Teman baru yang manis 3 . (Andry pergi )

3 0 0
                                    

"Andry? Udah nikah dia. Anaknya dua. " Ucap seseorang yang baru kukenal beberapa menit yang lalu. Perempuan berkerudung hitam yang kutemui di rumah duka seorang teman.

Ibunda temanku yang berpulang merupakan kerabatnya.

Dalam basa basi kami, aku menanyakan tinggal dimana. Dan ternyata dia tinggal tak jauh dari tempat kostku dulu saat di Jatinegara.

Kukatakan kalau aku pernah tinggal dibelakang Nusantara 21. Dan ternyata dia juga tinggal disana. Lalu aku tanyakan apakah dia tahu Hasan, Malloy, Akui, Ade. Ternyata dia mengenalnya. Teman-temanku yang kutinggalkan yang berujung hilang kabar.

Aku senang mendengar kabar mereka yang alhamdulillah baik baik saja.

Lalu, aku bertanya tentang Andry. Sebenarnya sejak awal dia lah yang ingin kuketahui keadaannya, hanya saja entah... aku menahan diri untuk menyebut namanya.

Sejenak kami tidak ada obrolan lagi, ada ruang diingatanku tentang Andry yang tiba tiba melintasi pikiranku.

Aku jadi teringat kembali saat Andry mengunjungiku di Lippo.

24 - Desember.

Setahun setelah aku pindah ke Cikarang. Dan hari itu di tanggal yang persis sama saat aku pertama kali bersalaman dengannya. Bukan kami sengaja. Tapi memang itu yang terjadi.

Jakarta - Cikarang yang panjang ditempuhnya untuk 'seorang aku.'

Entah karena rindu atau sekedar iseng ingin melihatku saja, tapi dia benar-benar datang menjumpaiku dengan senyuman yang masih sama.

Ingatan itu yang menguatkanku untuk berani bertanya pada seseorang yang ada di sampingku kini.

"Kalau Andry, bagaimana kabarnya? " Tanyaku pada ahirnya.

"Udah nikah dia. Anaknya dua. " Jawabnya yang meredakan rasa penasaranku tentang kabar Andry, temanku yang manis itu.

Kemudian aku bertanya kembali.

"Kalau Dinar ? "

Dinar adalah kakak perempuan Andry yang juga kukenal meskipun tidak terlalu akrab.

Dijawabnya kalau Dinar juga sudah berkeluarga. Sudah mempunyai momongan juga.

Lalu... Tiba-tiba dia dengan cepat menanyakan padaku. Seperti sadar akan misinformasi darinya tentang satu hal.

"Apa yang kamu maksud Andry tadi Andry adiknya Dinar? " Tanyanya. Aku mengiyakan.

Kemudian... dia bilang.

"Kalau Andry nya Dinar dia sudah meninggal. Beberapa tahun yang lalu. Belum menikah. Sakit. " Ucapnya beruntun.

Sejenak aku tertegun.

Andry meninggal? sakit? Aku terdiam. Tidak terkejut yang bagaimana. Atau tidak menangis yang tiba-tiba seperti apa. Aku hanya sedikit merasa tak percaya, apa itu benar?

Seseorang disampingku itu tidak tahu bahwa Andry adalah seseorang yang kabarnya paling ingin kudengar darinya. Dia tidak tahu kalau kabar yang baru saja disampaikannya membuatku berduka.

Tak lama perempuan berkerudung hitam itu permisi, beranjak meninggalkanku karena sebentar lagi jenasah kerabatnya sudah siap untuk disholatkan. Sementara waktu yang kumiliki dengan kesendirianku telah diisi penuh kenangan tentang Andry yang mengalir begitu saja diingatanku.

Terlintas diingatanku hal terbaik yang pernah terjadi saat bersamanya. Teringat saat dia membuka helmnya yang menampakkan senyum manis dibaliknya. Teringat dia mengantarku dengan motor yang dituntunnya. Teringat dia yang selalu mengambilkan segelas air dingin untukku lalu memainkan gitar disampingku. Teringat kembali dia yang sering bilang, "Disini dulu sebentar, temani aku."

Dia yang jam dua belas malam mengajakku keluyuran naik bajaj dengan gank 5. Berujung makan nasi goreng sepiring berdua.

Dan yang tak pernah kulupa. Dia selalu tersenyum untukku. Dimanapun. Saat sengaja menemuiku atau saat tak sengaja bertemu denganku.

Dia si pemilik senyum manis itu telah pergi.

Senyum terbaik di muka bumi yang pernah aku temui.

Kini aku tertawa dalam rasa kehilanganku saat teringat pernah aku berlarian dengannya dibawah gerimis.

Hari itu senin, Pagi menjelang siang. Saat aku sedang menuju tempat kerjaku dan bertemu dengannya di depan rumahnya.

"Libur aja Beng, ayo lihat banjir. " Ucapnya.

Dan dasar aku, aku berbelok niat. Dari tujuan berangkat kerja malah mengikuti langkah kakinya

Sesekali kami berlarian diatas aspal hitam yang basah oleh guyuran hujan semalaman. Hujan deras dengan durasi lama yang kemudian membuat kali Ciliwung meluap dan memutus akses jalan raya.

Jalanan itu sepi, hanya kami yang tertawa tawa tidak jelas dan beberapa orang yang mungkin iseng berdiri di pinggir jalanan yang masih tergenang air.

Rasa senangku berahir saat aku bingung bagaimana minta ijin tidak berangkat kerja. Lalu dia bilang akan membuatkan surat dokter karena saudaranya memang membuka praktek dokter di dekat rumah.

Ahirnya aku lega..

Keriangan kami itu aku simpan dalam catatan sebagai satu dari kisah indah bersamanya.

Dan catatan terakhirku tentang Andry adalah saat dia melambaikan tangannya dari dalam jip merah saat dia pulang menemuiku di mall Lippo. Aku menatapnya sampai dia menghilang dari pandangan.

Aku ingat, aku begitu senang karena dia datang.

Tapi sekarang...

"Dri, benarkah kamu sudah pergi?

Andry,..

Ternyata selain manis kamu juga pemberani.

Kamu sungguh berani, lebih dulu datang menemui Tuhan sebelum aku.

FRAGMEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang