17. dekat, kita bisa dekat?

101 13 1
                                    

“ sakit, tapi lebih sakit ketika gue nangis Lo malah senyum.”

Amaya menerima sapu tangan itu untuk menyeka air matanya, ia kesal karena Fabian malah mengulum senyum disaat dirinya bercucuran air mata seperti ini.

“ terus Lo maunya gue ngapain? Kayang? Teriak-teriak? Atau bujuk Lo gitu?”

“ mending Lo pergi sana! Gue mau sendiri.”kata Amaya, emosinya belum terkendali saat ini. Perasaanya juga masih belum karuan, ditambah ia juga bingung dengan keadaannya yang terpuruk seketika.

Bagaimana nasib dirinya sekarang?

“ kalau mau sendiri ke hutan, nih ya. Kalau gue pergi masih banyak orang lain yang lewat, mendingan gue temenin kan? Biar Lo engga disangka gila.”

“ bilang aja menurut lo gue kaya orang gila.”

“ itu tau, udah jangan nangis, kalau Lo masih nangis nanti gue gigit.”

Amaya yang masih terisak itu segera menggeser posisi duduknya, takut-takut apa yang dikatakan Fabian bukan hanya candaan, tidak lucu jika tiba-tiba ia mendapatkan gigitan random dari Fabian kan. Beruntungnya Melisa datang menyelamatkannya nasib Amaya yang malang itu.

Melihat Amaya yang pergi dibawa oleh Melisa, Fabian hanya diam, menatap perginya dua orang itu disaat dia sendiri menyimpan pertanyaan yang belum sempat dia katakan.

“ cewek se kalem dia berkelahi dengan dunia sekeras ini.” gumamnya.

Sesi foto yang diadakan selesai cukup lama, tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan yang ada pada perencanaannya, tersisa kelas mereka di sekolah yang sudah dalam kondisi sepi. Satu persatu mulai meninggalkan kelas termasuk Amaya dan Dea yang pulang lebih awal, dikarenakan Melisa dan Winda yang sudah lebih dulu pulang karena kedua orang tua mereka menjemputnya ke sekolah.

“ kenapa Lo keluar mendadak gini? Kalau memang Tante Rini harus pulang ke Bogor, Lo bisa tinggal di rumah gue sampe lulus.” ujar Dea, langkah Amaya terhenti di tengah lorong panjang menuju gerbang utama itu.

Gadis itu berbalik dan melihat gedung sekolahnya, lapangan dengan seribu kenangan, kelas-kelas yang menjadi saksi kesehariannya selama ini kurang lebih dua tahun yang menyenangkan.

“ gue juga engga mau, tapi gimana lagi? Gue engga bakal bisa hidup tenang selama diem disini.”

Permasalahan besar yang melanda keluarganya membuat Rini mau tidak mau harus meninggalkan rumahnya di sini, Kalandra dan Amaya juga memilih untuk ikut dengannya pulang ke kampung halaman.

“ istri bapak gue bahkan berani kirim surat secara terang-terangan. Gue engga bisa liat ibu stress tiap hari, gue juga takut.” kata Amaya.

Dea yang sudah mendengar cerita dari Amaya tentang Marsel yang ternyata selama ini berbohong tidak habis pikir, ternyata selama ini Marsel yang selalu meninggalkan keluarganya disini karena mereka bukanlah satu-satunya keluarga yang selalu menantinya pulang, ada rumah lain yang me jadi tujuannya.

“ gue ngerti perasaan Tante Rini, tapi Lo harus tau kalau Lo engga salah apa-apa May, Lo ada karena mereka, Lo hidupjuga karena mereka.”

“ kalau gue tau akhirnya kaya gini, gue juga enggaa bakal mau lahir. Gue heran apa yang dia cari dari cewek lain kalau dia udah punya istri? Dan kenapa harus ibu gue?”

Dea mengusap punggung Amaya, jikalau perempuan itu menangis akan dibiarkan, selama ini Amaya selalu menjadi tempat bercerita ketiga teman dekatnya, dialah yang paling minim mendapatkan masalah keluarga, ia tidak menyangka jika sekarang Amaya harus menelan kenyataan pahit dari ayahnya sendiri.

“ kenyataanya gue memang anak selingkuhan, tapi gue engga tau. Harus ya gue minta maaf sama istrinya sekarang? Apa gue juga harus minta maaf sama anak-anaknya? Sedangkan ibu gue sendiri di cap jalang sama dia?”

Love Zone - I'm To SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang