CHAPTER 14

14 2 0
                                    

✧༺🕊༻✧

Dengan dibatalkannya cek sebesar seratus juta, maka berakhirlah hidup Zander di sini. Tak ada lagi harapan untuk bisa keluar dari kehidupannya yang memuakkan. Mungkin ini saatnya Zander benar-benar menerima hidupnya yang seperti ini.

Cowok itu masih berada di mall. Saat memikirkan tentang hidupnya, dia berhenti berjalan, berdiri di depan railing kaca di lantai tiga, memandang pemandangan di bawahnya.

Zander tak bisa membayangkan bagaimana masa depannya. Cita-cita? Impian?

Cowok itu mengembuskan napas perlahan, seakan beban berat ada di pundaknya. Dari lubuk hati yang paling dalam, Zander hanya ingin ia dan ayahnya hidup bahagia.

Saat pandangannya berfokus ke suatu titik di lantai bawahnya, ia menemukan seseorang yang menarik perhatiannya. Seorang gadis berpakaian hitam putih bergaya rambut laki-laki sedang duduk di bangku panjang, dengan beberapa plastik dan paper bag berjejer di sebelahnya.

Tak salah lagi, itu Sofia.

Zander berkedip. Seketika ia langsung kembali ke realitas, meninggalkan segala kekhawatirannya akan masa depan. Cowok itu buru-buru turun ke lantai bawahnya menggunakan eskalator.

Di lantai tiga mall, Sofia baru saja berbelanja segala hal yang ia butuhkan untuk satu minggu ke depan. Setelah menghabiskan waktu lebih dari satu jam berbelanja, ia merasa lelah dan memutuskan untuk duduk sejenak sambil menikmati ice cream vanila.

 Setelah menghabiskan waktu lebih dari satu jam berbelanja, ia merasa lelah dan memutuskan untuk duduk sejenak sambil menikmati ice cream vanila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai." Sebuah sapaan membuat Sofia melirik ke sumber suara.

Kedua alisnya tertaut begitu melihat kehadiran Zander yang datang dari arah kiri. Cowok itu tersenyum manis setelah menyapanya.

Sofia sama sekali tak menggubris sapaan Zander. Kepalanya bahkan melengos ke arah lain, sambil terus menikmati ice cream favoritnya itu.

Mendapati respon seperti itu, Zander tahu diri. Ya, dia tahu bahwa pasti Sofia masih marah padanya karena kemarin dia percaya omongan orang dan menuduhnya yang tidak-tidak.

Pemuda itu mendekat, kini ia berada tepat di depan Sofia. "Sofia, gue minta maaf buat yang kemarin."

"Emang gue peduli?" ujar gadis itu sarkas, dan tentunya tanpa melihat wajah Zander.

Zander mendesah, ia telah menyadari bahwa apa yang ia tanyakan kemarin sangatlah tidak pantas. Apalagi jika dia memposisikan dirinya sebagai Sofia. Dituduh dikeluarkan dari sekolah karena mengedarkan narkoba? Sudah pasti Zander akan marah.

Dalam hati Sofia menggerutu. Dia tak suka jika me-time-nya kali ini harus terganggu oleh orang lain. Momen belanja adalah momen yang sakral baginya. Apalagi sekarang Zander malah berdiri di depannya, memandangi wajahnya tanpa henti seperti orang idiot. Bah! Menyebalkan sekali.

"Ya, bagus kalau gitu. Lo bisa hidup bebas tanpa memperdulikan apa yang orang bicarain tentang diri lo. Karena mereka hanya berasumsi, menebak-nebak, sedangkan lo yang menjalani hidup."

SON OF APHRODITE (UPDATE SETIAP HARI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang