CHAPTER 1

21 3 0
                                    

✧༺🕊༻✧

Rupanya hari ini Zander bisa bernapas lega karena Axel tak mem-bully-nya karena kejadian kemarin. Atau mungkin, belum.

Pemuda dengan bibir kemerah-merahan alami itu sekarang sedang dilanda jantung yang berdegup kencang.

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu dan sejak jam pelajaran terakhir, Zander sedang berada di perpustakaan. Memanfaatkan waktu emas karena jam kosong sehingga hari ini dia tak harus menemui adik kelas dan siswi lain yang tak gentar membuatnya terkesan.

"Hari ini," gumamnya pada diri sendiri. "Ya, hari ini. Kalau nggak sekarang, mau kapan lagi?"

Bermonolog adalah salah satu hal yang sering Zander lakukan. Terutama ketika dia sedang berada di tempat yang sepi.

Pemuda dengan warna mata blue ocean itu melirik jam tangannya. Di sana menunjukkan pukul 15.20. Pas sekali. Pasti gadis-gadis itu telah pergi karena kelamaan menunggu.

Zander beranjak dari bangku perpustakaan. Dia mengembalikkan buku yang tadi ia pinjam ke tempat semula. Setelah itu, ia mulai melangkah keluar dari ruang perpustakaan yang sangat luas ini. Dia berjalan menuju ruang sekretariat klub cheerleaders. Tempat dimana Lily dan kawan-kawannya berlatih.

Zander menatap pintu berwarna putih yang diberi tulisan cheerleaders menggunakan cat dan gliter berwarna pink dan ungu muda.

Baru saja Zander akan mengetuk pintu, dia mendengar suara seseorang dari balik jendela.

"Eh, girls! Lihat tuh siapa yang datang ke ruangan kita!"

Zander bisa melihat Bella, salah satu sahabat Lily yang tengah mengintipnya dari jendela. Zander memberikan senyuman tipis padanya. Hal itu membuat Bella merasa terbang ke langit ke tujuh.

"Ahh! Ayang Zander! Sweet banget sih!"

Seketika Zander menyesal memberinya senyuman. Ya meskipun dia tak sengaja melakukanya, refleks saja.

Pintu terbuka. Terlihat Lily yang berpakaian cheerleaders berwarna biru dengan aksen kuning. Gadis berkaki jenjang itu tersenyum sumringah melihat cowok kesayangannya mendatanginya, bahkan tanpa ia undang.

 Gadis berkaki jenjang itu tersenyum sumringah melihat cowok kesayangannya mendatanginya, bahkan tanpa ia undang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang! Kamu tumben banget ke sini nyamperin aku. Pasti kangen ya sama aku?" Lily langsung mengalungkan tangan kanannya ke lengan Zander.

"Beb, ingat sama Axel!" seru Maudy, sahabat Lily, dari dalam ruangan.

Lily memutar kedua bola matanya malas. "Ah, cowok tempramen kayak dia ngapain dipikirin, iya nggak girls?" Para anggota cheerleaders mengangguk setuju. Sebagai ketua, Lily memang selalu dipatuhi kata-katanya oleh anggota yang lain.

"Lily, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi nggak di sini. Bisa nggak?"

Lily menatap manik mata Zander yang semakin terlihat biru saja. Dengan gampangnya, gadis itu mengangguk. "Tentu, sayang! Apa sih yang nggak buat kamu. Yuk, kita pergi dari sini."

"Girls, kalian lanjutin aja ya latihannya. Aku mau berduaan dulu sama my honey sweetie, oke?"

"Siap, Li!" jawab mereka serempak.

Lily buru-buru menyeret lengan Zander, mereka berjalan menaiki tangga di area ruang-ruang sekretariat lantai dua. Zander tak protes ketika Lily membawanya ke lantai paling atas. Rooftop.

Sempurna. Tempat dimana mereka bisa melihat pemandangan berbagai lapangan itu sepi, tak ada siapa-siapa. Meskipun Zander heran kenapa ada asap yang muncul di ujung rooftop yang berlawanan dengan tempat mereka berdiri.

"Nah, jadi mau ngomong apa, sayang?"

Zander mengembuskan napas panjang. Jantungnya berdegup kencang sejak tadi, tapi sekarang jauh lebih kencang. Dalam hati, ia menyuruh dirinya sendiri untuk tenang. Kalau terus-terusan gugup seperti ini, bisa-bisa charmspeak-nya tidak mempan.

Setelah memastikan dirinya tenang, Zander menatap mata Lily lekat-lekat. Dia tersenyum tipis sambil kedua tangannya menyentuh pundak gadis itu. "Lily," panggilnya.

"Iya, sayang?"

Berulang kali Zander memastikan bahwa apa yang dia lakukan ini adalah hal yang benar. Semua ini harus dia lakukan jika Zander ingin mengakhiri kehidupannya yang memuakkan.

"Kamu mau kan ngasih aku uang?"

Seketika kata-kata yang diucapkan Zander itu membuat Lily sedikit mengantuk dan pusing. Pertanda bagus bahwa charmspeak Zander berhasil.

"Ngasih kamu uang?" tanya gadis itu linglung. "Ya mau lah, sayang! Aku kan udah bilang, apa sih yang nggak buat kamu."

Zander tersenyum puas.

Lily adalah anak dari seorang pengusaha yang memiliki perusahaan real estate yang beroperasi tak hanya di Indonesia, tetapi juga di sebagian negara di Eropa dan Australia. Berdasarkan gossip yang beredar, uang jajan Lily setiap bulannya mencapai angka seratus juta rupiah. Entah gossip itu benar atau tidak yang jelas angka itu memang terlihat sangat kecil untuk keluarga Pradipta. Atau mungkin, uang jajan Lily lebih dari angka itu?

"Kamu mau berapa, Zander sayang? Sebutin aja." Tangan Lily bergerak membelai wajah Zander yang mulus tanpa suatu masalah kulit apapun.

"Seratus juta."

"Seratus juta? Itu gampang. Tapi, aku nggak bisa transfer ke kamu langsung. Seratus juta harus pakai cek, sayang. Tapi tenang aja, minggu depan, aku kasih kamu cek-nya. Okey?"

Zander tersenyum tipis, warna matanya tak sebiru tadi, kembali berubah menjadi blue ocean. "Makasih, ya."

"Sama-sama, Zander sayang!" Lily memberikan sebuah kecupan di pipi kanannya.

Saat itu juga, dari sudut matanya, Zander dapat melihat seseorang yang sedang berdiri di ujung rooftop lain. Dari jarak yang lumayan jauh, Zander tak bisa memastikan apakah orang itu perempuan atau laki-laki. Potongan rambutnya bergaya seperti laki-laki, tetapi bibirnya merah seperti menggunakan lipstik. Bulu matanya juga lentik, sampai-sampai Zander bisa melihatnya dari kejauhan.

Dia tak hanya berdiri di sana memandang Zander dengan kedua bola matanya yang bulat dan tajam, tetapi dia juga memegang ponsel yang mengarah padanya. Nampak sedang mengambil video atau foto dari jarak jauh.

Kening Zander berkerut ketika menyadari hal itu. Gadis itu--setelah Zander yakin bahwa dia adalah seorang gadis-- tersenyum miring penuh arti.

Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Saat Lily kembali berdiri di samping Zander, saat itulah dia telah raib dari tempatnya.

Zander tak tahu gadis itu siapa. Seumur-umur dia bersekolah di sini, belum ada gadis yang memiliki penampilan seperti gadis tadi. Apalagi dia tak mengenakan seragam SMA Esa Cakrawala, kalau tak salah, Zander melihatnya mengenakan kaus hitam Nirvana dan celana jins sobek-sobek di lututnya.

Berbagai macam pertanyaan muncul dalam benak cowok itu. Dia mendesah kelelahan hanya karena melihat seseorang tengah memergoki aksinya. Bagaimana kalau dia menyebarkan foto atau video yang diambilnya tadi? Bagaimana kalau Zander berakhir di penjara karena seseorang memergokinya secara tidak langsung 'mencuri' uang sebanyak seratus juta rupiah?

Manik mata bulat gadis itu membuat Zander tak bisa tenang. Bahkan ketika dia telah berada di parkiran untuk mengambil sepeda kesayangannya. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru parkiran, merasa was-was kalau saja gadis itu masih ada di sekitarnya.

✧༺🕊༻✧

SON OF APHRODITE (UPDATE SETIAP HARI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang