19. Lamaran Fabian

72 11 7
                                    

Benar-benar gila, dalam semalam Fabian menghabiskan nyalinya untuk meminang seorang gadis, ketika ucapan itu spontan terucap Fabian merasa lemas seketika. Sedangkan gadis itu hanya diam, memandang dirinya seolah tidak mengerti tindakan gilanya ini.

" Ayo tinggal bareng gue!"

PLAK

" enggak usah ngaco, kita masih sekolah." Sehabis menampar wajah paripurna Fabian timbulah sedikit rasa bersalah, dia mendekat dan hendak melihat luka kemerahan yang mulai timbul.

Namun Fabian menahan gerakan itu, sama sekali tidak ada raut kemarahan yang terlihat. Saat itu dia berkata

" Gue enggak kenapa-kenapa, Lo boleh tampar gue lagi. Tapi tawaran gue beneran, toh sebentar lagi kita lulus, buat masalah yang Lo alami gue enggak maksa buat cerita, kalau siap Lo boleh cerita kalau enggak juga enggak masalah. Kalau memang bersedia gue bakal usahakan sekeras mungkin buat kasih kehidupan yang layak, soal kuliah enggak masalah, Lo berhak lanjut sekolah setinggi mungkin. Dan gue berhak ada di samping Lo sampai waktunya gue pergi."

Mata Amaya terasa memanas, ia bingung. Apakah ucapan Fabian benar-benar nyata. Atau sebatas candaan belaka.

" kalau niatnya cuman hibur gue, mending sekarang Lo pulang. Kak Gita pasti khawatir."

Bukan niat mengusir, gadis itu hanya perlu waktu sendiri untuk menerima nasib buruknya hari ini. Ia tidak berharap lebih pada perkataan pria setelah dua hari ini hidupnya dihancurkan dua pria sekaligus, dimana keduanya masih memiliki ikatan darah dengan dirinya sendiri.

" May, gue enggak se-bego itu buat bercanda di kondisi kaya gini, tetep disini, gue janji kalau lo bersedia.
Apapun yang lo mau sebisa mungkin gue usahakan mimpi hidup bahagia lo itu." Ucap Fabian dengan perlahan membuat Amaya percaya.

" tapi Lo bisa bilang kaya gitu karena Lo belum tau ceritanya, gue bukan dari keluarga utuh dan bukan juga dari keluarga baik-baik."

" gue enggak nanya latar keluarga, sejak awal kita ketemu gue yang awalnya enggak suka entah kenapa terus ngerasa enggak rela kalau temen gue sendiri suka sama Lo, tiap Lo nangis rasanya gue enggak becus jadi temen. Mungkin terlalu egois kalau gue bilang Lo enggak boleh sedih, sedangkan gue enggak berusaha apapun buat bikin Lo bahagia."

" jadi sekarang, waktunya gue coba buat tanya kesempatan itu. Lo bersedia kah kalau gue minta kesempatan buat masuk lebih dalem lagi?"

" tapi-" Amaya tampak sungkan untuk melanjutkan ucapannya, dia melirik sekilas ke dalam rumahnya dan merasa harus segera masuk.

Setelah ini ia akan kembali ke kampung halaman ibunya, menetap disana dan mungkin tidak akan kembali lagi ke tempat yang terasa seperti neraka setelah insiden tidak mengenakan.

" besok Lo ke sekolah kan? Gue tunggu jawabannya besok. Istirahat yang bener, jangan lupa mimpiin gue." Kaya Fabian sambil melepaskan genggaman tangannya, lalu ia berlari menembus rintik hujan dan sebelum benar-benar pergi ia melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar.

Benar-benar hari yang tidak ia duga, haruskah dia menerima tawaran itu semata-mata memanfaatkan kebaikan Fabian untuk kelangsungan hidupnya sendiri? Dia rasa Fabian tidak berhak ikut menerima kekacauan hidupnya, ia harus menyelesaikan ini terlebih dahulu sebelum menerima seseorang masuk ke dalam hidupnya.

Apa benar seorang anak yang terlihat berandal itu bisa menanggung hidupnya? Lalu siapa teman yang dimaksud Fabian, apa ada orang yang menyukainya selain pria itu di sekolah?

______

Di persimpangan jalan menuju rumahnya Fabian sempat berpikir untuk tidak mengatakan ini lebih dulu pada sang ayah. Namun keberanian yang tadi dia rasakan lenyap begitu saja, apa respon sang ayah jika mengetahui tindakan yang dilakukannya tadi.

Love Zone - I'm To SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang