17. MARI MENGHITUNG HARI!

91 28 20
                                    

Hari-hari dilaluinya seperti roti tanpa krim. Tatapannya tiada arti. Buat apa dia kerja hanya untuk dirinya sendiri?

Bukan apa, hanya saja ia tidak terbiasa.

Meskipun ia sudah tinggal bersama Bu Hana yang notabene ibu kandungnya, tetap saja ia merasa tidak enak dan tetap kukuh ingin bekerja. Meski ia bingung buat apa uang itu kalo bukan buat Mark dan Johnny seperti biasa.

Haechan sangat bersyukur jika sekarang ia sudah mengetahui orang tua kandungnya, dan bahkan tinggal di rumahnya.

Hana sempat membelikan handphone baru pada Haechan untuk bisa berkomunikasi. Dan untungnya, Haechan selalu tepat tanggap. Dia diajari oleh Yuta beberapa hari lalu. Dan sekarang, Haechan sudah bisa memainkan handphone-nya, alih-alih untuk mengirim pesan.

"Mamaaa!!"

"Hiks,, hiks,, Mama!!"

Telinganya menangkap suara anak kecil yang sedang menangis. Di taman itu, Haechan mencari sumber suara yang ia dengar. Ternyata ada seorang anak yang menangis memanggil ibunya. Mungkin karena terpisah kerumunan.

Haechan pun pergi mendekati anak itu dengan barang dagangannya.

"Heii,, kenapa nangiss.." Haechan menepuk pundak anak kecil itu. Lantas, anak itu berbalik badan.

"Waa.. Chenle??" ia terkejut karena anak kecil itu adalah Chenle. Anak dari Charlie dan Mia.

"Kak Echan!! Hiks.. hiks.."

Chenle pun dipeluk oleh Haechan.

"Kita duduk dulu ya disana..." ucap Haechan sambil menggandeng lengan Chenle.

"Gendong!!" pinta Chenle dengan suara melengkingnya. Haechan pun tidak bisa apa-apa selain menurutinya.

Chenle pun tidak menangis lagi berkat Haechan yang selalu membuatnya tawa. Mereka pun duduk sambil memakan es krim yang sudah Haechan beli sebelumnya.

Ia langsung menghubungi Charlie jika anaknya ada pada dengannya.

Tidak sampai 10 menit, Charlie dan Mia pun menghampiri mereka dengan Mia yang sambil menangis.

"Chenle!!" Mia langsung memeluk Chenle sambil mengusap pucuk kepalanya lembut.

Haechan tersenyum hangat melihat interaksi mereka. Haechan deja vu disaat dia masih kecil, dia sedang berjualan donat. Namun ia malah tersesat di jalanan hutan yang lebat. Dia sama seperti Chenle, menangis memanggil ibu. Namun akhirnya, orang lain lah yang menemukan Haechan, bukan orang yang dimaksud Haechan. Ibu nya.

"Makasih nak Haechan.. kamu memang anak yang baik!"

Setelah berbincang lama, Charlie pun pamit untuk pulang. Tadinya ia mengajak Haechan untuk mampir dulu ke rumahnya. Namun Haechan menolak sopan, karena ia harus bekerja kembali.

"Hati-hati ya!! Dadaah Chenle!" pekik Haechan.

Charlie pun pamit pada Haechan. Namun atensinya entah mengapa tertuju pada seseorang dari pojok sana. Namun ia berlalu tanpa memikirkan hal apapun.

-

Haechan pulang ke rumah Hana karena dagangannya sudah habis. "Hampir dini hari loh nak. Kamu gak takut ada yang jahatin kamu ya?" itu Hana yang keluar dari kamar mandi.

"Eh ibu.. Haechan kan anak laki-laki kuat!" Haechan langsung menghampiri dan menyalimi tangan Hana.

Hana hanya tersenyum sambil mengusap punggung Haechan. "Bersih-bersih dulu gih. Abis itu tidur. Kalo mau makan, ibu udah siapin di dapur."

LIFE IS MONEY | HAECHAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang