✧༺🕊༻✧
"Sofia, kenapa lo bohong?"
Apa? Ada masalah apa dengan si anak Aphrodite ini, datang-datang langsung menuduhnya berbohong. Entah bohong dalam hal apa. Kira-kira begitulah pikiran Sofia saat ini. Ia mengerutkan kening dan menatap Zander dengan tatapan penuh tanya.
"Ngomong apa lo?"
Zander meneguk lidah. Tidak. Dia tak bisa terus-terusan menjadi penakut, apalagi ketika hanya dihadapkan dengan orang seperti Sofia yang memang sudah memiliki aura judes tersendiri.
Zander memilih untuk mengendalikan dirinya, berusaha untuk tenang dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Sofia. Cewek itu masih memeberikan Zander tatapan heran. Pasalnya sewaktu di kelas hari ini, mereka sama sekali tak menciptakan suatu percakapan apapun.
"Soal charmspeak itu." Zander memilah kata-kata di dalam kepalanya. Kenapa justru di saat seperti ini dirinya yang suka bermonolog kehilangan banyak kata-kata?
Sofia mengangkat kedua alisnya sekarang seakan berkata, "Ya terus, kenapa?"
"Lo udah janji untuk nggak ngasih tahu siapapun tentang hal itu. Ini seharusnya jadi rahasia kita berdua aja." Rasanya Zander ingin menampar bibirnya sendiri. Kenapa berbicara di depan Sofia terasa sangat sulit sampai ia hampir terbelit lidahnya sendiri.
"Lo nuduh gue nyebarin hal itu? Heh, gini-gini gue selalu megang omongan ya. Apalagi yang namanya janji itu harus ditepati," sanggah Sofia dengan penuh ketegasan dan terdengar begitu meyakinkan. Hal itu membuat Zander kembali berpikir dua kali.
Jika seperti ini respon yang ia dapat dari Sofia, itu berarti bisa jadi Sofia memang tak ingkar janji. Tapi, kenapa Axel bisa sampai tahu hal itu?
"Emang kenapa sih?" tanya Sofia sambil mencomot croissant yang ia pesan dan mengunyahnya dengan santai.
Situasi mengherankan dan ketersinggungannya tadi hilang seketika karena makanan yang dikunyahnya itu.
Zander menatap Sofia yang kini terlihat begitu santai, beberapa pertanyaan justru hadir di benaknya. Pertanyaan yang akan segera ia tanyakan kali ini.
Melihat Zander yang terdiam lama, Sofia mengambil sebagian kecil roti croissant dan melemparnya ke wajah Zander.
"Woi, ditanya bener-bener malah ngelamun lo. Jawab kali."
Potongan roti itu mengenai pipi Zander. Dan baru saat itulah Sofia menyadari bahwa pipi cowok itu lebam. "Pipi lo kenapa?"
"Hm, Axel tahu tentang hal itu, " aku Zander pada akhirnya.
Hal itu sontak membuat Sofia tersentak kaget. "Hah?!" Tangan kanannya refleks menghantam meja.
"Kok bisa sih?" Gumam gadis itu, terdengar oleh Zander tentunya.
Seingat Sofia, meskipun kemarin ia sempat ngobrol panjang dengan Axel saat cowok itu membantu beres-beres di apartemennya, tapi tak sepatah katapun Sofia membicarakan tentang Zander.
Menatap pipi kanan Zander yang berubah menjadi kebiruan, tiba-tiba Sofia paham. "Lo diapain sama Axel? Buruan cerita."
Mendapat pertanyaan sekaligus permintaan dengan nada yang harus dituruti, mau tak mau Zander menceritakan tentang kejadian tadi. Karena Sofia masih penasaran, Zander pun menceritakan bahwa dia telah menerima perlakuan bully dari Axel sejak kelas sepuluh.
Zander bahkan berbicara tentang alasan kenapa ia melakukan charmspeak pada Lily untuk mendapatkan uang seratus juta.
"Gue terpaksa melakukan itu supaya gue bisa pindah ke kota kelahiran ayah. Roma, Italia. Semenjak gue lahir, ayah sama sekali belum pernah pulang. Gue ... muak jadi anak Aphrodite, dipuja dan dikagumi hanya karena fisik. Ditambah lagi dengan perbuatan Axel."
KAMU SEDANG MEMBACA
SON OF APHRODITE (UPDATE SETIAP HARI)
FantasyMempunyai wajah sempurna bak dewa yunani bukanlah keinginan Zander. Salahkan saja ibunya, Aphrodite sang dewi cinta dan kecantikan. Ya, Zander adalah seorang demigod. Tapi, apa kerennya menjadi seorang anak Aphrodite? Dia tak memiliki kekuatan super...