dua puluh sembilan

6.9K 771 82
                                    

"Mi, Pi, Oliv mau buat pengakuan."

Oliv mengucapkannya dengan nada biasa, namun efek yang terjadi sungguh luar biasa. Seisi ruang keluarga dengan serentak menoleh padanya, tidak hanya kedua orang tuanya. Bahkan Maisie, satu-satunya anak kecil di sana, yang tadinya sedang bermain piano, berhenti menekan tuts dan menatap Oliv penasaran.

"Kamu hamil?" tanya Anastasya hati-hati.

Oliv langsung melongo.

"Hansen sudah tahu?" tanya Mitha, mengejutkan Oliv. Tak biasanya kakak iparnya yang satu ini ikut bicara. Malah Nina, kakak iparnya yang satu lagi, yang biasanya cepat sekali berkomentar, menatap Oliv dengan dahi mengernyit, tanpa bicara.

Ini jiwa kakak ipar gue lagi ketukar kali ya?

"Kenapa kamu datang sendiri? Mana Hansen? Dia takut untuk bertanggungjawab? Leon, sembelih dia. Kita tidak perlu pria pengecut masuk dalam keluarga ini," ucap sang ayah dengan tenang.

Leon berdiri, namun Oliv buru-buru berteriak, "aku nggak hamil! Astaga, kenapa kalian menarik kesimpulan begitu sih?"

"Oh, bukan hamil ... "

Dengan kompak, semua mengalihkan pandangan dari Oliv dan kembali ke aktivitas semula, kecuali sang ibu, walaupun Oliv bisa melihat bahunya yang langsung rileks.

"Kok kalian bisa-bisanya mikir aku hamil? Sama Hansen, pula."

"Kan dia nyusul kamu syuting. Di kamar berduaan, lama pula," jawab Hari santai.

"Kok kalian tahu - ?"

"Memangnya kamu pikir Hansen bisa nyusul kamu kalau nggak diizinin Papi?" jawab Hari.

"Jadi kamu mau pengakuan apa?" tanya Anas, sebelum Oliv sempat merespon Hari.

"Aku ... Mau kasih tahu, aku pacaran dengan Hansen."

"Oh ... "

"Kirain mau ngaku apa."

Mitha dan Nina tertawa pelan melihat wajah Oliv yang terpana melihat reaksi keluarganya.

"Kami sudah tahu, Liv."

"Kok bisa?!"

"Hansen udah minta izin sama Papi dan Mami sebelum nyusul kamu tempo hari," jawab Nina sambil tersenyum geli.

"Kita malah lebih bingung, kenapa kamu baru bilang sekarang," sambung Mitha.

"Bagus, sih. Anaknya sopan, kelihatannya tahan banting, bukan pengecut," respon sang ayah dari balik tablet yang beliau sedang baca.

"Papi barusan ngancam mau sembelih dia," gerutu Oliv, mulai rileks. Dia mengambil duduk di sebelah sang ibu dan merangkulnya erat.

"Itu kalau dia sungguhan menghamili kamu dan tidak berani tanggungjawab," jawab sang ayah tenang.

"Aku sih percaya Hansen tahan banting ya. Buktinya, berani pacarin Oliv," sambung Hari sambil tertawa.

Oliv langsung manyun.

"Aku malah pikir Oliv mau bikin pengakuan kalau Hansen sudah mela - " ucap Nina, namun mulutnya langsung ditutup oleh suaminya sebelum kalimatnya selesai.

Leon berbisik di telinga istrinya dan Nina mengangguk pelan sebelum Leon melepasnya.

"Iya, maaf aku lupa."

Oliv mengernyit bingung. Tapi otaknya yang sangat imajinatif itu sudah melanglang buana.

Ah, masa sih?

Nggak mungkin, nggak mungkin.

***

Oliv mengetuk pintu studio Hansen dua kali sebelum membukanya. Dia menutup pintu, dan mendekati Hansen yang menoleh ke arahnya sambil melepas headphone, lalu menunduk untuk memeluknya.

At LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang