CHAPTER 11

11 2 0
                                    

✧༺🕊༻✧

"Dia seorang pengguna dan pengedar narkoba."

Entah untuk yang kesekian kalinya otak Zander mengingat perkataan Camila tentang Sofia. Pemuda itu tak bisa serta merta melupakan pernyataan itu.

Hingga ia telah berada di rumah, Zander masih tak bisa berhenti mempertanyakan apakah benar apa yang dikatakan Camila.

Sofia dikeluarkan dari sekolahnya yang lama karena dia seorang pengedar narkoba?

Zander cukup tahu bahwa tak semudah itu menjadi siswa pindahan di SMA Esa Cakrawala, karena merupakan sebuah sekolah swasta yang mempunyai aturan ketat tentang penerimaan murid pindahan.

Selain itu, Zander juga sadar bahwa Sofia bukan orang sepertinya, dari penampilannya di hari pertama menjadi siswa SMA Esa Cakrawala, Zander tahu bahwa style Sofia terlihat mencolok seperti orang kaya. Apalagi gadis itu juga tak mengenakan rok melainkan celana, sebuah hal yang benar-benar baru di sekolahnya.

Jika Sofia terlihat seperti orang kaya, sama seperti Lily, rasanya tak mungkin kalau dia sampai mengedarkan narkoba. Untuk apa?

"Nggak, nggak. Nggak mungkin Sofia ngelakuin itu," ujar Zander pada dirinya sendiri. Dia sedang berada di dalam kamar, berniat untuk mengerjakan tugas Ekonomi. Sudah setengah jam berlalu, tetapi ia sama sekali belum menyentuh bukunya yang telah terbuka itu.

"Lagipula, Sofia demigod." Jari telunjuk Zander menyentuh pelipisnya.

Dan, ya, berbagai pertanyaan baru tentang Sofia bermunculan lagi dalam benak Zander. Tentang kenapa gadis itu pindah? Kenapa Sofia langsung peduli padanya di hari pertama mereka bertemu dan menyuruhnya agar tak lagi menggunakan charmspeak untuk hal-hal bodoh?

Dan pertanyaan yang paling penting yang baru Zander sadari adalah, "Kenapa waktu itu Sofia bisa sampai di rooftop sekolah? Dan merekamku?"

Zander benar-benar tak sabar menunggu hari esok tiba agar ia bisa bertanya pada Sofia.

Sebuah bunyi pintu terbuka terdengar hingga kamar Zander. Pertanda ayahnya telah pulang dari restoran. Pukul 22.00 tepat, itulah yang Zander dapatkan saat ia melirik jam dinding.

Kedua kakinya bergerak-gerak gelisah. Antara ingin keluar dari kamar untuk menemui ayahnya dan menceritakan hal yang membuatnya bingung, atau tidak usah. Mengingat hubungannya dengan sang ayah memburuk beberapa Minggu terakhir.

Tok tok tok

Zander dikagetkan dengan pintu kamarnya yang diketuk dari luar.

"Zander?" Suara ayahnya terdengar.

Pemuda itu buru-buru beranjak dari meja belajarnya dan membuka pintu kamar.

"Kamu udah makan? Ayah bawa makanan kesukaan kamu, mau makan sama-sama?"

Mendengar hal itu, rasanya hati Zander begitu berkabut. Kedua matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Zander buru-buru berpura-pura menguap untuk menyamarkannya.

Kedua laki-laki berdarah Italia namun fasih berbahasa Indonesia itu pun berakhir dengan makan bersama di meja makan. Meskipun sudah malam sekali, tapi Zander tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Dalam hati, pria berambut cokelat bergelombang itu hari demi hari semakin lega. Karena anak satu-satunya itu tak lagi membahas soal keinginannya untuk pindah ke negara asalnya.

Ya, entah sudah berapa kali Zander mengungkapkan keinginannya itu pada ayahnya, Franco di Angelo.

"Aku nggak mau terus-terusan hidup di sini, Yah. Aku akan temuin cara supaya kita bisa pindah ke Italia. Supaya ayah juga bisa pulang ke rumah." Itulah yang Zander katakan beberapa Minggu yang lalu.

SON OF APHRODITE (UPDATE SETIAP HARI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang