19

1.6K 252 12
                                    

_KI_

Hari ini semua pekerja dikumpulkan. Mereka semua menunduk takut saat merasakan aura Zeefan yang berbeda. Zeefan sedari tadi hanya diam, tapi dia memperhatikan dengan selidik satu persatu pekerjanya. Para pekerja berdiri dengan memainkan jarinya, sedangkan Zeefan bersedekap dada dan setengah duduk di atas meja.

"Dari masalah kali ini, ada yang ingin disampaikan? Apa ada yang tau bagaimana ini bisa terjadi? Atau bahkan ada yang tau siapa yang meletakkan hewan itu dimakanannya?" tanya Zeefan dengan suara rendahnya. Semua hanya diam, tak ada yang berani menjawab pertanyaan Zeefan. Toh mereka tak merasa melakukan hal itu dan juga tak tau bagaimana itu bisa terjadi. "JAWAB!" Sentak Zeefan.

"S-saya ga tau boss," salah satu pekerja mengungkapkan jawabannya.

"Saya juga ga tau," sahut yang lain. Itu bergantian, semua menjawab tidak tau.

"Kalau gitu soal cctv, ada kabel yang kepotong, itu gimana bisa terjadi?" Zeefan menatap pekerjanya yang memang bertugas mengawasi cctv. Pekerjanya sontak gugup karna ditatap Zeefan dengan mengintimidasi. "S-saya ga tau bos," ungkapnya.

"Ga tau? Terus kamu kerjanya seperti apa? Sampai-sampai kerjaan yang harusnya kamu perhatikan malah ga tau?"

"Maaf bos."

"Ck, kalau seperti ini gimana masalah akan selesai. Sama sekali tidak ada bukti." Zeefan berkacak pinggang terlihat geram. "Awas aja kalau kebenaran terungkap dan ternyata salah satu dari kalian ada yang terlibat, habis kalian sama saya," kata Zeefan terlihat sungguh-sungguh. Setelahnya dia membubarkan pekerjanya. Hari ini Cafe masih tutup, karena keadaan juga belum membaik.

Zeefan pergi ke ruangan kerjanya, duduk dikursi kebanggannya. Namun, kali ini tidak dalam keadaan bahagia tentunya, tapi sebaliknya. Dia memikirkan maksud dari Luhan jikalau dalangnya adalah dia sendiri. Seingatnya, dia tak pernah mempunyai masalah dengan Luhan, tapi kenapa lelaki itu seperti mengibarkan bendera perang padanya.

Di luar cafe, seseorang termenung menatap jalan dengan kosong. Pikirannya runyam. Rasa takut mendominasi. Tak terbayang hidupnya tiba-tiba ditekan dengan ancaman. Dia terlalu bingung dan takut untuk mengambil langkah kebenaran. Jika saja salah langkah pasti ada akibat yang terjadi. Namun, dia tidak bisa hidup dengan keresahan dan kesalahan yang ditutupi ini.

Setelah lama berpikir dia memutuskan untuk memasuki cafe milik Zeefan dengan langkah mantap meski hati gelisah. Dia menuju ruangan Zeefan berada dan dengan ragu mengetoknya. Setelah mendapat balasan dari dalam, dia segera memasuki ruangan. Dia melihat Zeefan yang sedang berkutat dengan komputernya.

"Permisi boss."

"Duduk Tom," sahut Zeefan sambil melihat pekerjanya sekilas. Yang bernama Tomi dengan ragu duduk di depan Zeefan. "Ada apa?" tanya Zeefan.

"Anu bos, ada yang mau saya sampaikan." Zeefan memperhatikan Tomi dengan seksama. "Terkait masalah yang sama. S-saya mau mengatakan suatu hal. S-saya minta maaf boss, saya minta maaf telah melakukan ini."

"Melakukan apa?" Sela Zeefan.

"Beberapa hari yang lalu. Ada seseorang yang berhasil memutus kabel cctv dan saya sempat melihat pelakunya. Namun, saat saya ingin melaporkan ke boss, saya katauan dan dia mengancam akan melukai anak saya. Saya kira ancaman itu main-main, tapi pistol yang dia bawa menandakan keseriusan. Dia juga berhasil mengambil kartu identitas saya, yang membuat saya tidak berani bertindak. Sebenarnya saya tidak tau ini masih satu jalur sama masalah yang sedang terjadi atau tidak. Tapi saya rasa itu berkaitan. Karena itu saya tidak berani mengungkapkan hal ini dan membiarkan cctv terus mati bos. Saya minta maaf," ungkap Tomi. Terdengar penyesalan di suara Tomi.

Zeefan menatap geram pada Tomi. Namun, dia tidak sepenuhnya bisa marah, karena ancaman yang Tomi terima. Zeefan memghembuskan napas berat kemudian meraup wajahnya sendiri. "Terima kasih karna kamu sudah mau mengatakan ini. Saya akan pastikan kami dan keluarga aman. Kamu bisa keluar sekarang. Namun, jika nanti kamu dibutuhkan saya harap kamu bersedia membantu saya," kata Zeefan.

"Siap boss, saya akan melakukan itu. Terima kasih boss dan maaf atas tindakan saya yang pengecut."

"Tidak apa. Saya paham." Setelah itu Tomi keluar dari ruangan. Sedangkan Zeefan langsung menghubungi salah satu temannya yang sudah terbiasa membantu menyelesaikan sebuah kasus.

_KI_

Marsha keluar dari mobil taxi diikuti kedua anaknya. Dia membetulkan kacamata hitamnya  kemudian mengikuti langkah kedua anaknya memasuki cafe suaminya.

"Papa! Papa!" Miki dan Miko bersuara memanggil nama Papanya saat memasuki Cafe.

"Papa pasti di ruangannya," kata Miko. Dia lebih dulu berlari pergi ke ruangan Papanya diikuti Miki dan Marsha.

"Papa!" Panggil keduanya. Zeefan tersenyum melihat kehadiran anak dan istrinya. Miko dan Miki berhambur masuk ke dalam pelukan Papanya. Zeefan dengan senang hati meninggalkan kecupan di kening anaknya.

"Kalian baru pulang sekolah?" tanya Zeefan.

"Iya. Kita langsung ke sini karena mau ajak Papa jalan-jalan. Miki ingin makan gulali!" jelas Miki.

"Miko juga mau gulali," sambung Miko.

"Oke, kita cari gulali yang banyak. Papa beresin barang dulu ya, kalian duduk dulu disofa," balas Zeefan. Kedua anaknya mengangguk lalu berjalan menuju sofa. Zeefan melihat keberadaan istrinya yang bersedekap dada di dekat pintu. "Kamu yang dipintu, sini sini," panggil Zeefan dengan menggerakkan jari telunjuknya juga, bertanda Marsha harus menghampirinya.

Marsha yang melihat itu sontak merotasikan matanya dibalik kacamata yang masih dikenakan. Dia melangkah mendekati suaminya yang terus memperhatikan pergerakannya. Sampai di dekat suaminya, Marsha langsung melabuhkan kecupan dibibir Zeefan yang sedari tadi mengerucut minta ditampol, eh dicium maksudnya.

"Kenapa pakai kacamata?" tanya Zeefan.

"Ga papa, lagi pengen aja," jawab Marsha.

"Aura-aura istri Zeefan semakin kerasa kalau kamu berpenampilan kayak gini," kata Zeefan.

"Yaudah ntar aku pakek daster aja deh." Zeefan terkekeh mendengarnya. "Cepetan beberes, anak-anak sedari tadi udah pengen jalan-jalan sama kamu," lanjut Marsha.

"Anak-anak doang? Kamunya ga mau jalan nih sama aku?"

"Kalau sama anak-anak aku otomatis iku, udah deh kamu ga usah ribet. Ayo buruan! Aku juga pengen gulali," rengek Marsha pada akhirnya. Zeefan merasa gemas melihatnya. Terkadang dia merasa seperti mengurus tiga anak bukan lagi dua, karena istrinya ini kalau sudah manja bisa saja melebihi Miko dan Miki.

"Iya sayang iya, udah nih. Miko, Miki ayo kita jalan sekarang," ajak Zeefan. Miko dan Miki langsung bersorak semangat mendengarnya.






















Berdebu banget ya hehe...

Dah maaf buat typo.

Keluarga Impian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang