serius, lo nggak tahu kenapa itu? Cukup aneh sih, kalau tiba-tiba luka gitu. Lo ngelindur kali tidurnya."
"Aku juga merasa begitu, Valen."
Entah bagaimana bisa dia berakting sangat handal seperti ini. Dia terlihat kebingungan dengan luka yang didapat. Wajahnya tidak menunjukkan kalau dia sedang berpura-pura sama sekali. Aku semakin penasaran akan sosoknya yang super duper aneh ini.
"Udah lo obatin lukanya?" Aku memerhatikan wajahnya.
Dia mengangguk. "Sudah, Val. Tadi aku coba kasih obat merah sebelum berangkat ke sekolah."
Luka yang dia dapat sudah sangat membuktikan bahwa orang yang tadi malam adalah dia. Pasti dia punya alasan mengapa dia masuk dalam kaum wicked dan berakting layaknya orang baik di hadapanku. Aku sangat yakin salah satu dari alasannya adalah kalung yang aku miliki saat ini.
Dalam jam pelajaran berlangsung, aku sama sekali tidak fokus untuk memerhatikan guru yang sedang menjelaskan di depan. Pikiranku selalu bertanya-tanya tentang sosok Bagas yang sebenarnya. Hati kecilku berkata bahwa sebenarnya dia adalah orang baik dan aku memiliki keyakinan dia tidak akan menyakitiku sedikit pun.
Aku mengacungkan tangan. "Bu, boleh saya izin ke toilet?"
"Iya, boleh, Etana," sahut Bu Vina—Guru Fisika.
Aku berjalan keluar kelas menuju toilet. Sepertinya aku ingin merehatkan pikiranku dengan mencuci muka sejenak. Aku membasuh muka di wastafel, aku terkejut tiba-tiba ada yang memanggil namaku. Aku mencari sumber suara tersebut, ternyata suara tersebut dari arah cermin yang ada di hadapanku.
"Jonathan!" sahutku.
"Sssshhh! Jangan berisik!" Dia menaruh satu jari di depan mulutnya.
"Kok lo bisa—"
"Itu nggak penting, temuin gue nanti malam, ini penting!" Dia memotong pembicaraan.
"Okay, nanti malam gue ke sana." Dia menghilang dari cermin setelah itu. "Gue nggak nyangka, hidup gue bakal semakin aneh setiap harinya." Aku menghela napas.
Aku kembali ke kelas setelah itu, Bagas sepertinya menerka raut wajahku yang kebingungan dengan kejadian tadi di toilet. Saat aku baru saja duduk di bangku, dia membuka pembicaraan dengan menanyakan keadaanku.
"Kamu kenapa, Val? Kok seperti kebingungan, gitu?" Dia terlihat heran.
"Oh, eee, nggak apa-apa kok. Hanya mikirin jerawat saja, tadi pagi ada, tapi tadi pas lihat di kaca udah nggak ada," jelasku gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE
FantasyTHE DARK WORLD: THE POWER OF NECKLACE STORY BY BLOODY WOMAN Follow aku dulu sebelum membaca ya, agar kalian tidak ketinggalan untuk update ceritanya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca karena support kalian sangat berharga. BLURB ...